Bab 4 Mencari Maggie
by Abarakwan
06:25,Dec 16,2020
Kedua pria berpostur tinggi dan tegak berjalan melalui terminal kedatangan di bandara J.F.Kennedy Kota New York. Satu pria berpakaian resmi berjalan tegap dan mengintimidasi, sedangkan sosok di sebelahnya memakai pakaian santai rumahan dipadu dengan jaket kulit hitam.
Duo itu menarik perhatian beberapa kaum hawa di terminal itu. Sosok pria berpakaian formal memasuki sebuah coffee-shop dan memesan sebuah espresso, double-espresso--hari yang berat untuk keduanya, hanya bisa diimbangi dengan sebuah espresso pahit dan kental.
"Straight to Sessanta?" Tanya pria berpakaian santai dan jaket hitam menawarkan perjalanan langsung ke apartemen yang dimaksud.
"Yep..," ucap Jaxon dan meminum espressonya.
"Apa rencanamu?" tanya Hendrick penasaran, keduanya keluar dari kedai kopi dan memberhentikan taksi.
"Sessanta Apartement, 3rd Avenue," ucap Hendrick cepat saat keduanya duduk di bangku penumpang sebuah taksi yang di kemudikan seorang pria tua berkumis lebat. Pria itu mengangguk paham dan menjalankan taksinya.
"So?" Ulang Hendrick pada Jaxon masih penasaran dengan jawaban sang jenius pemenang semua kasus. Ia ingin memahami bagaimana otak Jaxon bekerja tentang kasus ini.
"I don't know... but.. aku ada feeling ini pembunuhan berencana--dan Maggie memiliki sedikit peran," jelas Jaxon sambil bersandar pada kursi-kulit taksi yang mereka tumpangi.
Ia menyeruput kembali kopinya dan menutup matanya rapat. "Ular itu!! Kuberi pelajaran dia!!" Janjinya dalam hati.
"Tapi... Kau sendiri yang bilang, Maggie menggunakan toiletnya di pagi hari dan keluar belanja sepanjang hari." Hendrick diam dan berusaha memproses apa yang ia katakan, mencoba membaca pola pikir sahabatnya itu yang tak pernah berhasil ia tebak.
"It's inside... Here." Jaxon menunjuk kepalanya dan tersenyum menyebalkan. Ia tak bersedia menjelaskan apa yang ada di dalam kepalanya.
Keduanya diam saat taksi yang ditumpangi mereka berhenti disebuah apartemen yang terbilang mewah dijantung kota New York.
"Could you wait for us here?" Tanya Jaxon meminta sang supir taksi menunggu mereka yang akhirnya di sanggupi sang supir dan berjanji memarkir taksinya tak jauh dari pintu masuk.
Hendrick memandang curiga pada temannya itu, masih kesal sekaligus penasaran dengan sang sahabat. Hendrick memberi kode kepada sang supir agar tidak usah menunggu dengan tangan dan bahasa bibir, yang untung saja tidak diketahui Jaxon.
"Hari ini akan jadi hari yang panjang," pikir Hendrick dan mendesah pelan mengikuti langkah Jaxon yang sudah memasuki pintu masuk gedung apartemen yang dituju.
Jaxon berjalan tenang memasuki apartemen dan menuju meja resepsionis. Ia akan melancarkan jurus tebar-pesonanya kepada gadis di meja itu.
"Good Day.." Sapa Jaxon pada wanita berambut pirang memakai blazer merah menyala dengan riasan lengkap, duduk di balik meja resepsionis.
Sesaat wanita itu mengerutkan dahinya bingung, namun dalam hitungan detik senyumnya terkembang sempurna, wanita itu membasahi bibir bawahnya dengan lidah--sebuah tindakan provokatif-- dan lagi-lagi Jaxon tak pernah gagal dengan pesonanya.
"Good day... May I help you, Sir??" Wanita pirang itu menggoda dengan suara nasalnya, ia berdiri dari kursi dan membusungkan dadanya ke depan. Jaxon melihat ke arah aset yang ditonjolkan perempuan itu dengan sebuah kedipan.
"Temanku Allison menitipkan sesuatu untuk Nona Margareth, yang saat ini menempati apartemen Allison--namun, bodohnya ia..." Ucap Jaxon menggantung sambil menyapu rambut klimisnya dengan tangan kanan yang sukses mengalihkan perhatian sang resepsionis.
"Ia lupa memberitahuku letak apartemennya." Jaxon berbicara lancar dan terus memandang sang pirang dengan tatapan menggoda.
"Oowh... I think... Kurasa aku bisa membantumu, sebentar..." Ucap wanita itu dan mengetik komputer di depannya, "Allison Ford... Lantai 14, pintu pertama di sebelah kiri," ucapnya tersenyum dan mengerlingkan matanya beberapa kali.
"Thanks.." Ucap Jaxon dan sekilas menyentuh tangan wanita pirang itu. Sosok Jaxon yang terlihat misterius dengan pembawaan dinginnya, selalu membuat para wanita terpesona.
Jaxon dan Hendrick melangkah menuju Lift dengan tujuan akhir lantai 14- apartemen Allison di pintu pertama sebelah kiri.
"What's the skinship for?" Bisik Hendrick saat mereka di dalam Lift.
"For future refference," jawab Jaxon tersenyum licik, "mungkin kita akan sering datang ke sini... Jadi, sebut saja koneksi?"
Keduanya berdiri dalam diam di dalam lift yang melaju cepat ke lantai 14. Saat keduanya tiba di lantai yang dituju, Jaxon dan Hendrick berjalan mendekati pintu apartemen Allison yang saat ini ditempati oleh Maggie.
Jaxon mengetuk pintunya dua kali, ia berdiri sedikit menyamping agar tak terlihat dari loop-hole.
"Yaa... Sebentar," jawab suara dari dalam, yang Jaxon kenali sebagai suara Maggie.
Beberapa detik berikutnya, pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Maggie yang mengenakan piyama beruang berwarna cokelat.
"Hai... Maggie," ujar Jaxon dan berlalu memasuki apartemen itu, tanpa ijin. Maggie masih terkaget dengan tamunya dan berdiri memaku di daun pintu dengan mulut ternganga.
"Come on in..." Ucap Jaxon saat dirinya sudah dengan santai duduk di atas sofa besar letter "L". Jaxon merasa sangat nyaman dan tersenyum lebar pada Maggie.
"You....!!" Teriak Maggie tersadar pada lamunannya dan berjalan menghampiri Jaxon dan Hendrick yang saat ini sudah duduk berdampingan.
"Duduklah Maggie! Kita harus bicara!" Ucap Jaxon menunjuk sofa putih kecil di depannya.
"Kau!! Bicara?? Kau memanfaatkanku!!" Teriak Maggie menuduh Jaxon dengan wajah memerah menahan amarah.
"Duduklah Maggie!! bila saat kita bersama kau sebut aku memanfaatkanmu--kurasa kau harus coba mengingat kembali, siapa yang meminta the second round." Jaxon tersenyum licik pada Maggie.
Wanita muda tanpa satupun riasan make-up itu, kembali terbengong dengan ucapan pria di depannya. Sementara, Hendrick berdiri dari sofa dan melihat-lihat isi apartemen.
"Kurasa aku akan bosan mengatakannya, atau kau memang sangat bodoh karena tidak mengerti ucapanku," tegas Jaxon dan berdeham,"duduklah!!"
Maggie duduk persis di depan Jaxon dan menundukkan pandangannya.
"Apa maumu?" Maggie memberanikan diri melihat mata Jaxon yang tajam memperhatikannya.
"Kau!!" Jawab Jaxon cepat, dan sukses membuat dua orang lainnya di ruangan itu menoleh bingung kepadanya.
"Maksudmu?" Tanya Maggie dengan suara mencicit.
"Kau Maggie, aku ingin menyelamatkanmu!! Kau adalah saksi utama sekaligus tersangka utama kasus Greg Richardson!" Jelas Jaxon
"Tapi aku tidak membunuhnya!!" Balas Maggie kaget dan tak percaya dengan tuduhan Jaxon.
"Tak ada yang percaya denganmu Maggie, Raline Richardson meminta kematian suaminya di selidiki sampai tuntas. Kau adalah orang yang paling ia curigai."
"Tapi...."Sela Maggie tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Kau adalah selingkuhannya Maggie, Raline secara alami membencimu dengan atau tanpa kematian suaminya. Kau adalah tersangka utama!!" Seru Jaxon tegas dan menatap lurus ke mata Maggie, berharap wanita di depannya mengerti dengan ucapannya. Wanita dengan mata bulat dan bibir penuh berisi, yabg berhasil membuat Jaxon sang pengacara jenius ketar-ketir dibuatnya.
Duo itu menarik perhatian beberapa kaum hawa di terminal itu. Sosok pria berpakaian formal memasuki sebuah coffee-shop dan memesan sebuah espresso, double-espresso--hari yang berat untuk keduanya, hanya bisa diimbangi dengan sebuah espresso pahit dan kental.
"Straight to Sessanta?" Tanya pria berpakaian santai dan jaket hitam menawarkan perjalanan langsung ke apartemen yang dimaksud.
"Yep..," ucap Jaxon dan meminum espressonya.
"Apa rencanamu?" tanya Hendrick penasaran, keduanya keluar dari kedai kopi dan memberhentikan taksi.
"Sessanta Apartement, 3rd Avenue," ucap Hendrick cepat saat keduanya duduk di bangku penumpang sebuah taksi yang di kemudikan seorang pria tua berkumis lebat. Pria itu mengangguk paham dan menjalankan taksinya.
"So?" Ulang Hendrick pada Jaxon masih penasaran dengan jawaban sang jenius pemenang semua kasus. Ia ingin memahami bagaimana otak Jaxon bekerja tentang kasus ini.
"I don't know... but.. aku ada feeling ini pembunuhan berencana--dan Maggie memiliki sedikit peran," jelas Jaxon sambil bersandar pada kursi-kulit taksi yang mereka tumpangi.
Ia menyeruput kembali kopinya dan menutup matanya rapat. "Ular itu!! Kuberi pelajaran dia!!" Janjinya dalam hati.
"Tapi... Kau sendiri yang bilang, Maggie menggunakan toiletnya di pagi hari dan keluar belanja sepanjang hari." Hendrick diam dan berusaha memproses apa yang ia katakan, mencoba membaca pola pikir sahabatnya itu yang tak pernah berhasil ia tebak.
"It's inside... Here." Jaxon menunjuk kepalanya dan tersenyum menyebalkan. Ia tak bersedia menjelaskan apa yang ada di dalam kepalanya.
Keduanya diam saat taksi yang ditumpangi mereka berhenti disebuah apartemen yang terbilang mewah dijantung kota New York.
"Could you wait for us here?" Tanya Jaxon meminta sang supir taksi menunggu mereka yang akhirnya di sanggupi sang supir dan berjanji memarkir taksinya tak jauh dari pintu masuk.
Hendrick memandang curiga pada temannya itu, masih kesal sekaligus penasaran dengan sang sahabat. Hendrick memberi kode kepada sang supir agar tidak usah menunggu dengan tangan dan bahasa bibir, yang untung saja tidak diketahui Jaxon.
"Hari ini akan jadi hari yang panjang," pikir Hendrick dan mendesah pelan mengikuti langkah Jaxon yang sudah memasuki pintu masuk gedung apartemen yang dituju.
Jaxon berjalan tenang memasuki apartemen dan menuju meja resepsionis. Ia akan melancarkan jurus tebar-pesonanya kepada gadis di meja itu.
"Good Day.." Sapa Jaxon pada wanita berambut pirang memakai blazer merah menyala dengan riasan lengkap, duduk di balik meja resepsionis.
Sesaat wanita itu mengerutkan dahinya bingung, namun dalam hitungan detik senyumnya terkembang sempurna, wanita itu membasahi bibir bawahnya dengan lidah--sebuah tindakan provokatif-- dan lagi-lagi Jaxon tak pernah gagal dengan pesonanya.
"Good day... May I help you, Sir??" Wanita pirang itu menggoda dengan suara nasalnya, ia berdiri dari kursi dan membusungkan dadanya ke depan. Jaxon melihat ke arah aset yang ditonjolkan perempuan itu dengan sebuah kedipan.
"Temanku Allison menitipkan sesuatu untuk Nona Margareth, yang saat ini menempati apartemen Allison--namun, bodohnya ia..." Ucap Jaxon menggantung sambil menyapu rambut klimisnya dengan tangan kanan yang sukses mengalihkan perhatian sang resepsionis.
"Ia lupa memberitahuku letak apartemennya." Jaxon berbicara lancar dan terus memandang sang pirang dengan tatapan menggoda.
"Oowh... I think... Kurasa aku bisa membantumu, sebentar..." Ucap wanita itu dan mengetik komputer di depannya, "Allison Ford... Lantai 14, pintu pertama di sebelah kiri," ucapnya tersenyum dan mengerlingkan matanya beberapa kali.
"Thanks.." Ucap Jaxon dan sekilas menyentuh tangan wanita pirang itu. Sosok Jaxon yang terlihat misterius dengan pembawaan dinginnya, selalu membuat para wanita terpesona.
Jaxon dan Hendrick melangkah menuju Lift dengan tujuan akhir lantai 14- apartemen Allison di pintu pertama sebelah kiri.
"What's the skinship for?" Bisik Hendrick saat mereka di dalam Lift.
"For future refference," jawab Jaxon tersenyum licik, "mungkin kita akan sering datang ke sini... Jadi, sebut saja koneksi?"
Keduanya berdiri dalam diam di dalam lift yang melaju cepat ke lantai 14. Saat keduanya tiba di lantai yang dituju, Jaxon dan Hendrick berjalan mendekati pintu apartemen Allison yang saat ini ditempati oleh Maggie.
Jaxon mengetuk pintunya dua kali, ia berdiri sedikit menyamping agar tak terlihat dari loop-hole.
"Yaa... Sebentar," jawab suara dari dalam, yang Jaxon kenali sebagai suara Maggie.
Beberapa detik berikutnya, pintu terbuka dan memperlihatkan sosok Maggie yang mengenakan piyama beruang berwarna cokelat.
"Hai... Maggie," ujar Jaxon dan berlalu memasuki apartemen itu, tanpa ijin. Maggie masih terkaget dengan tamunya dan berdiri memaku di daun pintu dengan mulut ternganga.
"Come on in..." Ucap Jaxon saat dirinya sudah dengan santai duduk di atas sofa besar letter "L". Jaxon merasa sangat nyaman dan tersenyum lebar pada Maggie.
"You....!!" Teriak Maggie tersadar pada lamunannya dan berjalan menghampiri Jaxon dan Hendrick yang saat ini sudah duduk berdampingan.
"Duduklah Maggie! Kita harus bicara!" Ucap Jaxon menunjuk sofa putih kecil di depannya.
"Kau!! Bicara?? Kau memanfaatkanku!!" Teriak Maggie menuduh Jaxon dengan wajah memerah menahan amarah.
"Duduklah Maggie!! bila saat kita bersama kau sebut aku memanfaatkanmu--kurasa kau harus coba mengingat kembali, siapa yang meminta the second round." Jaxon tersenyum licik pada Maggie.
Wanita muda tanpa satupun riasan make-up itu, kembali terbengong dengan ucapan pria di depannya. Sementara, Hendrick berdiri dari sofa dan melihat-lihat isi apartemen.
"Kurasa aku akan bosan mengatakannya, atau kau memang sangat bodoh karena tidak mengerti ucapanku," tegas Jaxon dan berdeham,"duduklah!!"
Maggie duduk persis di depan Jaxon dan menundukkan pandangannya.
"Apa maumu?" Maggie memberanikan diri melihat mata Jaxon yang tajam memperhatikannya.
"Kau!!" Jawab Jaxon cepat, dan sukses membuat dua orang lainnya di ruangan itu menoleh bingung kepadanya.
"Maksudmu?" Tanya Maggie dengan suara mencicit.
"Kau Maggie, aku ingin menyelamatkanmu!! Kau adalah saksi utama sekaligus tersangka utama kasus Greg Richardson!" Jelas Jaxon
"Tapi aku tidak membunuhnya!!" Balas Maggie kaget dan tak percaya dengan tuduhan Jaxon.
"Tak ada yang percaya denganmu Maggie, Raline Richardson meminta kematian suaminya di selidiki sampai tuntas. Kau adalah orang yang paling ia curigai."
"Tapi...."Sela Maggie tak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Kau adalah selingkuhannya Maggie, Raline secara alami membencimu dengan atau tanpa kematian suaminya. Kau adalah tersangka utama!!" Seru Jaxon tegas dan menatap lurus ke mata Maggie, berharap wanita di depannya mengerti dengan ucapannya. Wanita dengan mata bulat dan bibir penuh berisi, yabg berhasil membuat Jaxon sang pengacara jenius ketar-ketir dibuatnya.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved