Bab 10 Bagai Mimpi

by Reza Oktovian 16:17,Mar 15,2021
"Halo, aku datang untuk menghadiri pesta penyambutan. Ini kartu undangannya."

 Gibran segera mengeluarkan kartu undangan dan menyerahkannya. Petugas keamanan mengambil kartu undangan tersebut dan melihatnya sekilas, kemudian berkata dengan suara yang dalam, "Maaf, kamu tidak boleh masuk."

 Gibran terkejut, "Kenapa, kartu undangan ini asli, aku adalah putra dari presiden Lippo Group Land..."

"Aku sudah bilang, kamu tidak boleh masuk. Silakan pergi dari sini sekarang juga!"

Petugas keamanan membentak.

 Gibran bingung. Lexia yang ada di sebelahnya tersenyum tawar, "Apakah kamu tidak mendengar bahwa dia mengusirmu? Masih ada antrian panjang di belakang, jangan buang waktu orang lain di sini."

"Diam!"

 Gibran lekas marah begitu mendengar kata-kata itu. Dia berkata dengan sungguh-sungguh kepada penjaga keamanan, "Kamu sengaja mempersulit aku, bukan? Aku adalah putra dari Lippo Group Land, aku juga menerima kartu undangan dari Jenderal Protector. Kamu seorang penjaga pintu... "

PONG!

Sebelum kata-kata itu selesai, rol karet pengaman langsung membentur kepala Gibran dengan keras, menghantamnya hingga terjatuh ke lantai. Darah tidak henti mengalir.

"Peringatan terakhir! Kalau kamu masih tidak mau meninggalkan tempat ini, kamu akan langsung dieksekusi di tempat!"

SHRUA!

Sekelompok penjaga keamanan bergegas kemari, mengisi peluru ke dalam kamar peluru. Dalam sekejap, belasan lubang hitam terarah ke Gibran.

"Jangan tembak, aku pergi sekarang juga!"

Selangkangan Gibran seketika menjadi basah. Dia buru-buru lari dari tempat kejadian.

"Ayo, sekarang giliran kita."

 Lexia tampak sangat tenang. Dia hanya tersenyum tipis, menggandeng tangan Cendani dan berjalan ke depan.

" Lexia, ayo kita pulang!"

 Cendani dibuat ketakutan dengan kejadian barusan, "Kita bahkan tidak punya kartu undangan. Mereka benar-benar berani menembak!"

"Tidak apa-apa, ikuti aku saja."

 Lexia tersenyum, mengabaikan penolakan Cendani, menyeretnya ke depan.

 Cendani sangat ketakutan sampai-sampai dia memejamkan matanya. Gibran adalah orang yang punya kartu undangan, tapi bahkan dia pun hampir ditembak mati. Jika mereka berdua masuk begitu saja, mereka bakal terjebak masalah besar. 

Detik berikutnya, Cendani tiba-tiba merasa ada yang tidak beres. Kenapa tidak ada suara setelah dia berjalan sekian lama?

Saat membuka mata, Cendani tertegun.

Dia sudah masuk ke dalam gedung pesta!

"Kita... bagaimana kita bisa masuk?"

 Cendani merasa semua ini seperti mimpi.

 Lexia tersenyum, "Tentu saja kita masuk dengan melangkahkan kaki kita. Jangan terlalu banyak berpikir, ayo cari tempat untuk duduk. Aku sudah sangat lapar."

"Meja di depan amat bagus. Mejanya besar dan ada banyak hidangan. Ayo, kita duduk di sana."

 Lexia menggandeng tangan Cendani dan berjalan menuju meja di dekat panggung.

"Kamu gila!"

 Cendani panik, "Meja-meja di depan disediakan untuk orang-orang besar. Orang-orang setingkat Henner, orang-orang terkaya di Inazuma, mereka-mereka yang memenuhi syarat untuk duduk di sana. Kita menyelinap masuk secara diam-diam, tapi kamu malah mau menampilkan diri di depan umum."

 Lexia terbengong sejenak, kemudian tersenyum acuh tak acuh, "Oke, kalau begitu mari kita cari tempat yang tidak begitu mencolok."

Keduanya datang ke meja kecil di sudut baris terakhir dan duduk.

Setelah duduk, Cendani menundukkan kepala. Dia sangat gugup sehingga dia bahkan tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana.

Orang-orang yang bisa memasuki gedung ini adalah tokoh-tokoh besar di Kota Inazuma. Mereka masuk dengan status tak diundang. Jika mereka ketahuan, mereka bakal terjebak masalah besar.

"Kenapa kamu begitu berhati-hati. Bagaimana kalau kamu berkeliling di dalam, itu akan dapat memperluas jaringanmu."

 Lexia tampak acuh tak acuh, makan makanan ringan di atas meja dengan santai.

 Cendani memelototinya dengan kesal. Dia merasa bahwa pria ini sungguh berani. Dia sedang khawatir mereka akan ketahuan, pria ini malah menyuruh dirinya untuk berkeliling. Bukankah itu sama saja dengan membiarkan diri sendiri masuk ke dalam masalah?

" Cendani ?"

Saat ini, suara seorang wanita terdengar dari samping.

 Cendani mendongak dan melihat seorang wanita dengan rambut pendek berpakaian sangat mewah, " Angela !"

 Cendani tidak menyangka bisa bertemu teman sekelas SMA di sini.

"Aku tidak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Tampaknya kondisimu sekarang sangat bagus, kamu bahkan bisa menerima undangan. Aku datang bersama suamiku, tempat duduk kami ada di tengah."

 Angela tampak sombong.

Kalaupun bisa masuk ke gedung ini, status orang-orang di dalam masih terbagi menjadi beberapa kelas. Semakin depan tempat duduknya, maka semakin tinggi pula statusnya.

"Kamu luar biasa sekali, selamat."

 Cendani dengan tulus merasa senang untuk Angela, meskipun mereka berdua tidak sering berinteraksi di sekolah, serta pernah terjadi konflik di antara mereka berdua.

Saat itu, Angela lebih rendah dari Cendani dalam segala aspek. Dia selalu tidak menyukai Cendani. Kemudian, dia menikah dengan seorang pria kaya. Dalam sekejap, statusnya meroket tinggi. Dia sering pamer.

"Tapi kamu juga amat baik. Setidaknya kamu bisa masuk."

 Angela tersenyum sambil berkata, "Bagaimana kalau kamu berikan kartu undanganmu padaku dan aku akan meminta suamiku untuk membantu memindahkan tempat duduk kalian. Dia lumayan akrab dengan kapten keamanan di sini."

 Cendani menundukkan kepala, berkata, "Lupakan saja, kami tidak punya kartu undangan."

"Tidak punya kartu undangan?"

 Angela bertanya dengan heran, "Lalu bagaimana kalian bisa masuk?"

Melihat keheningan Cendani, Angela langsung tertawa terbahak-bahak, "Aku tadinya amat heran kenapa kamu bisa masuk ke sini, ternyata kamu menyelinap masuk!"

Sikap Angela langsung berubah total, "Memangnya kenapa kalau kamu cantik? Memangnya kenapa kalau kamu pintar? Pada akhirnya, kualitas hidupmu lebih rendah dari aku. Kalian tidak diundang, tapi malah menyelinap masuk. Benar-benar tidak tahu malu."

"Sekarang aku tinggal di vila dan mengendarai mobil sport. Sepotong kain dari pakaian di tubuhku bahkan lebih berharga dari kamu. Bukankah kamu sangat hebat pada masa sekolah? Sekarang kamu tidak ada bedanya dengan pengemis!"

 Angela melampiaskan ketidakpuasannya pada Cendani. Dia selalu cemburu pada Cendani semasa sekolah. Sekarang, dia akhirnya mendapatkan kesempatan untuk membalas dendam.

"Yah, kamu memang hebat."

Pada saat ini, Lexia tiba-tiba berbicara dengan ringan di sampingnya, "Hanya saja kamu agak tidak tahu malu. Apakah kamu membeli salah satu dari barang-barang di tubuhmu itu? Suamimu lebih tua dari ayahmu, bukan?"

 Lexia pernah mendengar Cendani menyebutkan hal ini padanya saat mengobrol. Cendani mengatakan bahwa dia punya teman sekelas SMA yang menikah dengan pria tua yang lebih tua dari ayahnya. Tampaknya teman yang disebut Cendani adalah orang di depan ini.

"Ngomong apaan kamu!"

Keburukan Angela terekspos, dia lekas meledak, "Suamiku, ada yang menggertak aku!"

"Siapa yang berani menggertakmu, sini!"

Seorang pria botak dan gemuk berusia sekitar 60-an datang.

"Mereka menghina aku. Mereka bahkan tidak punya kartu undangan, beraninya mereka menyelinap masuk."

 Angela segera berpura-pura miskin.

Begitu pria tua yang botak itu mendengar bahwa mereka berdua menyelinap masuk, dia langsung memelototi mereka, "Segera minta maaf pada istriku. Jika tidak, kalian bakal mampus!"

 Lexia tersenyum tipis, "Aku sarankan kalau kamu tidak mau sial, segera pergi dari sini."

Pria tua botak itu begitu marah hingga urat nadinya membengkak, "Bagus, tunggu saja, aku mau lihat siapa yang sial hari ini!"

Usai itu, dia menyeret Angela pergi dengan agresif.

"Ayo cepat pergi dari sini, mereka pasti sudah memanggil petugas keamanan. Kalau kita ketahuan menyelinap masuk, masalahnya bakal jadi serius!"

 Cendani tampak sangat panik.

 Lexia malah menepuk perut dengan acuh tak acuh, tersenyum, "Panik apaan, aku belum kenyang. Karena sudah datang, kita tentu harus menemui Jenderal Protector itu dulu. Bukankah kamu sangat mengaguminya?"

 Cendani benar-benar sangat panik. Jika dia tahu masalah akan menjadi seperti sekarang ini, tadinya dia bakal membawa Lexia pergi dari sini sebelum memasuki gedung. Sekarang keadaan menjadi sangat buruk.

"Mereka!"

Saat ini, pria tua botak itu membawa sekelompok petugas keamanan bersenjata mendekat dengan agresif.

Hati Cendani menegang, mampus!

Download APP, continue reading

Chapters

810