Bab 2 Adik Ipar

by Laurent Rando 16:26,Mar 25,2021
Mendengarnya, Nadia sadar kembali dan mengangguk, “Iya juga, hampir saja lupa.”

Kemudian, Nadia membungkuk dan melepaskan celana super pendeknya dengan pelan.

Hingga hanya tersisa celana dalam motif kartun yang membaluti bokongnya yang montok.

Selain itu, Nadia juga menyingkap baju kaos putih dan melepaskannya.

Badan telanjang yang menawan itu langsung terpapar di depan mata Eric.

Kulitnya yang putih, buah dadanya yang berisi, pinggulnya yang ramping, kakinya yang lurus panjang, serta bokong bulatnya yang terbalut erat dalam celana dalam motif kartun.

Eric tidak menyangka adik iparnya ini benar-benar berganti pakaian di depannya.

Benar-benar menganggap aku buta?

Oh, benar, di dalam mata mereka, aku memang adalah orang buta.

Pada saat ini, Nadia yang hanya memakai pakaian dalam, sungguh sangat menggoda.

Melihat badan yang muda menawan itu bergoyang di depan mata, sekujur tubuh Eric menjadi gerah.

Untungnya ibu-anak ini tidak memperhatikan Eric.

“Ibu, sudah aku katakan, ke depannya jangan belikan celana dalam aku lagi, aku bisa beli sendiri.”

Nadia membulatkan pipi dan berkata dengan tidak senang.

“Bagaimana aku tahu kamu tumbuh dengan begitu cepat.” ujar Astuti tersenyum.

Segera, Nadia mengenakan setelan gaun warna biru muda, tampak polos dan manis.

Akan tetapi, dalam hati Eric kaget sekali.

Karena dia menyadari gaun Nadia perlahan-lahan memudar di dalam matanya, lalu hilang tak berjejak.

Akan tetapi, badan Nadia yang menawan itu tampak lagi di depan matanya.

“Ada apa ini?”

Eric teringat akan adegan di rumah sakit tadi, badannya langsung bergidik.

Jangan-jangan… mataku bisa tembus pandang?

Dalam hati Eric bergairah sekali.

Setelah berganti pakaian, Nadia melirik Eric dan berkata dengan kesal, “Bagaimana ayahku ini, bahkan terima kamu menantu buta ini.”

Sambil berkata, Nadia mendesah, “Kelihatannya ayahku yang benar-benar buta.”

Eric tidak mengatakan apa-apa, meski adik iparnya tidak menyulitkan dia seperti Astuti yang kikir, tetapi pada biasanya juga tidak memperlakukannya dengna baik.

Melihat Eric tidak bersuara, Nadia mengumpat ‘dasar sampah tak berguna’ dalam hati, lalu dia pergi keluar.

Hari ini dia baru pulang dari tamasya, dia langsung mendapatkan panggilan telepon dari teman sekolahnya untuk mengajak dia bermain keluar.

Kalau tidak, dia juga tidak akan begitu tergesa-gesa sampai berganti pakaian di ruang tamu.

Setelah Nadia pergi, bibi asisten rumah tangga berjalan keluar dan hendak menyimpan koper Nadia ke dalam kamarnya, juga berencana mencuci pakaian Nadia tadi.

“Cuci apaan.” Astuti menghentikannya, lalu dia berkata pada Eric, “Suruh dia cuci saja.”

Mbok Ismeh tersenyum dan berkata, “Nyonya, mata Tuan Muda tidak baik, aku pergi cuci saja.”

“ Tuan Muda apaan, dia ini menantu matrilineal!” Astuti memelototi Mbok Ismeh dengan tatapan dingin, lalu dia berkata, “Setiap harinya dia tinggal dan makan di rumah kita, tidak ada pemasukan sama sekali, suruh dia cuci baju juga bisa bantu kerja sedikit.”

Sambil berkata, Astuti mengambil pakaian Nadia tadi dan melemparkannya ke muka Eric.

Aroma wangi semerbak menyerbu ke hidung, hati Eric pun beriak-riak.

Akan tetapi, saat ini Eric tidak mempunyai suasana hati untuk menikmatinya, wajahnya tampak suram sekali.

“Pas sekali, celanaku ini juga kotor karena tadi, kamu sekalian cuci punyaku saja.”

Astuti pun hendak melepaskan pakaian di depan mereka.

“Kamu tidak punya badan bagus seperti putrimu, tidak perlu buka di depanku, nanti celana dalam merahmu itu akan buat mataku buta lagi.” ujar Eric dengan datar sambil meliriknya.

“Bagaimana kamu tahu badan Nadia bagus?” Astuti tertegun, dia bertanya secara refleks.

Kemudian, Astuti menganga kaget sambil menatap Eric.

“Kamu… kamu tidak buta?”

Eric meletakkan pakaian Nadia di sofa dan duduk perlahan-lahan, dia berkata, “Benar, mataku sudah sembuh.”

Melihat Eric berjalan ke sofa dan duduk dengan mulus, Astuti membelalak kaget, lalu dia meledak marah, “Bagus ya kamu Eric, kamu bukan orang buta, tetapi pura-pura buta?”

Astuti gusar sekali, dia mengira selama setahun ini Eric terus berpura-pura menjadi orang buta.

Teringat dalam setahun ini dia terus memaki Eric adalah orang buta, Astuti merasa dirinya seperti orang bodoh.

Lalu Astuti teringat akan kejadian di rumah sakit tadi, di mana Eric menyandungnya dengan tongkat.

“Bagus ya kamu Eric, beraninya kamu permainkan aku?” Astuti gemetaran, hari ini dia bahkan dipermainkan oleh sampah tak berguna.

Benar-benar kesal sekali.

Tiba-tiba, Astuti teringat akan sesuatu, ekspresinya menjadi kaget.

“Kalau begitu… kalau begitu tadi bukannya Nadia ….”

Eric menuang segelas air dan meminumnya, lalu dia berkata dengan datar, “Hhmm, badan Adik Ipar bagus sekali, yang seharusnya berisi juga berisi semua, berarti asupan nutrisinya bagus.”

“Kamu!” Mendengarnya, wajah Astuti menjadi merah, dalam hatinya penuh dengan amarah.

Terutama teringat bahwa tadi dialah yang menyuruh putrinya berganti pakaian di depan Eric.

Pandangannya menjadi hitam dan dia hampir pingsan.

“ Eric ! Dasar kamu tidak tahu malu, hari ini aku pasti akan suruh Tania cerai denganmu.”

Astuti menatap Eric dengan gusar, lalu dia mengeluarkan ponsel dan menelepon beberapa kali.

Tak lama kemudian, seorang gadis pulang ke vila.

Gadis ini memiliki raut wajah yang indah menawan, alisnya yang melengkung, hidungnya yang mancung, lalu bibirnya yang halus. Rambutnya disanggul, menampakkan leher angsanya yang putih seperti es, buahnya dadanya berisi, dan pinggulnya ramping kurus.

Gadis ini memakai sepatu hak tinggi Kristal, badannya tegak seperti seorang ratu yang angkuh dan elegan.

Akan tetapi, sekujur tubuh gadis ini memancarkan aura yang dingin.

Merasakan aura ini, Eric tahu bahwa ini pasti adalah istrinya, Tania.

Ini adalah pertama kalinya Eric melihat istrinya ini.

Tak disangka itu adalah seorang… ratu dingin?

“ Eric, kamu sungguh perbaharui pandanganku padamu.” Tania langsung menatap Eric dengan dingin, lalu dia berkata dengan remeh, “Aku kira hanya pria lembek, pria tak berguna saja, tak disangka kamu begitu tidak tahu malu dan lemah.”

Eric sangat tidak menyukai sikapnya yang tinggi di atas langit, dia berkata dengan datar, “Kenapa aku lemah?”

“Jelas-jelas kamu tahu rumahku kaya, tahu ayahku ingin cari menantu matrilineal, paling bagus pria yang tak berlatar belakang, bahkan pria yang tidak punya pemikiran sendiri.” Mata Tania dingin, suaranya juga dingin membawa sindiran, “Tetapi tak disangka demi dapatkan hati ayahku, kamu bahkan pura-pura menjadi orang buta, pura-pura selama setahun penuh.”

“Hari ini akhirnya kamu tampakkan muka asli, kamu kira sekarang kamu sudah berhasil?”

“Kuberitahu kamu, hari ini, aku akan buat mimpi indahmu hancur.”

“Cepat ikut aku, kita pergi cerai!”

Download APP, continue reading

Chapters

95