Bab 12 Permohonan

by Laurent Rando 10:32,Mar 27,2021
Kevin mempercepat langkahnya datang ke kantor Direktur Risna. Dan masih merapikan dasinya di depan pintu, baru perlahan-lahan membuka pintu dan masuk ke dalam.
“ Direktur Risna, apa anda mencariku?”
Begitu masuk ke dalam ruangan, Kevin bertanya dengan hormat.
Direktur Risna adalah orang yang berusia lima puluhan tahun. Pada saat ini dia sedang minum teh. Begitu melihat Kevin masuk, dia meletakkan cangkir tehnya, dan langsung berkata, " Kevin, kamu sudah datang? Aku memintamu datang karena ingin mengatakan kepadamu mengenai pengangkatanmu menjadi manajer umum cabang Kota Heaven.”
Benar saja!
Kevin sangat bersemangat sekali dalam hatinya. Namun, di luar dia masih saja bertanya dengan penuh hormat, “Apa yang dikatakan oleh kantor pusat?”
Direktur Risna mengerutkan kening, merapatkan bibirnya seolah sedang mengatur kata-katanya.
Setelah diam sejenak, dia perlahan berkata, “Semua orang bisa melihat jelas kemampuanmu. Apalagi kualitas dan kualifikasimu sudah sangat cukup.”
Begitu mendengar ucapan Direktur Risna ini, entah kenapa ada perasaan tidak menyenangkan yang melintas di hati Kevin.
Benar saja, Direktur Risna diam sejenak, lalu lanjut berkata, “Namun, mengenai dokumen mengenai pengangkatanmu sebagai manajer umum cabang Kota Heaven, kantor pusat bilang kalau mau menundanya dulu.”
“Apa?” tubuh Kevin gemetaran begitu mendengar ucapan ini, dia pun sangat cemas dan panik, lalu bertanya, “ Direktur Risna, ada apa sebenarnya? bukankah bilangnya kantor pusat sudah mengadakan rapat untuk membahas ini. dan hari ini sudah mengirimkan dokumennya?”
Direktur Risna diam dan merenung sejenak, lalu berkata, “Katanya ada pegawai lain yang juga mencalonkan diri di posisi ini beberapa waktu ini.”
“Masih ada orang lain?” wajah Kevin tercengang, lalu bertanya, “Siapa?”
“ Gandi.”
“Apa?” Kevin terkejut saat mendengar ucapan ini.
Bukankah Gandi sudah tereliminasi saat putaran babak pertama?
Kenapa tiba-tiba muncul lagi sekarang?
“Aku juga tidak tahu detail masalah ini. Namun, Kevin, jangan khawatir, hanya sekedar dokumen saja yang ditunda. Mengenai urusan pengangkatanmu menjadi manajer umum cabang Kota Heaven, belum tentu berubah.” Kata Direktur Risna.
Kevin tersenyum paht.
Meskipun dia mengatakan itu, tapi melihat sesuatu yang akan menjadi kenyataan, tiba-tiba sekarang ditunda lagi. Bagaimana mungkin ini tidak membuatnya khawatir?
Dua hari ini, dia benar-benar sial sekali.
Pertama, ditipu ketika beli tas. Lalu, ditipu ketika beli rumah. Sekarang bahkan mungkin ada perubahan dalam pengangkatan jabatannya.
“Em?”
Tiba-tiba, dia teringat ucapan yang dikatakan oleh Eric kemarin malam.
“Manajer umum? Jangan mengatakan ini dengan terlalu berlebihan dulu.”
Ini adalah ucapan yang dikatakan Eric saat itu.
Lalu, dia teringat lagi Eric yang diam-diam mengisyaratkan padanya mengenai membeli rumah yang akan bermasalah.
Mata Kevin membelalak, ekspresi di wajahnya berubah dan dia buru-buru menelepon nomor telepon Iva.
"Bu, apakah kamu punya nomor ponselnya Eric ? Tolong berikan padaku sekarang juga!”
***
Setelah mengenal anggota tim dua, Eric menerima panggilan telepon nomor tak dikenal.
Eric mengira kalau itu mungkin sales asuransi.
Dia tidak menyangka kalau orang yang meneleponnya bilang dia adalah Kevin.
Tentu saja Eric tahu apa yang ingin dikatakan Kevin, dan dia ingin menutup teleponnya pada saat itu juga.
Tapi Kevin terus menangis dan memanggilnya Kak Eric, memintanya untuk harus menyelamatkannya.
Dia bilang kalau dia sudah ditipu milyaran. Jika pengangkatan jabatan ini juga gagal, khawatirnya dia sekeluarga mereka terpaksa akan hidup di jalanan.
Eric teringat dengan seorang yang kembali dari luar negeri. Pria yang berpendidikan top itu masih menangis memohon padanya, dia menghela napas, lalu berkata, “Baiklah.”
Bagaimanapun, mereka masih kerabatnya.
Apalagi, anak ini memang cukup sial.
Setelah menutup teleponnya, Eric keluar dan menyegat taksi lalu pergi ke sebuah kafe yang berada di pusat kota.
“ Kak Eric, kamu sudah datang?”
Ketika Kevin melihat kedatangan Eric, ekspresinya begitu bahagia dan buru-buru menyambutnya dengan hormat.
Bahkan, dia sudah mengubah panggilannya padanya.
Eric mengangguk, setelah mengikutinya sampai ke bangku di dekat jendela, ekspresinya tiba-tiba tercengang.
Karena dia menyadari kalau Iva juga ada di sini.
" Eric, kamu sudah datang. Silahkan duduk.”
Iva juga berdiri, dengan ekspresi hormat dan tidak lagi sombong dan arogan seperti kemarin malam.
Baru saja, ketika dia mendengar Kevin mengatakan kalau urusan pengangkatannya menjadi manajer umum mungkin ada perubahan. Iva pun ikut panik.
Segera setelah itu, Kevin bilang padanya kalau Eric mungkin adalah master hebat yang bisa membaca wajah orang, mungkin juga dia punya cara untuk menyelesaikan masalah ini.
Dia saat itu langsung menghinanya. Eric menantu yang tak berguna dan hanya bisa tinggal di rumah pihak wanita itu, bisa membaca wajah orang?
Namun, setelah mendengarkan analisis Kevin, dia pun juga tercengang.
Tampaknya apa yang dikatakan Eric cukup akurat.
Pada akhirnya, demi masa depan menantunya, dia pun juga ikutan datang ke kafe ini.
" Kak Eric, kamu harus menunjukkan kepadaku jalan yang jelas.”
Setelah duduk, Kevin dengan cemasnya berkata dengan begitu hormat kepada Eric.
Eric meneguk kopinya, lalu berkata dengan santai, “Bukankah kalian bilang kalau aku hanyalah menantu yang tak berguna, menantu yang hanya bisa tinggal di rumah pihak wanita?”
“Khususnya ada seseorang yang menghinaku dengan sangat jelas sekali. Kamu yang memohonku seperti ini, bukankah ini sama saja seperti menampar mukanya ya?”
Ekspresi wajah Iva langsung panik, dia buru-buru berdiri dan berkata, " Eric, aku salah. Aku tidak seharusnya mencari perhitungan denganmu. Aku tidak seharusnya mengejek dan menertawakanmu. Aku benar-benar salah. Aku mohon padamu, kamu harus membantu Kevin.”
Eric meliriknya, dan berkata dengan santai, “Bukankah kamu bilang kalau aku ini tidak peduli bagaimanapun tetap saja akan lebih rendah dibanding menantu elit yang baru kembali ke dari luar negeri? Lalu bagaimana aku bisa membantunya?”
Setelah mendengar ucapan Eric, Iva tahu kalau dia masih kesal dan marah karena urusan kemarin malam. Dia pun langsung panik dan cemas, lalu air matanya mengalir.
" Eric, bibi kedua aku ini benar-benar salah. Tolong bantulah Kevin. Uang untuk membeli rumah itu adalah uang hutangan. Sekarang malah ditipu begini. Jika pengangkatan jabatan Kevin benar-benar gagal, lalu bagaimana dengan keluarga kami?”
“Benar sekali, Kak Eric, tolong tunjukan cara dan jalan yang benar dan jelas kepadaku.”
Kevin juga memohon dengan matanya yang memerah.
Dia bicara sambil perlahan menekuk kedua lututnya, dan benar-benar berlutut kepada Eric.
Saat ini, hati Kevin benar-benar pahit.
Dia bagaimanapun seorang elit yang berpendidikan top yang baru kembali dari luar negeri. Tapi pada saat ini, malah berlutut di depan orang lain untuk memohon.
Dan Iva merasakan hal yang sama. Harus tahu saja, dia dari dulu selalu meremehkan Eric, menantu yang bisa-bisanya tinggal di rumah pihak wanita.
Tapi sekarang...
Eric mengerutkan kening dan berkata dengan santai, "Jangan berlutut lagi."
Mereka berdua terkejut, mendongakkan kepalanya menatap Eric.
Eric melambaikan tangannya dan berkata dengan tidak sabar, "Sudahlah, bagaimanapun kalian juga adalah kerabatku.”
“Terima kasih banyak Kak Eric.”
"Terima kasih, Eric."
Dua orang itu terus terusan berterima kasih, lalu berdiri lagi.
Eric mengulurkan jarinya dan mengetuk di bagian tengah-tengah hidung di antara kedua mata dan juga di ujung hidung Kevin.
Dua garis hitam yang tidak bisa dilihat orang biasa menghilang dalam sekejap.
Bagian tengah hidung dan juga ujung hidungnya langsung kembali cerah dalam sekejap.
Setelah itu, Eric mengeluarkan selembar kertas lagi dan menulis sesuatu untuk Kevin.
"Dekor rumah dan kantormu sesuai seperti dekorasi ini.”
Kevin mengambil kertas itu seperti mengambil harta karun. Lalu bekata penuh rasa terima kasih, “Terima kasih banyak Kak Eric.”
Eric memandang mereka berdua dan berkata dengan santai, "Kedepannya, lebih cerahkan mental dan pikiranmu, jangan selalu berkata tajam dan kasar, menghina orang lain dan menyombangkan diri. Maka, nasibmu pun tentu saja akan ikut jadi baik.”
Selesai bicara, Eric berbalik dan pergi.
Kevin dengan hati-hati melipat selembar kertas yang ditulis oleh Eric, dan memasukkannya ke dalam sakunya.
“ Kevin, menurutmu... apa Eric benar-benar bisa melakukan itu?” Tanya Iva.
Wajah Kevin tampak terkejut, setelah diam beberapa saat, dia perlahan berkata, “Kata orang, orang buta bisa melihat hal-hal yang tak bisa dilihat orang biasa seperti kita.”
“Apalagi... menurutku, Eric dulu hanya pura-pura buta saja. mungkin juga karena dia ingin melatih diri.”
"Jadi, aku masih saja memilih untuk mempercayainya."
Setelah membayar, mereka berdua pun keluar dari kafe.
Pada saat ini, ponsel Kevin berdering.
Dia mengambilnya dan memeriksanya, dia langsung terkejut.

Download APP, continue reading

Chapters

95