Bab 6 Baju Haram

by Nietha_setiaji 20:24,Aug 05,2023
BAJU HARAM




“Ayo Bintang ikut bude,” ucap bu Anna seraya meraih Bintang yang ada di pangkuanku.

“Bintang ikut bude Anna ya,” ucapku pada Bintang. Bersyukur sepertinya Bintang mau dan tidak ada penolakan.

“Anak pinter, sayangnya bude Anna,” ucap bu Anna yang cukup luwes menggendong bayi, jelas karena dia sudah berpengalaman dengan tiga orang anak.

“Wah Bintang mau sama saya bu Hesti,” lanjut bu Anna seraya melihat ke arahku.

“Mungkin karna bayi bisa menilai yang benar benar baik sama dia dan yang pura pura, jadi kalau ketemu sama yang baiknya kayak bu Anna, ya anteng,” ucap bu RT seolah seperti melontarkan pujian.

“Ah bu RT ini,” ucap bu Anna seraya tersenyum.

“Ayo kita bersiap, saya akan merubah bu Hesti menjadi more beautiful,” ucap bu RT yang kemudian mengeluarkan beberapa perlengkapan make up dari kotak besar yang sepertinya terbuat dari material besi. Box make up yang cukup besar untuk ukuran ibu rumah tangga, karena biasanya kotak penyimpanan make up seperti itu dipakai perias wajah profesional sebagai perlengkapan penunjang pekerjaan.

“Wah bu RT, ini milik bu RT?” tanya bu Anna dengan tatapan bulat penuh.

“Ya, iya dong bu Anna, masak milik suami saya,” ucap bu RT yang kemudian membuka box make up berwarna silver itu.

“Wah,” ucapku juga bu Anna, semakin takjub dengan pandangan mata sempurna.



Dari dalam box itu terpampang nyata alat make up yang cukup banyak. Entah apalah namanya, aku melihat ada bedak, aneka lipstik, foundation, pelembab, eyeshadow segala macam warna, pensil alis yang beragam dan lainnya.

“Bu RT dulu make up artis ya?” tanya bu Anna dengan polosnya.

“Tidak ibu ibu, ini milik pribadi, ibu ibu sudah tahu lah, saya ini hobi dandan,” ucap  bu RT seraya tersenyum.

“Ayo kita coba, jilbabnya dilepas dulu bu Hesti,” ucap bu RT.



Bu RT mulai menjalankan misinya, memoles wajah polosku dari awal tahap, terus saja bicara seolah mengajarkan apa saja yang dia lakukan pada wajahku. Benar benar sudah seperti pengajar profesional, bu RT benar benar menjelaskan secara rinci bagaimana cara menggunakan make up yang baik. Setelah sekitar kurang lebih tiga puluh menit, wajah polosku yang juga kusam sudah berubah menjadi luar biasa.

“Wah, ini bu Hesti? Ayu tenan,” ucap bu Anna.

“Bintang, lihat mamahmu, ayune pol,” ucap bu Anna pada Bintang yang masih cukup anteng di pangkuan bu Anna.

“Ma, ma, ma,” celoteh Bintang seraya melihatku.

“You’re amazing, beautiful,” ucap bu RT.

“Cantik sekali hasil karya bu RT,” ucap bu Anna.

“Padahal saya hanya membuat riasan natural, ya, karna pada dasarnya bu Hesti ini sudah cantik, hanya saja kurang terawat,” ucap bu RT.

“Benarkah bu? coba saya lihat ke kaca,” ucapku seraya meraih kaca bulat yang ada di atas meja.

“Wah, ini saya bu?” tanyaku yang seperti tidak percaya ketika melihat gambaran seseorang yang muncul di cermin.

“Wah bu Hesti ini, langsung lupa diri sendiri,” ucap bu RT.

“Saya bisa cantik seperti ini bu?” tanyaku. Mendengar hal itu, bu RT dan bu Anna segera mengangguk dengan cepat.



Aku terdiam, pikiranku melayang ke peristiwa pagi tadi.

“Apa setelah melihatku seperti ini, kau tetap akan menganggapku si buruk rupa?” ucapku dalam hati.

“Aku juga bisa cantik mas, seperti ini, cantik,” ucapku yakin, hanya ucapan dalam hati, seolah sedang bicara dengan mas Hanung.

“Bu RT. Beli perlengkapan make up di mana ya, saya ya pengen belajar sedikit sedikit,” ucap bu Anna.

“Bu Anna mau? nanti beli di kenalan saya saja, pasti akan diberi diskon,” ucap bu RT.

“Saya juga bu, ada cicilan tidak?” tanyaku seraya mengedipkan mata.

“Ada, tiga kali,” ucap bu RT dengan mata berbinar.

“Wah, cocok itu bu,” ucap bu Anna.

“Is there anything i can’t do?” ucap bu RT seraya membanggakan dirinya. Aku dan bu Anna segera mengarahkan jempol masing masing ke arah bu RT.

“Luar biasa bu RT,” ucap bu Anna.

“You’re an incredible friend,” ucapku mengikuti logat bu RT yang suka mencampur campur bahasa.

“Daebag,” ucap bu Anna seraya tersenyum sembari melihatku, begitulah  ibu ibu penggemar drama Korea.



Aku sudah menggendong Bintang, dia terus menatapku, memandangi wajahku.

“Bu RT, saya harus pulang dulu, Adam sebentar lagi pulang sekolah,” ucapku.

“Saya ucapkan terimakasih bu RT,” lanjutku seraya memberi hormat.

“Tidak apa apa bu Hesti, saya malah senang sekali jika bisa bermanfaat untuk orang lain. Besok ke sini lagi ya, kan saya belum menceritakan kisah cinta saya,” ucap bu RT.

“Wah, iya bu RT, saya juga penasaran, tadi sibuk belajar merias wajah,” ucap bu Anna.

“Besok, besok saya akan menceritakan, jadi bu Anna dan bu Hesti harus datang lagi,” ucap bu RT.

“Saya pulang dulu ya bu RT, anak anak juga sebentar lagi pulang dari tempat les,” ucap bu Anna.

“Thank you for coming ibu ibu,” ucap bu RT.

Aku dan bu Anna segera  keluar dari rumah bu RT, bergegas pulang karena sebentar lagi mobil sekolah Adam akan tiba.

“Da bu Anna,” ucapku seraya melambaikan tangan setelah bu Anna sampai di belokan ke arah rumahnya.

“Mari bu Hesti,” ucap bu Anna seraya membalas lambaian tanganku.



Aku segera menuju ke rumah, dengan langkah kaki cepat, entah kenapa ini juga menjadi keahlianku sekarang, berjalan dengan cepat, tidak lagi seperti dulu. Mungkin karena sudah menjadi ibu ibu, semua serba cepat dan tepat, sat set, tidak lagi bisa bermalas malasan, gerak tubuh pun mengikuti iramanya.



Sesampainya di rumah, aku segera meletakkan Bintang di kasur lantai, memberinya aneka mainan.

“Bintang, mamah ambilkan makan siang dulu ya,” ucapku yang kemudian segera menyiapkan makan siang untuk bintang. Aku berjalan cepat mengambil bubur bayi untuk Bintang, sambil merapikan beberapa barang yang tidak berada pada posisinya. Tangan ini memang sudah mulai cukup ahli, dapat mengerjakan banyak hal dalam sekali waktu.

“Ayo kita makan bintang,” ucapku yang kemudian dengan kekuatan super, mulai menyuapi Bintang makan, sungguh ini adalah kegiatan yang membutuhkan kesabaran tingkat Dewa. Setelah selesai, aku segera merapikan Bintang, mengganti bajunya yang penuh dengan bubur bayi, kembali membuatnya bersih.



Selesai, sepertinya begitu mudah, tapi sejujurnya dalam prosesnya sungguh sangat luar biasa. Bibir mulai linu karena terus berbicara, menceritakan banyak hal supaya dia mau segera makan, minimal membuka mulut. Tidak jarang juga berjoget, menjadi pesawat terbang, kereta api, yang penting dia terpenuhi dalam nutrisi.



Aku menggendong Bintang, mengajak Bintang untuk mengambil pakaian kering di halaman belakang.

“Ah, sudah kering sayang,” ucapku pada bintang. Aku mengambil pakaian kering itu, seolah Bintang juga ingin membantu. Beberapa kali dia meraih bajunya, namun akhirnya menjatuhkannya.

“Tidak apa apa, nanti mamah cuci lagi, lain kali hati hati ya,” ucapku memberi komentar atas aksinya.



Aku segera membawa baju bersih itu ke dalam rumah, meletakkannya ke dalam keranjang. Setelah itu bergegas untuk pekerjaan selanjutnya. Aku melewati kaca besar, menghentikan langkah, lalu menoleh ke kaca itu, mendekat semakin dekat.

“Wah, aku bisa secantik ini?” ucapku.

“Apa aku tidak usah menghapusnya ya, akan aku tunjukkan pada mas Hanung bahwa istrinya pun bisa secantik ini, bukan lagi buruk rupa,” ucapku dalam hati.



Aku melihat daster dan kerudungku, segera melepaskan kerudung yang terkena cipratan bubur bayi.

“Mamah sampai lupa melepasnya,” ucapku.

Aku kembali melihat wajahku.

“Wah, cukup cantik,” ucapku yang kemudian mengurai rambut.

“Apa perlu pakai baju sexi?” ucapku yang kemudian tersenyum setelah melihat dan membayangkan penampilan yang hanya bisa aku perlihatkan pada suami.

“Ya, baju haram sedang trend, aku akan membelinya,” ucapku seraya tersenyum nakal.



Download APP, continue reading

Chapters

45