Bab 9 Ritual Malam
by Nietha_setiaji
20:33,Aug 05,2023
Ritual Malam
Aku masuk ke dalam kamar, mas Hanung terlihat sudah siap di tempat tidur, dengan senyum genitnya. Entah sudah berapa hari aku tidak melihat senyum itu, ya, karna ini biasanya terjadi sebulan sekali, atau paling sering sebulan dua kali. Maklum lah, keluarga dengan anak dua.
Aku tidak menyangka akan melewati malam indah ini, wah istimewa, berkat make up natural yang merubah si buruk rupa menjadi istimewa, oh bukan, yang alami tanpa riasan menjadi luar biasa. Aku tidak menyetujui pendapat itu, aku bukan buruk rupa. Tidak ada wanita yang buruk rupa, semua wanita cantik. Titik, tidak boleh ada koma.
Aku mendekat ke arah suamiku, dia terlihat menerimaku dengan begitu banyak cinta. Tangannya terbuka, siap menerimaku. Aku menjatuhkan diri ke pelukan suamiku. Sungguh sangat hangat dan membuat hatiku bahagia.
Hatiku bergetar, ritual malam yang begitu penuh gelora akan segera dimulai. Suami ke terlihat mulai memandangku, lalu tersenyum. Apa mungkin dia terpesona? oh, mungkin karna aku sangat cantik hari ini.
Suamiku mulai menciumku, ciuman lembut, sebentar lagi akan menjadi ciuman panas. Seingatku sudah tiga minggu yang lalu, terakhir kali kami menjalani ritual malam. Oh, aku sungguh tidak sabar.
Bibir kami berdua beradu, semakin lama semakin panas. Dia mulai tidak bisa mengendalikan diri, segera seluruh bajunya dia lepaskan. Begitu juga denganku, aku siap menjadi istri yang melayaninya dengan segenap jiwa raga.
Tiba tiba, aku mendengar suara itu, suara tangis Bintang. Aku segera melepaskan dekapan juga ciuman suamiku.
"Maaf," ucapku seraya menyambar daster yang ada di bawah tempat tidur, segera aku pakai sambil berjalan ke arah kamar anak anak.
"Bintang, iya sayang, mamah datang," ucapku yang segera melesat secepat kilat.
Aku masuk ke dalam kamar anak anak, benar saja, Bintang terbangun. Aku melihat dia sudah berdiri di pinggir box bayi.
"Sayang," ucapku seraya menggendong Bintang. Rupanya bintang haus, aku segera memangkunya, duduk di kursi yang biasa aku pakai untuk mengASIhi (memberikan ASI) aku segera memberikannya ASI, berharap dia segera kembali terlelap, melanjutkan tidur malamnya.
Setelah beberapa waktu, akhirnya Bintang kembali terlelap. Aku menghela nafas panjang, akhirnya. Aku segera bangkit dari duduk, dengan sangat hati hati, meletakkannya kembali ke dalam box. Aku melihat jam dinding, wah sudah hampir jam sebelas.
Aku mengendap endap keluar dari kamar anak anakku. Bergegas kembali ke kamar tidur, menuntaskan hasrat yang belum usai.
"Sayang, aku datang," ucapku. Aku bergegas membuka pintu kamar, seketika binar cahaya mata mulai meredup perlahan.
Aku mendapati mas Hanung sudah terlelap dalam tidur, bahkan sudah mulai keluar suara dengkuran. Secepat itu? aku melihat dia masih bertelanjang dada, apa mungkin dia begitu lelah.
Aku mendekat ke arah suamiku, mengecup dahinya. Menarik selimutnya, menutupi dada bidangnya.
"Apa tidak apa apa tidur bertelanjang dada," gumamku.
"Kenapa tidak sabar menunggu," gerutuku, namun aku tidak kecewa yang terlalu berlebihan, karna hal seperti ini sudah biasa, ya, sudah biasa.
Aku menurunkan suhu AC, lalu beranjak keluar dari kamar. Aku menuju ke tempat baju kering, membenahkannya, merapikannya, juga menyetrikanya.
"Satu jam, ya, satu jam lagi," ucapku. Aku akan membereskan baju ini, baru setelah itu tidur.
Begitulah, seorang istri, juga ibu, bangun paling pagi, juga tidur paling akhir. Sebisa mungkin mengerjakan apa yang bisa aku kerjakan, membenahi apa yang bisa dibenahi.
Tepat jam dua belas malam, aku berdiri di depan cermin besar yang ada di ruang tengah, menghapus make up yang menempel di wajahku.
"Tetap harus dihapus, jika tidak akan muncul masalah baru," gumamku.
Setelah memastikan bersih, aku berencana mengaplikasikan masker wajah yang sudah lama sekali aku beli, belum juga sempat dipakai. Baru juga berniat, rupanya kantung menjadi penghalang yang tidak mampu lagi dibendung.
Aku benar benar lelah, punggungku sudah mulai berontak, minta untuk dibaringkan. Ah, aku harus kembali lagi meletakkan masker wajah rasa semangka ini.
"Besok ya, aku akan memakaimu besok," ucapku pada masker wajah yang aku dapatkan dari mall beberapa bulan lalu.
Aku berjalan ke kamar anak anakku, beberapa saat menatap wajah wajah mereka. Putraku Adam, putra pertama ku, terlelap dalam tidur sembari memeluk guling kesayangannya.
"Maafkan mamah hari ini ya sayang, jika kurang bisa sabar, maafkan mamah, mamah akan berusaha untuk terus menjadi mamah yang lebih baik lagi. Terimakasih sudah menjadi anak bunda, Terimakasih sudah berusaha dewasa dan menjadi seorang kakak. Semoga Allah senantiasa memberi kemudahan dalam setiap langkahmu," ucapku pada Adam yang tertidur lelap, lalu aku mengecup keningnya.
Setelah itu, aku beranjak mendekat ke box bayi Bintang, membetulkan selimutnya uang sudah porak poranda tidak karuan.
"Bintang sayang, anak mamah yang berharga, maafkan mamah jika hari ini kurang memiliki kesabaran padamu, semoga mamah selalu bisa menjadi mamah yang terbaik untukmu. Terimakasih sudah menjadi anak mamah, Terimakasih sudah memberikan banyak senyum dan tawa untuk mamah, semoga Allah senantiasa memudahkan jalan hidupmu," ucapku pada Bintang, lalu aku juga mengecup dahinya.
Aku berjalan ke arah pintu, sekali lagi menoleh ke arah mereka, memastikan semuanya baik baik saja. Aku segera keluar dari kamar anak anakku, bergegas tidur, melepaskan lelah, mengisi daya untuk kembali dengan aktifitas yang sama.
Aku merebahkan tubuh, bersiap tidur di samping suamiku. Tiba tiba terdengar suara ponsel berbunyi, sepertinya ada pesan masuk. Aku yang sudah menarik selimut, kembali menurunkan selimut, mataku tidak jadi terpejam. Aku beranjak dari tempat tidur, mencari cari keberadaan ponsel itu, sepertinya bunyi itu berasal dari ponsel suamiku.
Aku melihat ponsel mas Hanung di bawah tempat tidur, dengan sangat hati hati aku coba mengambil ponsel itu. Di layar depan ada informasi mengenai pesan yang masuk.
“Pesan dari Sailor Moon?” bisikku. Aku membaca pesan masuk dari kontak yang bernama Sailor Moon, isinya adalah ucapan “Selamat Malam.”
Hatiku seperti mendapat hantaman keras, siapa orang yang mengirim pesan ke ponsel suamiku di tengah malam seperti ini? aku tidak ingin membiarkan pikiran juga hatiku memikirkan segala hal yang tidak penting.
Suamiku adalah laki laki yang baik, tidak mungkin dia berbuat yang tidak tidak, apalagi isi pesan itu hanya ucapan selamat malam. Aku menggeleng gelengkan kepala, menarik nafas panjang, menekan hatiku.
“Mungkin dari temannya,” ucapku, berusaha memberikan energi dan keyakinan positif.
Aku meletakkan ponsel itu ke tempatnya semula, dengan sangat hati hati, berharap suamiku tidak akan terbangun, lalu bergegas untuk kembali ke tempat tidur. Aku berusaha memejamkan mata, namun jujur hal itu tetap mengganggu pikiranku. Siapa dia? Sailor Moon?
Aku masuk ke dalam kamar, mas Hanung terlihat sudah siap di tempat tidur, dengan senyum genitnya. Entah sudah berapa hari aku tidak melihat senyum itu, ya, karna ini biasanya terjadi sebulan sekali, atau paling sering sebulan dua kali. Maklum lah, keluarga dengan anak dua.
Aku tidak menyangka akan melewati malam indah ini, wah istimewa, berkat make up natural yang merubah si buruk rupa menjadi istimewa, oh bukan, yang alami tanpa riasan menjadi luar biasa. Aku tidak menyetujui pendapat itu, aku bukan buruk rupa. Tidak ada wanita yang buruk rupa, semua wanita cantik. Titik, tidak boleh ada koma.
Aku mendekat ke arah suamiku, dia terlihat menerimaku dengan begitu banyak cinta. Tangannya terbuka, siap menerimaku. Aku menjatuhkan diri ke pelukan suamiku. Sungguh sangat hangat dan membuat hatiku bahagia.
Hatiku bergetar, ritual malam yang begitu penuh gelora akan segera dimulai. Suami ke terlihat mulai memandangku, lalu tersenyum. Apa mungkin dia terpesona? oh, mungkin karna aku sangat cantik hari ini.
Suamiku mulai menciumku, ciuman lembut, sebentar lagi akan menjadi ciuman panas. Seingatku sudah tiga minggu yang lalu, terakhir kali kami menjalani ritual malam. Oh, aku sungguh tidak sabar.
Bibir kami berdua beradu, semakin lama semakin panas. Dia mulai tidak bisa mengendalikan diri, segera seluruh bajunya dia lepaskan. Begitu juga denganku, aku siap menjadi istri yang melayaninya dengan segenap jiwa raga.
Tiba tiba, aku mendengar suara itu, suara tangis Bintang. Aku segera melepaskan dekapan juga ciuman suamiku.
"Maaf," ucapku seraya menyambar daster yang ada di bawah tempat tidur, segera aku pakai sambil berjalan ke arah kamar anak anak.
"Bintang, iya sayang, mamah datang," ucapku yang segera melesat secepat kilat.
Aku masuk ke dalam kamar anak anak, benar saja, Bintang terbangun. Aku melihat dia sudah berdiri di pinggir box bayi.
"Sayang," ucapku seraya menggendong Bintang. Rupanya bintang haus, aku segera memangkunya, duduk di kursi yang biasa aku pakai untuk mengASIhi (memberikan ASI) aku segera memberikannya ASI, berharap dia segera kembali terlelap, melanjutkan tidur malamnya.
Setelah beberapa waktu, akhirnya Bintang kembali terlelap. Aku menghela nafas panjang, akhirnya. Aku segera bangkit dari duduk, dengan sangat hati hati, meletakkannya kembali ke dalam box. Aku melihat jam dinding, wah sudah hampir jam sebelas.
Aku mengendap endap keluar dari kamar anak anakku. Bergegas kembali ke kamar tidur, menuntaskan hasrat yang belum usai.
"Sayang, aku datang," ucapku. Aku bergegas membuka pintu kamar, seketika binar cahaya mata mulai meredup perlahan.
Aku mendapati mas Hanung sudah terlelap dalam tidur, bahkan sudah mulai keluar suara dengkuran. Secepat itu? aku melihat dia masih bertelanjang dada, apa mungkin dia begitu lelah.
Aku mendekat ke arah suamiku, mengecup dahinya. Menarik selimutnya, menutupi dada bidangnya.
"Apa tidak apa apa tidur bertelanjang dada," gumamku.
"Kenapa tidak sabar menunggu," gerutuku, namun aku tidak kecewa yang terlalu berlebihan, karna hal seperti ini sudah biasa, ya, sudah biasa.
Aku menurunkan suhu AC, lalu beranjak keluar dari kamar. Aku menuju ke tempat baju kering, membenahkannya, merapikannya, juga menyetrikanya.
"Satu jam, ya, satu jam lagi," ucapku. Aku akan membereskan baju ini, baru setelah itu tidur.
Begitulah, seorang istri, juga ibu, bangun paling pagi, juga tidur paling akhir. Sebisa mungkin mengerjakan apa yang bisa aku kerjakan, membenahi apa yang bisa dibenahi.
Tepat jam dua belas malam, aku berdiri di depan cermin besar yang ada di ruang tengah, menghapus make up yang menempel di wajahku.
"Tetap harus dihapus, jika tidak akan muncul masalah baru," gumamku.
Setelah memastikan bersih, aku berencana mengaplikasikan masker wajah yang sudah lama sekali aku beli, belum juga sempat dipakai. Baru juga berniat, rupanya kantung menjadi penghalang yang tidak mampu lagi dibendung.
Aku benar benar lelah, punggungku sudah mulai berontak, minta untuk dibaringkan. Ah, aku harus kembali lagi meletakkan masker wajah rasa semangka ini.
"Besok ya, aku akan memakaimu besok," ucapku pada masker wajah yang aku dapatkan dari mall beberapa bulan lalu.
Aku berjalan ke kamar anak anakku, beberapa saat menatap wajah wajah mereka. Putraku Adam, putra pertama ku, terlelap dalam tidur sembari memeluk guling kesayangannya.
"Maafkan mamah hari ini ya sayang, jika kurang bisa sabar, maafkan mamah, mamah akan berusaha untuk terus menjadi mamah yang lebih baik lagi. Terimakasih sudah menjadi anak bunda, Terimakasih sudah berusaha dewasa dan menjadi seorang kakak. Semoga Allah senantiasa memberi kemudahan dalam setiap langkahmu," ucapku pada Adam yang tertidur lelap, lalu aku mengecup keningnya.
Setelah itu, aku beranjak mendekat ke box bayi Bintang, membetulkan selimutnya uang sudah porak poranda tidak karuan.
"Bintang sayang, anak mamah yang berharga, maafkan mamah jika hari ini kurang memiliki kesabaran padamu, semoga mamah selalu bisa menjadi mamah yang terbaik untukmu. Terimakasih sudah menjadi anak mamah, Terimakasih sudah memberikan banyak senyum dan tawa untuk mamah, semoga Allah senantiasa memudahkan jalan hidupmu," ucapku pada Bintang, lalu aku juga mengecup dahinya.
Aku berjalan ke arah pintu, sekali lagi menoleh ke arah mereka, memastikan semuanya baik baik saja. Aku segera keluar dari kamar anak anakku, bergegas tidur, melepaskan lelah, mengisi daya untuk kembali dengan aktifitas yang sama.
Aku merebahkan tubuh, bersiap tidur di samping suamiku. Tiba tiba terdengar suara ponsel berbunyi, sepertinya ada pesan masuk. Aku yang sudah menarik selimut, kembali menurunkan selimut, mataku tidak jadi terpejam. Aku beranjak dari tempat tidur, mencari cari keberadaan ponsel itu, sepertinya bunyi itu berasal dari ponsel suamiku.
Aku melihat ponsel mas Hanung di bawah tempat tidur, dengan sangat hati hati aku coba mengambil ponsel itu. Di layar depan ada informasi mengenai pesan yang masuk.
“Pesan dari Sailor Moon?” bisikku. Aku membaca pesan masuk dari kontak yang bernama Sailor Moon, isinya adalah ucapan “Selamat Malam.”
Hatiku seperti mendapat hantaman keras, siapa orang yang mengirim pesan ke ponsel suamiku di tengah malam seperti ini? aku tidak ingin membiarkan pikiran juga hatiku memikirkan segala hal yang tidak penting.
Suamiku adalah laki laki yang baik, tidak mungkin dia berbuat yang tidak tidak, apalagi isi pesan itu hanya ucapan selamat malam. Aku menggeleng gelengkan kepala, menarik nafas panjang, menekan hatiku.
“Mungkin dari temannya,” ucapku, berusaha memberikan energi dan keyakinan positif.
Aku meletakkan ponsel itu ke tempatnya semula, dengan sangat hati hati, berharap suamiku tidak akan terbangun, lalu bergegas untuk kembali ke tempat tidur. Aku berusaha memejamkan mata, namun jujur hal itu tetap mengganggu pikiranku. Siapa dia? Sailor Moon?
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved