Bab 2 Sulit Menjelaskan

by Reza Oktavian 10:30,Oct 26,2021
Lupin tidak menyangka Bibi Livi yang biasanya tampak bermartabat dan berbudi luhur ternyata adalah orang seperti ini. Tapi setelah dipikirkan kembali, Lupin bisa mengerti kenapa begitu.

Siapa yang tidak memiliki kebutuhan fisik? Dia sudah hidup sebagai janda dua tahun, menyelesaikan hal ini sendiri adalah hal yang wajar.

Hanya saja, Lupin sangat ragu sekarang. Karena posisi itu terlalu sensitif.

Sementara Livia sudah tidak peduli dengan pemikiran Lupin, dia langsung mengangkat roknya dan melepas celana dalam hitamnya...

Gerakan ini membuat mata Lupin membesar. Meskipun Lupin sudah berusia 24 tahun dan dia juga seorang mahasiswa, karena personalitasnya yang pemalu, jangankan memiliki pacar, Lupin bahkan belum pernah memegang tangan gadis.

Lupin hanya pernah melihat bagian sensitif wanita di film, hal itu mana mungkin bisa berbanding dengan veri nyata di depan mata? Perasangan ini membuat mulut Lupin terasa sangat kering.

" Pipin, kamu tidak boleh sembarang berpikir. Cepat bantu aku lihat, bagian bawahku terasa sangat tidak enak!"

Meskipun sudah menjadi istri orang, Livia tetap merasa sangat malu ketika bagian bawahnya dilihat oleh pria asing.

Hanya saja, gerakan melepaskan celana dalam membuat bagian bawahnya terasa semakin tidak enak.

Untuk sekarang, Livia hanya ingin cepat mengeluarkan benda itu dari bagian bawahnya, tidak bisa mempedulikan masalah pria dan wanita lagi.

"Itu... Bibi, kalau begitu... aku mulai ya?"

Kata-kata Livia berhasil menarik Lupin kembali ke realitas, ekspresinya tampak sangat canggung.

"Iya! Cepat!"

Livia mengangguk dengan wajah memerah.

Mendapat dorongan, Lupin pun memberanikan diri untuk mengulurkan tangannya ke arah bagian dalam Livia.

"Ah!"

Merasa sentuhan sepasang tangan yang besar, Livia tidak bisa menahan diri dan berteriak.

Sementara Lupin juga terkejut dengan suara teriakan Livia, dia tidak menyangka reaksi Livia akan begitu besar.

"Bibi, aku sedang mengobati kamu sekarang, tahan sedikit ya..."

Lupin berkata dengan ekspresi tidak tahu harus ketawa atau menangis.

"Maaf, maaf, aku... aku akan tahan"

Kalau bisa, Livia akan menggali sebuah lubang dan segera bersembunyi di dalam. Dia sudah lama tidak merasakan hal seperti ini, ditambah ada benda besar yang terjatuh di dalam, makanya reaksi dia begitu besar.

"Uhm. Bibi, kamu coba buka kedua kakimu agak lebar, biar aku bisa melihat bagian yang sakit!"

Lupin berkata sambil mengeluarkan batuk dengan canggung.

Sambil berkata, Lupin mengeluarkan senter dan obor medis dari ktoak obatnya.

Sebenarnya masalah ini sangat mudah ditangani, dia hanya perlu jepit timun di dalam dan menariknya keluar. Hanya saja, sebelum itu dia harus mencari timun itu ada dimana dulu.

"Iya!" Livia menoleh ke samping dengan ekspresi yang malu, memejamkan kedua matanya dengan erat, kemudian membuka bagian sananya dengan gerakan yang terlatih...

Gerakan ini benar-benar terlalu memalukan, sampai dia tidak ada keberanian bisa melihat mata Lupin.

Lupin meletakkan senter ke dalam mulut, mengarahkan cahaya ke arah dalam Livia.

"Sudah ketemu!"

Mata Lupin mengedipkan cahaya dan dia segera memasukkan obor ke dalam.

"Uh... uh..."

Merasa ada benda asing yang masuk, tubuh Livia tidak bisa mengontrol diri dan bergetar sejenak.

"Bibi, jangan bergerak. Sudah mau selesai!"

Lupin mengerutkan alisya. Kalau Livia terus gerak sana sini, dia sama sekali tidak bisa menjepit timun dengan baik, bahkan Livia bisa jadi akan terluka.

"Baik, baiklah..." Livia menggigit bibirnya, berusaha menenangkan dirinya.

Pada saat itu, Lupin baru berani lanjut bertingkah. Di bawah bantuan senter, Lupin menemukan posisi timun dengan cepat dan menjepit timun dengan alat obor medis.

Selanjutnya, Lupin menarik timun ke arah luar dan gerakan ini langsung membuat Livia berteriak.

"Bibi, tahanlah!"

Lupin kaget dengan suara teriakan Livia, tangannya ikut gemetar dan obor pun terjatuh keluar lagi. Hal ini membuat dia harus ulang mencari posisi timun berada lagi.

"Uh... Pipin, kamu cepat, bibi sudah tidak bisa tahan lagi..."

Merasakan sesuatu bergerak sana sini di bagian dalamnya, nafsu Livia menjadi terangsang dan bagian bawahnya ikut dilanda bencana...

Sialan! Lupin tercengang di tempat, setelah gagal beberapa kali, akhirnya sudah mau berhasil.

"Bibi, kamu tahan sebentar, sudah mau siap"

Lupin berkata dengan suara yang tidak begitu jelas dengan kondisi senter masih berada di dalam mulutnya.

Hanya saja, Livia sepertinya sudah tenggelam dia perasaanya. Dia mengabaikan Lupin secara total.

Cuaca benar-benar terlalu panas, kipas angin di dalam rumah juga tidak begitu membantu. Baju Livia sudah basah total, dadanya yang berisi bisa dilihat dengna jelas dan pemandangan ini membuat mata Lupin membesar lagi, memiliki keinginan untuk memegangnya.

"Ah! Pipin, kenapa... kenapa jadi masuk lagi?"

Suara Livia menjadi semakin tinggi dan semangat.

"Maaf. Salah, salah."

Lupin terkejut dan salah fokus, sehingga dia tidak sengaja mendorong timun ke arah dalam.

Sementara gerakan ini membuat Livia semakin terangsang.

"Huh!" Setelah menghabiskan banyak tenaga, akhirnya timun itu keluar secara perlahan.

Sementara di tengah proses ini, mata Lupin telah diberi berkah yang besar.

Namun, untuk pemula seperti Lupin, berkah seperti ini terasa sangat sengsara. Bagian bawahnya sudah tegang seperti besi, celananya tampak sudah mau sobek.

Sialan, adegan asli benar-benar jauh lebih merangsang daripada menonton film.

Mata Lupin memancarkan cahaya, dia merasa dirinya adalah pemerean utama pria di dalam film yang dia nonton pada biasanya.

"Huh! Akhirnya sudah mau keluar"

Setelah menghabiskan tenaga, akhirnya timun yang patah di dalam sudah mau keluar. Lupin tersenyum dengan lega.

Siapa tahu pada saat itu juga, tubuh Livia tiba-tiba bergetar, bagian bawahnya menyusut dan timun yang mau keluar dihisap masuk lagi.

Apaan ini? Lupin sekali lagi tercengang di tempat.

Meskipun Lupin adalah seorang pemula, dia mengerti kondisi saat ini. Bukannya wanita-wanita di dalam film juga bertingkah seperti itu?

Bagian sana Livia masih sedang bergerak buka dan tutup, mata Livia dan senyuman tipisnya yang cantik juga tampak tenggelam dalam perasaan. Wajah Livia juga tampak semakin memerah.

Adegan ini membuat Lupin tidak bia menahan diri lagi. Tubuhnya terasa seperti sedang digigit oleh ribuan semut, dia sudah tidak sabar mau mencari tempat melampiaskan nafsunya.

"Sungguh besar!"

Pada saat itu, Lupin baru sadar kancing baju Livia tidak tahu sejak kapan terbuka.

Dua gumpalan besar itu bergerak naik turun mengikuti nafas Livia yang sesak. Dua noda merah yang samar juga keluar dari waktu ke waktu, memancarkan godaan yang fatal.

Kedua mata Lupin memerah, dia tidak bisa menahan lagi. Lupin langsung melepaskan celananya dan menekan Livia dengan kasar.

Etika dokter apaan? Bibi apaan? Semuanya omong kosong. Pemikiran di otak Lupin saat ini hanya satu, yaitu menyelesaikannya!

" Livia, Livia cepat keluar!"

Siapa tahu, pada saat ini sebuah suara teriakan pria tiba-tiba berdering. Lupin yang kaget juga segera memakai celananya kembali dan berdiri.

"Gawat! Roddy di luar, cepat sembunyikan dirimu!"

Livia yang terkejut juga segera memakai roknya dan timun di dalam pun jatuh juga pada saat itu.

Roddy adalah abangnya suami Livia yang sudah meninggal. Kalau Roddy melihat Livia bersama pria lain dengan kondisi pakaian berantakan, mau bagaimana Livia menjelaskan pun tidak akan ada yang percaya lagi.

Lupin juga merasa sangat panik, tapi dia tidak tahu harus bersembunyi dimana.

" Livia, aku tahu kamu di rumah. Jangan pura-pura tidak bersuara. Aku langsung masuk ya!"

Kecepatan beraksi Roddy sangat tinggi. Begitu suaranya berdering lagi, pintu sudah terbuka.

Adegan di hadapannya membuat Roddy berteriak dengan suara yang memekakkan telinga.

"Kamu si wanita jalang ini, berani melakukan hal seperti ini dengan pria lain di rumah!"

Download APP, continue reading

Chapters

387