Bab 6 Permintaan Abang
by Reza Oktavian
10:33,Oct 26,2021
"Halo! Bang, bukannya kamu sedang sibuk di lokasi konstruksi? Kenapa ada waktu telpon aku?"
Lupin merasa agak kaget. Karena begitu tiba di lokasi konstruksi, Lupus jarang menelponnya.
"Iya, kerjaan hari ini tidak banyak, jadi aku sudah di rumah! Oh iya, nanti kamu pulang lebih awal saja, malam ini datang rumahku makan. Kita bisa minum yang enak bersama"
Suara Lupus terdengar agak berat dan rendah.
"Baik, kalau begitu aku pulang sebentar lagi"
Lupin setuju tanpa meragu.
Begitu matahari terbenam pada jam 7 malam, Lupin pun menutup pintu klinik dan bergegas pulang rumah dengan sepeda listriknya.
Sejak Lupus mulai tinggal sendiri bersama istrinya, Lupin sudah jarang makan bersamanya.
Di dalam pedesaan, pindah keluar dan memiliki rumah sendiri berarti menjalani kehidupan masing-masing. Kecuali orang tua sudah berusia sangat tinggi, kalau tidak para anak-anak jarang makan bersama orang tuanya lagi.
Setelah tiba di rumah, Lupin memberi tahu orang tuanya dan berlari ke rumah Lupus.
Kondisi ayah mereka yang bernama Lepen Heis kurang sehat, sehingga tidak boleh minum bir. Jadi Lupin tidak mengajaknya bersama.
" Pipin, kamu sudah pulang ya. Cepat duduk dulu, kakak iparmu masih ada dua lauk yang belum masak. Kita berdua minum dulu"
Lupus menyambut Lupin dengan ramah. Di atas meja sudah ada beberapa botol bir.
"Bang, malam ini kamu mau pesta besar-besaran ya"
Melihat bir di atas meja, Lupin pun tersenyum.
"Kita berdua sudah lama tidak minum bersama. Kebersamaan kita harus dirayakan dengan pesta besar-besaran"
Lupus tersenyum dengan paksa. Ekspresinya tampak sangat berat dan memiliki masalah. Hanya saja Lupin yang suasana hatinya sedang bahagia tidak menyadari hal ini.
"Baiklah, hari ini aku akan menemani abang sampai pagi"
"Hei bang, agak perlahan minumnya, jangan buru-buru"
Lupus yang memiliki masalah di hati langsung menghabiskan dua botol bir dalam sekaligus. Hal ini membuat Lupin merasa ada sesuatu yang salah.
"Bang, kamu kenapa? Kalau ada masalah, cerita bersama adikmu ini"
Mau bagaimanapun, mereka adalah saudara kandung. Sampai di sini, Lupin juga sadar abangnya sedang menderita masalah.
" Pipin, aku tanya kamu, apakah kamu pacaran bersama wanita janda Livia itu?"
Begitu efek samping alkohol mulai berjalan, Lupus pun mulai berbicara tanpa pikir panjang.
"Bang, jangan bicara sembarangan. Kamu dari mana tahu hal ini?"
Merasa kaget dengan kata-kata abangnya, Lupin segera bertanya.
" Roddy sudah beri tahu aku semuanya. Kamu cepat jawab aku, apakah hal ini benar?"
Lupus bertanya.
"Sialan, Roddy si bajingan itu memang suka bicara sembarangan. Minta dipukul!"
Kemarahan Lupin langsung memuncak.
"Jadi kamu sungguh pacaran bersama Si janda Livia itu?"
Melihat reaksi Lupin, Lupus pun mengerutkan alisnya.
Sejujurnya dari dalam hati Lupus merasa agak marah kepada adiknya ini. Kalau bukan karena Lupin menyinggung Roddy, Roddy juga tidak akan mengancam Lupus.
"Bang, kamu dengar aku jelaskan. Aku mana mungkin bisa melakukan hal seperti ini? Roddy si bajingan itu yang..."
Lupin segera menjelaskan hal ini. Tentu saja, dia tidak berani mengatakan kejadian yang sebenarnya, dia berkata Livia menyuruh dia untuk memeriksa tubuhnya karena sedang tidak enak badan.
"Ternyata begitu. Tapi mau bagaimanapun, Bibi Livi itu seorang janda. Kalau mau berobat, suruh dia pergi ke klinikmu saja. Biar orang tidak sembarang mengossip"
Lupus tentu saja percaya kepada kata-kata adiknya. Dia tahu dan mengenal adiknya itu orang seperti apa. Mau bagaimanapun, adiknya itu mahasiswa yang berpengetahuan, tentu saja dia tahu hal apa yang tidak pantas dilakukan.
"Bang, aku tahu. Aku akan lebih perhatikan lagi kedepannya"
Lupin mengangguk.
"Oh iya bang, jangan-jangan Roddy si bajingan itu sudah menyebar masalah ini kemana-mana?"
Lupin tiba-tiba panik.
Kalau sungguh begitu, masalah ini akan sangat sulit ditangani. Meskipun kebanyakan orang seharusnya tidak akan percaya, tapi orang-orang desa ini pasti ada yang suka menggosip.
Namun, setelah berpikir kembali, Lupin merasa seharusnya masalah ini masih belum tersebar. Kalau tidak suasana di dalam rumah tidak akan masih begitu tenang. Hal pertama, orang tua Lupin pasti akan langsung membunuhnya begitu dia tiba di rumah.
"Tidak. Bajingan itu cuman datang cari aku saja"
Lupus berkata dengan ekspresi menggelap. Karena bekerja di lokasi instruksi pada jangka waktu yang panjang, kulit wajahnya tampak kasar dan hitam.
"Bajingan itu cari kamu buat apa?"
Lupin tercengang sejenak, kemudian bertanya.
Lupus tidak berkata apa pun. Dia mengambil bir di atas meja dan menghabiskannya lagi. Wajahnya yang berkulit gelap tampak memerah dan dia sudah tampak sedikit mabuk.
"Bang, kamu jangan minum lagi. Cepat beri tahu aku, bajingan itu cari kamu buat apa?"
Lupin segera merebut botol bir di tangan Lupus dan bertanya dengan cemas.
Lupus diam sejenak sebelum berkata secara perlahan: " Pipin, kamu merasa kakak iparmu bagaimana?"
"Kakak ipar?" Lupin tercengang sejenak. Dia melirik ke Marlisa yang sedang sibuk di dalam dapur, kemudian mengangguk dan berkata: "Kakak ipar sangat bermartabat, dia adalah seorang ibu rumah tangga dan wanita yang baik"
"Kalau begitu, menurutmu apakah kakak iparmu cantik?"
Lupin mengangguk dengan ekspresi yang aneh. Di dalam hati dia berpikir, istrimu cantik atau tidak, kamu sendiri tidak tahu? Pria mana yang tidak iri kepada kamu yang menikahi istri yang cantik?
"Kalau begitu, apakah kita itu saudara kandung?" Lupus bertanya lagi.
"Bukannya kata-kata itu tidak pantas menjadi sebuah pertanyaan? Bang, kamu mau bilang apa?" Lupin bertanya.
"Abang sedang menderita kesulitan sekarang. Apakah kamu mau bantu aku?"
Ekspresi Lupus menjadi serius, seolah-olah dia telah membuat sebuah keputusan besar.
"Bang, apa yang terjadi? Cepat beri tahu adikmu ini. Meskipun harus panjat ke gunung berpisau ataupun berenang di laut berapi, adik bersedia membantumu"
Lupin terkejut, segera menepuk dadanya dan berjanji.
Sejak kecil, Lupus selalu memperlakukan Lupin dengan baik. Bahkan setelah menumbuh dewasa dan mulai bekerja, Lupus membelikan pakaian dan makanan enak untuk Lupin begitu dia mulai memiliki penghasilan sendiri.
Sementara Lupin juga selalu mengingat kasih sayang abangnya di dalam hati.
Kalau abangnya memiliki masalah, Lupin akan segera membantunya tanpa berkata.
"Tidak perlu sampai panjat gunung berpisau ataupun berenang di laut berapi. Bahkan masalah ini adalah keuntungan bagimu. Sangat sederhana dan mudah dilakukan"
Lupus berkata dengan suara rendah.
"Kalau begitu kamu cepat ceritakan!" Lupin bertanya dengan ekspresi aneh.
"Sejujurnya, Roddy si bajingan itu mengancam aku. Dia menyuruh aku membiarkan kakak iparmu ditiduri olehnya! Kalau tidak dia akan menyebar masalah ini ke seluruh desa!"
Lupus berkata dengan dingin.
"Apa? Sialan, si bajingan itu sungguh terlalu kelewatan! Aku akan membunuhnya!"
Lupin memukul meja dan berdiri dengan marah.
"Kalian berdua sedang apa? Sampai begitu ribut. Aku sepertinya ada dengar Pipin menyebut nama Roddy, dia kenapa?"
Marlisa mendengar kebisingan dan menunjukkan kepalanya dari dapur. Dia tidak mendengar dengan jelas tentang hal yang sedang Lupin mereka ceritakan. Hanya mendengar nama Roddy dengan samar.
"Kakak ipar, tidak ada apa-apa. Kami hanya mengobrol saja"
Lupin terkejut, menahan kemarahan di dalam hati dan memaksa dirinya untuk tersenyum.
Masalah seperti ini lebih baiknya jangan beri tahu kakak iparnya, kalau tidak dia pasti akan marah besar.
"Oh, baiklah. Masih sisa satu lauk lagi, sebentar ya"
Marlisa menyajikan sepiring lauk ke atas meja, kemudian masuk ke dalam dapur lagi.
"Bang, habis makan kita pergi cari Roddy. Bajingan ini berani menginginkan kakak iparmu, aku akan memutuskan kakinya"
Lupin melirik ke arah dapur, kemudian berkata dengan suara kecil.
Lupin mengira Roddy menggunakan masalah dia bersama Livia untuk mengancam Lupus.
Pria yang sudah berusia lebih dari 40 tahun ini, berani menginginkan kakak iparmu, benar-benar cari mati!
" Pipin, meskipun Roddy benar-benar pantas dibunuh, tapi kita tidak boleh menyentuhnya"
Lupus segera menarik Lupin duduk kembali dan berkata dengan suara berat.
"Bang, aku tahu apa yang sedang kamu khawatirkan. Palingan biarin bajingan itu bicara sembarangan saja. Aku dan Livia memang tidak ada apa-apanya. Bajingan itu sampah, tidak akan ada yang percaya kepada kata-katanya. Jadi kamu tidak perlu khawatir"
Lupin berkata dengan wajah tidak peduli.
"Kamu tidak tahu, Roddy bukan mengancamku dengan masalah ini"
Lupus tercengang sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya. Waktu itu dia baru sadar ternyata adiknya salah paham.
"Kalau begitu, dia mengancammu dengan masalah apa?" Kali ini yang tercengang adalah Lupin.
"Apakah kamu tahu mengapa aku dan kakak iparmu tidak memiliki anak setelah menikah begitu banyak tahun?"
Eskpresi Lupin tampak sakit hati dan nada suaranya terasa tidak berdaya.
"Bang, kamu jangan pikir terlalu banyak. Masalah seperti ini harus dibiarkan berjalan secara alami"
Lupin mencoba untuk menghibur abangnya.
"Masalah ini tidak bisa dibiarkan berjalan secara alami. Untuk masalah ini, ada hal yang aku sembunyikan dari semua orang, sebenarnya aku yang..."
Lupus mengambil bir di atas meja, menghabiskannya dalam sekaligus, sampai matanya mulai mengalir air mata. Akhirnya dia mengatakan rahasia yang telah tersembunyi banyak tahun di dalam hati.
"Bang, kenapa kamu tidak mengatakannya lebih awal? Setidaknya kita bisa cari solusi bersama! Teknologi medis zaman sekarang sudah begitu maju, kalau rumah sakit daerah tidak bisa, kita bisa pergi ke rumah sakit perkotaan, kalau masih tidak bisa, kita bisa pergi ke rumah sakit provinsi! Masalahmu pasti akan ada solusinya!"
Lupin merasa sangat kaget, dia tidak menyangka abangnya yang hebat dan kuat memiliki rahasia seperti ini.
"Kamu tidak perlu hibur aku. Aku tahu teknologi medis sekarang sangat maju, tapi masalah seperti ini susah ditangani. Tidak akan ada solusinya!"
Lupus menggelengkan kepalanya dengan wajah tidak berdaya. Setelah bekerja di luar begitu lama, Lupus juga memiliki wawasan yang luas. Dia bahkan pernah diam-diam berkunjung ke rumah sakit besar di provinsi. Tapi ujung-ujungnya juga tidak ada hasil. Lupus sudah menerima takdir ini.
" Roddy menggunakan hal ini untuk mengancam aku, mau meniduri kakak iparmu. Aku mana mungkin bisa membiarkan bajingan itu berhasil? Jadi Pipin, kamu harus bantu abangmu ini!"
Lupus menarik tangan Lupin dengan ekspresi yang marah. Nada suaranya terdengar seperti sedang memohon.
"Bang, masalah seperti ini aku mau bagaimana membantumu? Apakah kamu mau menyuruh aku bunuh si bajingan itu?"
Lupin bertanya.
"Membunuh orang itu melanggar hukum. Abang mana mungkin menyuruh kamu melakukan hal seperti itu? Roddy mengancam aku dengan hal ini, tapi asal kakak iparmu hamil, dia sudah tidak bisa mengancamku lagi!"
Lupus segera menggelengkan kepala dan menjelaskan lebih lanjut.
"Tapi kamu kan..."
Lupin tercengang sejenak, tidak tega berkata terlalu terus terang. Di dalam hati dia berpikir, tapi bang kamu sudah menjadi begitu, bagaimana membuat kakak ipar hamil?
"Aku tidak bisa membuat kakak iparmu hamil, tapi kamu bisa!"
Berkata sampai sini, Lupus menghabiskan botol bir di tangannya lagi, seolah-olah sedang memberanikan diri dengan cara seperti ini.
Lupin merasa agak kaget. Karena begitu tiba di lokasi konstruksi, Lupus jarang menelponnya.
"Iya, kerjaan hari ini tidak banyak, jadi aku sudah di rumah! Oh iya, nanti kamu pulang lebih awal saja, malam ini datang rumahku makan. Kita bisa minum yang enak bersama"
Suara Lupus terdengar agak berat dan rendah.
"Baik, kalau begitu aku pulang sebentar lagi"
Lupin setuju tanpa meragu.
Begitu matahari terbenam pada jam 7 malam, Lupin pun menutup pintu klinik dan bergegas pulang rumah dengan sepeda listriknya.
Sejak Lupus mulai tinggal sendiri bersama istrinya, Lupin sudah jarang makan bersamanya.
Di dalam pedesaan, pindah keluar dan memiliki rumah sendiri berarti menjalani kehidupan masing-masing. Kecuali orang tua sudah berusia sangat tinggi, kalau tidak para anak-anak jarang makan bersama orang tuanya lagi.
Setelah tiba di rumah, Lupin memberi tahu orang tuanya dan berlari ke rumah Lupus.
Kondisi ayah mereka yang bernama Lepen Heis kurang sehat, sehingga tidak boleh minum bir. Jadi Lupin tidak mengajaknya bersama.
" Pipin, kamu sudah pulang ya. Cepat duduk dulu, kakak iparmu masih ada dua lauk yang belum masak. Kita berdua minum dulu"
Lupus menyambut Lupin dengan ramah. Di atas meja sudah ada beberapa botol bir.
"Bang, malam ini kamu mau pesta besar-besaran ya"
Melihat bir di atas meja, Lupin pun tersenyum.
"Kita berdua sudah lama tidak minum bersama. Kebersamaan kita harus dirayakan dengan pesta besar-besaran"
Lupus tersenyum dengan paksa. Ekspresinya tampak sangat berat dan memiliki masalah. Hanya saja Lupin yang suasana hatinya sedang bahagia tidak menyadari hal ini.
"Baiklah, hari ini aku akan menemani abang sampai pagi"
"Hei bang, agak perlahan minumnya, jangan buru-buru"
Lupus yang memiliki masalah di hati langsung menghabiskan dua botol bir dalam sekaligus. Hal ini membuat Lupin merasa ada sesuatu yang salah.
"Bang, kamu kenapa? Kalau ada masalah, cerita bersama adikmu ini"
Mau bagaimanapun, mereka adalah saudara kandung. Sampai di sini, Lupin juga sadar abangnya sedang menderita masalah.
" Pipin, aku tanya kamu, apakah kamu pacaran bersama wanita janda Livia itu?"
Begitu efek samping alkohol mulai berjalan, Lupus pun mulai berbicara tanpa pikir panjang.
"Bang, jangan bicara sembarangan. Kamu dari mana tahu hal ini?"
Merasa kaget dengan kata-kata abangnya, Lupin segera bertanya.
" Roddy sudah beri tahu aku semuanya. Kamu cepat jawab aku, apakah hal ini benar?"
Lupus bertanya.
"Sialan, Roddy si bajingan itu memang suka bicara sembarangan. Minta dipukul!"
Kemarahan Lupin langsung memuncak.
"Jadi kamu sungguh pacaran bersama Si janda Livia itu?"
Melihat reaksi Lupin, Lupus pun mengerutkan alisnya.
Sejujurnya dari dalam hati Lupus merasa agak marah kepada adiknya ini. Kalau bukan karena Lupin menyinggung Roddy, Roddy juga tidak akan mengancam Lupus.
"Bang, kamu dengar aku jelaskan. Aku mana mungkin bisa melakukan hal seperti ini? Roddy si bajingan itu yang..."
Lupin segera menjelaskan hal ini. Tentu saja, dia tidak berani mengatakan kejadian yang sebenarnya, dia berkata Livia menyuruh dia untuk memeriksa tubuhnya karena sedang tidak enak badan.
"Ternyata begitu. Tapi mau bagaimanapun, Bibi Livi itu seorang janda. Kalau mau berobat, suruh dia pergi ke klinikmu saja. Biar orang tidak sembarang mengossip"
Lupus tentu saja percaya kepada kata-kata adiknya. Dia tahu dan mengenal adiknya itu orang seperti apa. Mau bagaimanapun, adiknya itu mahasiswa yang berpengetahuan, tentu saja dia tahu hal apa yang tidak pantas dilakukan.
"Bang, aku tahu. Aku akan lebih perhatikan lagi kedepannya"
Lupin mengangguk.
"Oh iya bang, jangan-jangan Roddy si bajingan itu sudah menyebar masalah ini kemana-mana?"
Lupin tiba-tiba panik.
Kalau sungguh begitu, masalah ini akan sangat sulit ditangani. Meskipun kebanyakan orang seharusnya tidak akan percaya, tapi orang-orang desa ini pasti ada yang suka menggosip.
Namun, setelah berpikir kembali, Lupin merasa seharusnya masalah ini masih belum tersebar. Kalau tidak suasana di dalam rumah tidak akan masih begitu tenang. Hal pertama, orang tua Lupin pasti akan langsung membunuhnya begitu dia tiba di rumah.
"Tidak. Bajingan itu cuman datang cari aku saja"
Lupus berkata dengan ekspresi menggelap. Karena bekerja di lokasi instruksi pada jangka waktu yang panjang, kulit wajahnya tampak kasar dan hitam.
"Bajingan itu cari kamu buat apa?"
Lupin tercengang sejenak, kemudian bertanya.
Lupus tidak berkata apa pun. Dia mengambil bir di atas meja dan menghabiskannya lagi. Wajahnya yang berkulit gelap tampak memerah dan dia sudah tampak sedikit mabuk.
"Bang, kamu jangan minum lagi. Cepat beri tahu aku, bajingan itu cari kamu buat apa?"
Lupin segera merebut botol bir di tangan Lupus dan bertanya dengan cemas.
Lupus diam sejenak sebelum berkata secara perlahan: " Pipin, kamu merasa kakak iparmu bagaimana?"
"Kakak ipar?" Lupin tercengang sejenak. Dia melirik ke Marlisa yang sedang sibuk di dalam dapur, kemudian mengangguk dan berkata: "Kakak ipar sangat bermartabat, dia adalah seorang ibu rumah tangga dan wanita yang baik"
"Kalau begitu, menurutmu apakah kakak iparmu cantik?"
Lupin mengangguk dengan ekspresi yang aneh. Di dalam hati dia berpikir, istrimu cantik atau tidak, kamu sendiri tidak tahu? Pria mana yang tidak iri kepada kamu yang menikahi istri yang cantik?
"Kalau begitu, apakah kita itu saudara kandung?" Lupus bertanya lagi.
"Bukannya kata-kata itu tidak pantas menjadi sebuah pertanyaan? Bang, kamu mau bilang apa?" Lupin bertanya.
"Abang sedang menderita kesulitan sekarang. Apakah kamu mau bantu aku?"
Ekspresi Lupus menjadi serius, seolah-olah dia telah membuat sebuah keputusan besar.
"Bang, apa yang terjadi? Cepat beri tahu adikmu ini. Meskipun harus panjat ke gunung berpisau ataupun berenang di laut berapi, adik bersedia membantumu"
Lupin terkejut, segera menepuk dadanya dan berjanji.
Sejak kecil, Lupus selalu memperlakukan Lupin dengan baik. Bahkan setelah menumbuh dewasa dan mulai bekerja, Lupus membelikan pakaian dan makanan enak untuk Lupin begitu dia mulai memiliki penghasilan sendiri.
Sementara Lupin juga selalu mengingat kasih sayang abangnya di dalam hati.
Kalau abangnya memiliki masalah, Lupin akan segera membantunya tanpa berkata.
"Tidak perlu sampai panjat gunung berpisau ataupun berenang di laut berapi. Bahkan masalah ini adalah keuntungan bagimu. Sangat sederhana dan mudah dilakukan"
Lupus berkata dengan suara rendah.
"Kalau begitu kamu cepat ceritakan!" Lupin bertanya dengan ekspresi aneh.
"Sejujurnya, Roddy si bajingan itu mengancam aku. Dia menyuruh aku membiarkan kakak iparmu ditiduri olehnya! Kalau tidak dia akan menyebar masalah ini ke seluruh desa!"
Lupus berkata dengan dingin.
"Apa? Sialan, si bajingan itu sungguh terlalu kelewatan! Aku akan membunuhnya!"
Lupin memukul meja dan berdiri dengan marah.
"Kalian berdua sedang apa? Sampai begitu ribut. Aku sepertinya ada dengar Pipin menyebut nama Roddy, dia kenapa?"
Marlisa mendengar kebisingan dan menunjukkan kepalanya dari dapur. Dia tidak mendengar dengan jelas tentang hal yang sedang Lupin mereka ceritakan. Hanya mendengar nama Roddy dengan samar.
"Kakak ipar, tidak ada apa-apa. Kami hanya mengobrol saja"
Lupin terkejut, menahan kemarahan di dalam hati dan memaksa dirinya untuk tersenyum.
Masalah seperti ini lebih baiknya jangan beri tahu kakak iparnya, kalau tidak dia pasti akan marah besar.
"Oh, baiklah. Masih sisa satu lauk lagi, sebentar ya"
Marlisa menyajikan sepiring lauk ke atas meja, kemudian masuk ke dalam dapur lagi.
"Bang, habis makan kita pergi cari Roddy. Bajingan ini berani menginginkan kakak iparmu, aku akan memutuskan kakinya"
Lupin melirik ke arah dapur, kemudian berkata dengan suara kecil.
Lupin mengira Roddy menggunakan masalah dia bersama Livia untuk mengancam Lupus.
Pria yang sudah berusia lebih dari 40 tahun ini, berani menginginkan kakak iparmu, benar-benar cari mati!
" Pipin, meskipun Roddy benar-benar pantas dibunuh, tapi kita tidak boleh menyentuhnya"
Lupus segera menarik Lupin duduk kembali dan berkata dengan suara berat.
"Bang, aku tahu apa yang sedang kamu khawatirkan. Palingan biarin bajingan itu bicara sembarangan saja. Aku dan Livia memang tidak ada apa-apanya. Bajingan itu sampah, tidak akan ada yang percaya kepada kata-katanya. Jadi kamu tidak perlu khawatir"
Lupin berkata dengan wajah tidak peduli.
"Kamu tidak tahu, Roddy bukan mengancamku dengan masalah ini"
Lupus tercengang sejenak, kemudian menggelengkan kepalanya. Waktu itu dia baru sadar ternyata adiknya salah paham.
"Kalau begitu, dia mengancammu dengan masalah apa?" Kali ini yang tercengang adalah Lupin.
"Apakah kamu tahu mengapa aku dan kakak iparmu tidak memiliki anak setelah menikah begitu banyak tahun?"
Eskpresi Lupin tampak sakit hati dan nada suaranya terasa tidak berdaya.
"Bang, kamu jangan pikir terlalu banyak. Masalah seperti ini harus dibiarkan berjalan secara alami"
Lupin mencoba untuk menghibur abangnya.
"Masalah ini tidak bisa dibiarkan berjalan secara alami. Untuk masalah ini, ada hal yang aku sembunyikan dari semua orang, sebenarnya aku yang..."
Lupus mengambil bir di atas meja, menghabiskannya dalam sekaligus, sampai matanya mulai mengalir air mata. Akhirnya dia mengatakan rahasia yang telah tersembunyi banyak tahun di dalam hati.
"Bang, kenapa kamu tidak mengatakannya lebih awal? Setidaknya kita bisa cari solusi bersama! Teknologi medis zaman sekarang sudah begitu maju, kalau rumah sakit daerah tidak bisa, kita bisa pergi ke rumah sakit perkotaan, kalau masih tidak bisa, kita bisa pergi ke rumah sakit provinsi! Masalahmu pasti akan ada solusinya!"
Lupin merasa sangat kaget, dia tidak menyangka abangnya yang hebat dan kuat memiliki rahasia seperti ini.
"Kamu tidak perlu hibur aku. Aku tahu teknologi medis sekarang sangat maju, tapi masalah seperti ini susah ditangani. Tidak akan ada solusinya!"
Lupus menggelengkan kepalanya dengan wajah tidak berdaya. Setelah bekerja di luar begitu lama, Lupus juga memiliki wawasan yang luas. Dia bahkan pernah diam-diam berkunjung ke rumah sakit besar di provinsi. Tapi ujung-ujungnya juga tidak ada hasil. Lupus sudah menerima takdir ini.
" Roddy menggunakan hal ini untuk mengancam aku, mau meniduri kakak iparmu. Aku mana mungkin bisa membiarkan bajingan itu berhasil? Jadi Pipin, kamu harus bantu abangmu ini!"
Lupus menarik tangan Lupin dengan ekspresi yang marah. Nada suaranya terdengar seperti sedang memohon.
"Bang, masalah seperti ini aku mau bagaimana membantumu? Apakah kamu mau menyuruh aku bunuh si bajingan itu?"
Lupin bertanya.
"Membunuh orang itu melanggar hukum. Abang mana mungkin menyuruh kamu melakukan hal seperti itu? Roddy mengancam aku dengan hal ini, tapi asal kakak iparmu hamil, dia sudah tidak bisa mengancamku lagi!"
Lupus segera menggelengkan kepala dan menjelaskan lebih lanjut.
"Tapi kamu kan..."
Lupin tercengang sejenak, tidak tega berkata terlalu terus terang. Di dalam hati dia berpikir, tapi bang kamu sudah menjadi begitu, bagaimana membuat kakak ipar hamil?
"Aku tidak bisa membuat kakak iparmu hamil, tapi kamu bisa!"
Berkata sampai sini, Lupus menghabiskan botol bir di tangannya lagi, seolah-olah sedang memberanikan diri dengan cara seperti ini.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved