Bab 7 Kegilaan Setelah Mabuk

by Reza Oktavian 10:34,Oct 26,2021
"Apa?"

Lupin tercengang total di tempat, otaknya terasa berdengung. Dia curiga apakah dirinya salah mendegar.

"Dang!" Pada saat ini juga, suara piring pecah berdering dari arah dapur. Marlisa berjalan keluar dengan wajah yang marah.

Marlisa kebetulan baru selesai masak lauk terakhir. Waktu itu dia sedang berjalan keluar untuk menyajikan lauk di atas meja, ditambah suara memasak sudah tidak ada, Marlisa mendengar percakapan Lupin dan Lupus dengan jelas.

Sejak menikah dengan Lupus, Marlisa bisa dibilang selalu bersikap lembut, berbudi luhur, rajin dan hemat. Dia menjalani tugas sebagai seorang istri yang bermartabat dengan baik, merupakan tipe wanita yang sangat peduli dengan keluarganya.

Meskipun pada awalnya Lupus berusaha sekeras mungkin untuk menyembunyikan hal ini, tapi mau bagaimanapun Marlisa adalah pasangan yang tidur bersamanya setiap hari. Masalah ini tidak akan bisa sembunyikan darinya dalam jangka waktu panjang.

Marlisa memang mengeluh di dalam hati, dia merasa nasibnya sangat tragis, tapi dia tidak pernah berpikir mau selingkuh. Prinsip kehidupannya adalah, setelah menikah dengan orang itu, dia harus mengikuti orang itu selamanya.

Tapi sekarang suaminya sendiri malah merencakan hal seperti ini dengan adiknya.

" Lupus, ulangi kata-kata yang kamu ucapkan tadi"

Marlisa tidak bisa percaya suamianya bisa berkata seperti itu.

"Kakak ipar...."

Kata-kata Lupus tadi terlalu mendadak, Marlisa sudah bersuara sebelum Lupin sempat bereaksi. Teringat dengan kecanggungan yang terjadi pada semalam, Lupin merasa agak ketakutan.

" Marlisa, karena kamu sudah mendengarnya, aku akan berkata dengan jelas. Cepat atau lambat, kamu akan tahu hal ini"

Malahan Lupus tidak tampak cemas ataupun panik. Dia sudah memikirkan semua ini dengan jelas.

Marlisa melirik Lupus dengan ekspresi marah, menunggu kata-kata selanjutnya.

"Istriku, menikah dengan pria tidak berguna seperti aku, benar-benar sangat menyusahkan bagimu. Aku bersalah kepadamu! Membiarkan kamu menjalani kehidupan janda pada usia muda seperti ini!"

Melihat wajah Marlisa, kulit wajah Lupus yang gelap tiba-tiba tampak sangat sakit hati. Dia mulai menangis dengan perasaan yang sangat bersalah.

Lupus benar-benar merasa bersalah kepada istrinya ini. Setiap kali waktu Marlisa ingin, Lupus hanya bisa menyelesaikan dengan tangannya. Sayangnya menggunakan tangan hanya bisa melampiaskan satu atau dua kali. Seiring waktu berjalan, tangan sudah tidak begitu berfungsi lagi.

Selain itu, Lupus sendiri juga merasa sangat kesusahan. Setiap hari dia tidur bersama istrinya yang cantik, sementara nafsu di dalam hatinya tidak bsia terlampiaskan. Mau apa pun yang dia buat, bagian bawahnya sama sekali tidak bereaksi. Hal ini juga sebuah siksaan bagi Lupus sendiri.

Mendengar curhatan suamianya yang sakit hati, kemarahan di dalam hati Marlisa sudah menghilang setengah.

" Lupus, kamu jangan berkata seperti itu. Meskipun kehidupan kita agak susah, tapi aku menerimanya"

Marlisa berkata dengan suara lembut dan mata memerah. Teringat dengan ketidakberuntungan dirinya, Marlisa tidak bisa menahan untuk tidak menangis.

Adegan ini membuat Lupin di samping terasa agak tersentuh. Lupin berpikir, kakak ipar benar-benar adalah wanita yang sangat baik, betapa baiknya kalau diriku bisa memiliki istri sebaik ini juga.

" Marlisa, terima kasih! Tapi kondisi sekarang sudah berbeda!"

Lupus tiba-tiba mengambil sebotol bir lagi, menghabiskannya kemudian memukul meja dengan kuat. Kemudian berkata dengan nada suara tinggi dan ekspresi yang putus asa.

" Roddy si bajingan itu tahu tentang hal ini. Dia mengancam aku untuk membiarkan kamu tidur bersamanya. Tapi mau bagaimanapun, aku adalah seorang pria, bagaimana aku tega melakukan hal seperti ini? Tapi kalau aku tidak menurutnya, dia akan menyebarkan hal ini dan aku akan menjadi lelucon desa. Bahkan desa yang terletak jauh dari Trenggalek juga akan tahu tentang hal ini. Aku tidak sanggup dan keluargaku juga tidak sanggup!"

Demi memberanikan diri, Lupus minum birnya lagi, menggunakan efek alkohol untuk mengatakan semua kata-kata yang terpendam di dalam hati.

"Jadi, setelah berpikir panjang, aku merasa daripada menguntungkan si bajingan itu, mendingan aku beri kamu kepada adikku. Kami adalah saudara kandung, lagian adikku masih berusia muda dan kuat, pasti bisa memuaskan kamu"

"Asal kamu hamil, Roddy mau berkata apa pun tidak akan ada yang percaya kepadanya, karena dia sendiri juga tidak ada bukti. Kalian rasa apakah solusiku ini bagus?"

"Pak!" Begitu Lupus selesai berbicara, Marlisa langsung menamparnya di wajah.

"Tolong berpikir dengan jernih! Aku itu istrimu dan kamu suruh aku tidur bersama pria lain? Bahkan pria itu adalah adik kandungmu sendiri? Kenapa kamu tega melakukan hal seperti ini?!"

Kemarahan membuat tubuh Marlisa terus bergetar, hal ini membuat Lupin di samping sangat terkejut.

Di dalam kesannya, kakak ipar selalu bertemparemen baik, sabar dan bermartabat. Ini adalah pertama kalinya Lupin melihat kakak ipar marah.

Jelas, kata-kata Lupus benar-benar menyakiti hati Marlisa.

"Bang, kamu sudah mabuk. Kata-kata kakak ipar benar, masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan cara seperti ini..."

Meskipun agak canggung untuk bersuara, Lupin tetap memberanikan diri untuk berkata. Mau bagaimanapun, Lupin berharap abang dan kakak iparnya bisa damai.

Siapa tahu, sebelum Lupin sempat selesai berbicara, sebuah suara tamparan yang dering memotongnya.

" Marlisa, otakmu yang berpikirlah dengan jernih!"

Marlisa yang tidak menyangka Lupus akan menamparnya terjatuh dan menabrak sudut meja, dahinya yang putih dan bersih segera tampak memerah dan bengkak.

Namun, kemarahan Lupus tampaknya masih belum terlampiaskan. Dia berjalan menghampiri Marlisa, menarik rambutnya dan menamparnya lagi sebanyak dua kali.

"Rumah ini dihidupii olehku, aku bekerja keras di luar untuk menghidupi kamu. Sekarang aku ada masalah dan kamu mau mengabaikannya?!"

"Kalau kamu tidak hamil, tunggu Roddy menyebarkan masalahku, aku akan menjadi lelucon seluruh desa. Apakah kamu mau aku hidup sambil menundukkan kepala selamanya?!"

Semakin berkata, Lupus merasa semakin marah. Ditambah alkohol di dalam tubuhnya, Lupus tampak sangat emosional.

Penduduk desa itu paling mementingkan masalah wajah, terutama para pria. Kalau orang-orang tahu bagian bawah tubuh Lupus sudah tidak berfungsi, para penduduk desa akan menertawakannya.

Selain itu, bisa jadi para pria bajingan juga akan diam-diam menggoda Marlisa.

Marlisa sudah menjalani kehidupan janda begitu lama, dia pasti merasa sangat susah menahannya. Bisa jadi setelah beberapa kali menggodanya, Marlisa akan memilih untuk berselingkuh.

Masalah pertama adalah wajah, kedua adalah Lupus khawatir Marlisa akan selingkuh begitu para warga desa mengetahui hal ini.

Melihat Marlisa bermaksud membantahnya, sama sekali tidak mau menjaga wajah suaminya, api kemarahan di dalam hati Lupus langsung meledak seperti bom.

" Lupus, aku tidak akan setuju. Kamu menyerah saja!"

Marlisa menangis dengan sedih, dia tidak pernah berpikir suaminya akan memukulinya.

Namun, jawaban Marlisa saat ini hanya akan membuat Lupus semakin marah. Kondisi Lupus saat ini tampak sangat menakutkan.

"Sialan, akulah kepala rumah tangga ini, kamu tidak setuju juga harus setuju!"

Lupus menarik rambut Marlisa dan menekannya ke sofa di samping, rasa sakit membuat tangisan Marlisa semakin kuat.

"Bang, jangan pukul lagi, berhenti!"

Lupin yang di samping akhirnya bereaksi, segera bergegas menghentikan abangnya.

Lupus yang sudah mabuk tidak bisa mengontrol tenaganya, kalau dibiarin begitu, bisa jadi Marlisa akan mati begitu saja.

Sementara meskipun Lupin tinggi dan kuat, abangnya juga tidak lemah. Setelah bekerja lama di lokasi konstrusi, tenaga Lupus menjadi sangat kuat.

Ditambah dia minum banyak bir, efek alkoholnya membuat situasi semakin parah.

"Kamu awas ke samping, bentar lagi giliranmu"

Lupus mendorong Lupin ke samping.

Kemudian Lupus mulai merobek baju dan celana Marlisa, "Ah!" Marlisa membantah sambil berteriak, namun sama sekali tidak berguna.

Dalam waktu singkat, kondisi Marlisa sudah hampir telanjang total. Lupus menarik tangan Marlisa ke belakang tubuhnya dan menahannya di atas sofa.

"Pak!" Lupus memukul punggung Marlisa yang berisi dan berkulit putih. Kemerahan di wajah Lupus sudah menyebar ke lehernya, dia melambaikan tangan kepada Lupin dengan tatapan yang menggila.

"Cepat kemari. Buat kakak iparmu hamil!"

Download APP, continue reading

Chapters

387