Bab 4 Ancaman Dari Roddy
by Reza Oktavian
10:31,Oct 26,2021
Lupin melihat wanita telanjang di depannya dengan wajah tercengang.
" Pipin, kamu..."
Wanita di dalam kamar mandi menatap bagian bawah tubuh Lupin dengan mulut terbuka.
Karena pakaian dalamnya kotor, ditambah sekarang adalah tengah malam, Lupin datang ke kamar mandi dengan kondisi setengah telanjang. Tidak menyangka bisa bertemu dengan kakak iparnya di kamar mandi....
Keluarga Lupin memiliki dua anak putra. Lupin adalah putra kedua, putra pertama bernama Lupus Heis, berusia satu tahun lebih tua daripada Lupin, sudah menikah lebih dari 3 tahun.
Berbeda dengan adiknya, Lupus langsung bekerja di lapangan konstruksi begitu selesai SMP. Setelah bekerja keras banyak tahun, Lupus sekarang menduduki posisi kepala konstruksi, berbanding dengan penduduk Desa Bunga Cantik yang seumuran dengannya, Lupus bisa dibilang memiliki prestasi.
Kakak ipar Lupin, ataupun wanita telanjang di hadapan Lupin sekarang bernama Marlisa. Lupus dan Marlisa kenal melalui kencan buta, karena saling memiliki kesan bagus, mereka akhirnya pun menikah dalam waktu singkat.
Menikah itu sama dengan berpisah dengan keluarga. Orang tua Lupin mensponsori sedikit uang, ditambah uang tabungan Lupus sendiri, mereka membangun rumah baru di samping rumah orang tua.
Karena dua rumah berjarak sangat dekat, dua keluarga sering saling berkunjung. Tapi Lupin tidak menyangka kakak iparnya bisa mandi di sini pada tengah malam. Benar-benar sangat tidak terduga.
Bentuk tubuh Marlisa sangat bagus. Pinggang kecilnya sama sekali tidak ada lemak, meskipun tidak sebesar Livia, dada Marlisa sangat berisi dan enak dilihat.
Terutama sepasang kaki Marlisa yang panjang dan kurus, benar-benar sangat menggoda.
Di depan pintu kamar mandi, Lupin dan Marlisa saling memandang dan suasana pun menjadi sangat canggung.
Wajah Marlisa memerah seperti buah apel yang sudah matang. Semakin melihat, Lupin merasa Marlisa semakin imut dan memiliki keinginan untuk menggigitnya.
Pada saat itu juga, suara buka pintu berdering. Ibu Lupin yang bernama Oneng bangun tidur karena mendengar suara keributan.
" Marlisa, kenapa?"
"Kamu cepat pergi!" Marlisa segera menutupi dadanya sambil melirik Lupin dengan marah.
Lupin yang terkejut pun segera berlari kembali ke kamar. Kalau ibunya melihat adegan ini, dia akan dipukuli sampai mati.
"Ibu, tidak ada apa-apa. Tadi ada tikus, aku terkejut!"
Setelah menutupi pintu kamar, Lupin tetap mendengar suara Marlisa yang samar.
Mengaku itu tikus... Lupin merasa agak frustrasi. Hanya saja, begitu teringat dengan bentuk tubuh Marlisa yang luar biasa, tubuh Lupin pun mulai bereaksi.
Abang benar-benar sangat beruntung!
Lupin menghela nafas panjang dengan iri. Setelah Marlisa pulang, Lupin baru diam-diam pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Berbicara tentang Marlisa, dia datang meminjam kamar mandi rumah mertua karena shower kamar mandi rumahnya rusak. Siapa tahu bisa bertemu dengan adik suaminya dan dilihatin olehnya. Benar-benar sangat canggung.
Teringat dengan penampilan tadi, wajah Marlisa pun terasa memanas. Dia tentu saja mengerti apa yang terjadi.
" Pipin sudah waktunya menikah juga"
Marlisa mengomel di dalam hati. Dia mengira Lupin datang ke kamar mandi karena tidak bisa menahan nafsu diri.
"Tapi itunya Pipin benar-benar sangat besar. Tidak tahu wanita mana yang beruntung nanti, sialan, aku sedang pikir apa?"
Teringat dengan adegan tadi, jantung Marlisa berdetak dengan kencang, seolah-olah dia baru melakukan kejahatan besar.
Begitu Marlisa sampai ke rumah, suaminya Lupus sudah tertidur nyenyak. Marlisa diam-diam menghela nafas panjang dan berbaring di sampingnya dengan lembut.
.....
Setelah selesai mandi, Lupin berbaring di atas kasur dan tidak bisa tidur. Kepalanya dipenuhi oleh timun Livia dan papa kakak iparnya yang mempesona.
Setelah itu, Lupin juga teringat dengan masalah dirinya memukuli Roddy. Tidak tau apakah bajingan itu akan sembarang menyebar berita palsu dia dan Livia.
"Lupakan saja. Semua penduduk tahu Roddy adalah seorang bajingan, sementara dia juga tidak ada bukti. Seharusnya tidak akan ada yang percaya kepadanya"
Berpikir sampai sini, Lupin pun merasa agak tenang.
Karena insomnia pada malam sebelumnya, besok harinya Lupin bangun pada jam 9, bahkan ibunya Oneng yang membangunkannya.
Oneng sudah berangkat ke ladang pada pagi-pagi, di tengah itu dia kembali ke rumah untuk mengambil cangkul besar dan melihat sepeda listrik Lupin masih di rumah.
Untungnya klinik baru saja dibuka, tidak begitu ramai, jadi Lupin tidak perlu buru-buru.
Inilah keuntungan menjadi bos sendiri, tidak perlu begitu memperhatikan waktu.
"Oh iya, shower air rumah kakak iparmu rusak. Kamu coba pergi ke rumahnya bantu dia melihat model showernya"
Setelah berkata, Oneng pun keluar lagi dengan cangkul besarnya.
Di situ Lupin baru tahu mengapa kakak ipar bisa datang ke rumah semalam untuk mandi. Ternyata shower rumahnya rusak. Teringat dengan kecanggungan semalam, Lupin jadi tidak berani pergi ke rumah abangnya. Dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi kakak iparnya.
Tapi Lupin tidak berani tidak menjalani tugas yang diberikan ibu. Di rumah ini, kata-kata ibu yang dominan itu sama seperti perintah dari raja, siapa yang berani membantahnya?
"Iya, kakak ipar sedang sibuk!"
Waktu Lupin pergi ke sana, Marlisa sedang berjongkok dengan punggung besarnya.
Dia sedang mencuci baju.
Lupus tidak ada di rumah, lokasi konstruksi ada banyak kerjaan, sehingga dia sudah berangkat kerja pada pagi-pagi. Hanya Marlisa seorang di rumah. Mereka sudah menikah banyak tahun, tapi belum memiliki anak.
Hari ini Marlisa mengenakan celana pendek super ketat yang membuat bentuk punggungnya tampak semakin menonjol. Melihat gerakan Marlisa mencuci baju, hati Lupin mulai terasa panik dan dia menjadi teringat dengan adegan semalam....
" Pipin, kenapa masih belum pergi kerja?"
Marlisa menoleh ke Lupin sambil tersenyum.
"Aku bangun telat. Ibu suruh aku datang ke sini melihat model showermu, agar bisa bawa shower baru untukmu waktu pulang kerja nanti"
Lupin menggaruk kepalanya, merasa aneh kenapa kakak iparnya bisa berpura-pura seperti tidak ada apa pun yang terjadi. Sementara Lupin sendiri malah merasa tidak enak seolah-olah yang buat salah adalah dia.
"Iyakah? Terlalu bagus, benar-benar terima kasih ya. Ayo ikuti aku masuk"
Marlisa tersenyum dengan bahagia. Waktu dia berdiri, bagian dadanya kebetulan dilihat oleh Lupin.
Warna hitam!
Apakah kakak ipar suka warna hitam? Tidak tahu mengapa, Lupin tiba-tiba merasa emosional. Dia tiba-tiba teringat dengan artikel yang pernah dibahas di internet, katanya wanita yang biasanya suka menggunakan pakaian dalam hitam biasanya cenderung adalah wanita yang lebih lancang.
Sementara Marlisa selalu memberi kesan ibu rumah tangga yang bermartabat dan berbudi luhur. Iya, orang-orang di internet memang suka omong kosong.
Setelah memastikan model shower, Lupin pun berangkat kerja dengan sepeda listriknya.
Dari awal sampai akhirnya, ekspresi Marlisa tampak seperti biasa, seolah-olah wanita yang dilihat Lupin semalam bukan dia. Hal ini membuat Lupin merasa sangat frustrasi.
"Pemikiran wanita memang susah ditebak!" Lupin menghela nafas panjang.
Waktu melewati rumah Livia, Lupin sengaja memperhatikannya dengan cermat. Sayangnya dia tidak melihat Livia dan malah bertemu dengan Roddy.
" Roddy, aku ingatkan kamu, makanan boleh sembarang dimakan, tapi kata-kata tidak boleh sembarang diucap. Selain itu, jangan pergi ganggu Bibi Livi lagi, atau tidak aku tidak akan melepaskan kamu!"
Setelah memukuli Roddy semalam, bertemu dengannya lagi membuat Lupin merasakan dominasi tanpa alasan. Setelah memperingatkan Roddy, Lupin pun pergi dengan sepeda listriknya.
"Sialan, bocah kecil itu berani mengancam aku. Abangmu saja tidak berani berbicara seperti ini denganku!"
Setelah Lupin pergi jauh, Roddy baru memuntahkan air liur kepada bayangan belakang Lupin.
Adik iparnya selingkuhan bersama Lupin, sementara dirinya malah dipukuli dan diancam oleh Lupin. Semakin berpikir, Roddy merasa semakin marah.
Setelah berpikir sejenak, Roddy mengeluarkan ponselnya dan menelpon ke seseorang. Telpon terhubung dalam waktu singkat.
"Halo! Paman Roddy, ada apa?"
" Lupus, segera pulang sekarang! Aku ada urusan mencarimu!"
Roddy berteriak dengan marah.
Berdasarkan kesan Roddy di desa, seharusnya tidak ada penduduk desa yang suka kepadanya. Anehnya Lupus sama sekali tidak marah dengan sikap Roddy yang arogan dan malah bersikap sangat sopan dan hormat kepadanya.
"Paman Roddy, ada masalah apa yang buat kamu begitu marah? Aku sedang sibuk. Atau tidak tunggu nanti malam saja?"
"Tunggu? Tunggu kepalamu! Kalau kamu tidak pulang sekarang, aku akan segera membuat kamu terkenal di dalam desa!"
Sikap Roddy sangat arogan, sama sekali tidak takut kepada Lupus.
Malahan Lupus yang menjadi takut: "Paman Roddy, sepertinya aku tidak ada melakukan hal salah kepadamu!"
"Kamu memang tidak bersalah kepadaku, tapi adikmu ada!"
Berkata sampai sini, kemarahan Roddy pun semakin memuncak.
"Begini saja paman Roddy, lewat telpon kurang nyaman, aku akan segera pulang sekarang. Kita bertemu di restoran kaki sapi di kota. Aku traktir kamu makan, bantu adikku minta maaf kepadamu!"
Setelah diam sejenak, Lupus pun berkata dengan suara yang waspada.
"Boleh!"
Roddy setuju setelah meragu sejenak. Kebetulan dia lagi butuh uang sekarang, kebetulan bisa memanfaatkan hal ini untuk minta uang kepadanya.
Dalam waktu singkat, Roddy dan Lupus pun bertemu di restoran kaki sapi yang terkenal di kota.
Kaki sapi adalah makanan khas Trenggalek, rasanya sangat enak. Bisnis restoran ini sangat laris.
Begitu sampai di restoran, Roddy pun memesan banyak makanan dan bir. Hal ini membuat Lupus di samping merasa sangat sakit hati. Sialan, makanan yang Roddy pesan sudah cukup untuk 4 sampai 5 orang.
"Sialan, bocah kecil rumahmu itu berani berpacaran dengan wanita keluargaku. Dia bahkan memukuli aku!"
Begitu minum bir dan mulai mabuk, temparemen Roddy pun memuncak. Dia memukul meja dan memarahi Lupus.
"Mana mungkin? Bang Roddy, di tengah ini pasti ada salah paham!"
Setelah mendengar seluruh kejadian dari Roddy, Lupus merasa sangat terkejut.
"Salah paham kepalamu! Berani menodai wanita keluargaku, dia harus membayar atas hal ini!"
Roddy berkata dengan mata memerah dan senyuman jahat: " Lupus, istrimu lumayan cantik. Tubuhnya dan wajahnya, terutama punggung besarnya, benar-benar sangat bagus. Lagian kamu juga tidak bisa menikmatinya, mendingan biarkan aku menikmatinya saja?"
"Paman Roddy, kamu sudah mabuk ya? Kenapa bicara sembarangan?"
Ekspresi Lupus tampak kaku. Teringat dengan masalah itu, dia hanya bisa memaksa diri untuk menahan kemarahan di dalam hati.
"Aku tidak mabuk! Kalau mau marah, marahi adikmu itu! Aku beri kamu dua pilihan, biarkan aku meniduri istrimu, atau tidak aku akan menyebar masalah kamu tidak bisa melahirkan kepada seluruh warga desa! Biar semua orang tahu kamu itu pria tidak berguna yang tidak bisa melahirkan anak! Haha!"
Roddy tertawa dengan arogan dengan wajah yang mabuk.
" Pipin, kamu..."
Wanita di dalam kamar mandi menatap bagian bawah tubuh Lupin dengan mulut terbuka.
Karena pakaian dalamnya kotor, ditambah sekarang adalah tengah malam, Lupin datang ke kamar mandi dengan kondisi setengah telanjang. Tidak menyangka bisa bertemu dengan kakak iparnya di kamar mandi....
Keluarga Lupin memiliki dua anak putra. Lupin adalah putra kedua, putra pertama bernama Lupus Heis, berusia satu tahun lebih tua daripada Lupin, sudah menikah lebih dari 3 tahun.
Berbeda dengan adiknya, Lupus langsung bekerja di lapangan konstruksi begitu selesai SMP. Setelah bekerja keras banyak tahun, Lupus sekarang menduduki posisi kepala konstruksi, berbanding dengan penduduk Desa Bunga Cantik yang seumuran dengannya, Lupus bisa dibilang memiliki prestasi.
Kakak ipar Lupin, ataupun wanita telanjang di hadapan Lupin sekarang bernama Marlisa. Lupus dan Marlisa kenal melalui kencan buta, karena saling memiliki kesan bagus, mereka akhirnya pun menikah dalam waktu singkat.
Menikah itu sama dengan berpisah dengan keluarga. Orang tua Lupin mensponsori sedikit uang, ditambah uang tabungan Lupus sendiri, mereka membangun rumah baru di samping rumah orang tua.
Karena dua rumah berjarak sangat dekat, dua keluarga sering saling berkunjung. Tapi Lupin tidak menyangka kakak iparnya bisa mandi di sini pada tengah malam. Benar-benar sangat tidak terduga.
Bentuk tubuh Marlisa sangat bagus. Pinggang kecilnya sama sekali tidak ada lemak, meskipun tidak sebesar Livia, dada Marlisa sangat berisi dan enak dilihat.
Terutama sepasang kaki Marlisa yang panjang dan kurus, benar-benar sangat menggoda.
Di depan pintu kamar mandi, Lupin dan Marlisa saling memandang dan suasana pun menjadi sangat canggung.
Wajah Marlisa memerah seperti buah apel yang sudah matang. Semakin melihat, Lupin merasa Marlisa semakin imut dan memiliki keinginan untuk menggigitnya.
Pada saat itu juga, suara buka pintu berdering. Ibu Lupin yang bernama Oneng bangun tidur karena mendengar suara keributan.
" Marlisa, kenapa?"
"Kamu cepat pergi!" Marlisa segera menutupi dadanya sambil melirik Lupin dengan marah.
Lupin yang terkejut pun segera berlari kembali ke kamar. Kalau ibunya melihat adegan ini, dia akan dipukuli sampai mati.
"Ibu, tidak ada apa-apa. Tadi ada tikus, aku terkejut!"
Setelah menutupi pintu kamar, Lupin tetap mendengar suara Marlisa yang samar.
Mengaku itu tikus... Lupin merasa agak frustrasi. Hanya saja, begitu teringat dengan bentuk tubuh Marlisa yang luar biasa, tubuh Lupin pun mulai bereaksi.
Abang benar-benar sangat beruntung!
Lupin menghela nafas panjang dengan iri. Setelah Marlisa pulang, Lupin baru diam-diam pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Berbicara tentang Marlisa, dia datang meminjam kamar mandi rumah mertua karena shower kamar mandi rumahnya rusak. Siapa tahu bisa bertemu dengan adik suaminya dan dilihatin olehnya. Benar-benar sangat canggung.
Teringat dengan penampilan tadi, wajah Marlisa pun terasa memanas. Dia tentu saja mengerti apa yang terjadi.
" Pipin sudah waktunya menikah juga"
Marlisa mengomel di dalam hati. Dia mengira Lupin datang ke kamar mandi karena tidak bisa menahan nafsu diri.
"Tapi itunya Pipin benar-benar sangat besar. Tidak tahu wanita mana yang beruntung nanti, sialan, aku sedang pikir apa?"
Teringat dengan adegan tadi, jantung Marlisa berdetak dengan kencang, seolah-olah dia baru melakukan kejahatan besar.
Begitu Marlisa sampai ke rumah, suaminya Lupus sudah tertidur nyenyak. Marlisa diam-diam menghela nafas panjang dan berbaring di sampingnya dengan lembut.
.....
Setelah selesai mandi, Lupin berbaring di atas kasur dan tidak bisa tidur. Kepalanya dipenuhi oleh timun Livia dan papa kakak iparnya yang mempesona.
Setelah itu, Lupin juga teringat dengan masalah dirinya memukuli Roddy. Tidak tau apakah bajingan itu akan sembarang menyebar berita palsu dia dan Livia.
"Lupakan saja. Semua penduduk tahu Roddy adalah seorang bajingan, sementara dia juga tidak ada bukti. Seharusnya tidak akan ada yang percaya kepadanya"
Berpikir sampai sini, Lupin pun merasa agak tenang.
Karena insomnia pada malam sebelumnya, besok harinya Lupin bangun pada jam 9, bahkan ibunya Oneng yang membangunkannya.
Oneng sudah berangkat ke ladang pada pagi-pagi, di tengah itu dia kembali ke rumah untuk mengambil cangkul besar dan melihat sepeda listrik Lupin masih di rumah.
Untungnya klinik baru saja dibuka, tidak begitu ramai, jadi Lupin tidak perlu buru-buru.
Inilah keuntungan menjadi bos sendiri, tidak perlu begitu memperhatikan waktu.
"Oh iya, shower air rumah kakak iparmu rusak. Kamu coba pergi ke rumahnya bantu dia melihat model showernya"
Setelah berkata, Oneng pun keluar lagi dengan cangkul besarnya.
Di situ Lupin baru tahu mengapa kakak ipar bisa datang ke rumah semalam untuk mandi. Ternyata shower rumahnya rusak. Teringat dengan kecanggungan semalam, Lupin jadi tidak berani pergi ke rumah abangnya. Dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi kakak iparnya.
Tapi Lupin tidak berani tidak menjalani tugas yang diberikan ibu. Di rumah ini, kata-kata ibu yang dominan itu sama seperti perintah dari raja, siapa yang berani membantahnya?
"Iya, kakak ipar sedang sibuk!"
Waktu Lupin pergi ke sana, Marlisa sedang berjongkok dengan punggung besarnya.
Dia sedang mencuci baju.
Lupus tidak ada di rumah, lokasi konstruksi ada banyak kerjaan, sehingga dia sudah berangkat kerja pada pagi-pagi. Hanya Marlisa seorang di rumah. Mereka sudah menikah banyak tahun, tapi belum memiliki anak.
Hari ini Marlisa mengenakan celana pendek super ketat yang membuat bentuk punggungnya tampak semakin menonjol. Melihat gerakan Marlisa mencuci baju, hati Lupin mulai terasa panik dan dia menjadi teringat dengan adegan semalam....
" Pipin, kenapa masih belum pergi kerja?"
Marlisa menoleh ke Lupin sambil tersenyum.
"Aku bangun telat. Ibu suruh aku datang ke sini melihat model showermu, agar bisa bawa shower baru untukmu waktu pulang kerja nanti"
Lupin menggaruk kepalanya, merasa aneh kenapa kakak iparnya bisa berpura-pura seperti tidak ada apa pun yang terjadi. Sementara Lupin sendiri malah merasa tidak enak seolah-olah yang buat salah adalah dia.
"Iyakah? Terlalu bagus, benar-benar terima kasih ya. Ayo ikuti aku masuk"
Marlisa tersenyum dengan bahagia. Waktu dia berdiri, bagian dadanya kebetulan dilihat oleh Lupin.
Warna hitam!
Apakah kakak ipar suka warna hitam? Tidak tahu mengapa, Lupin tiba-tiba merasa emosional. Dia tiba-tiba teringat dengan artikel yang pernah dibahas di internet, katanya wanita yang biasanya suka menggunakan pakaian dalam hitam biasanya cenderung adalah wanita yang lebih lancang.
Sementara Marlisa selalu memberi kesan ibu rumah tangga yang bermartabat dan berbudi luhur. Iya, orang-orang di internet memang suka omong kosong.
Setelah memastikan model shower, Lupin pun berangkat kerja dengan sepeda listriknya.
Dari awal sampai akhirnya, ekspresi Marlisa tampak seperti biasa, seolah-olah wanita yang dilihat Lupin semalam bukan dia. Hal ini membuat Lupin merasa sangat frustrasi.
"Pemikiran wanita memang susah ditebak!" Lupin menghela nafas panjang.
Waktu melewati rumah Livia, Lupin sengaja memperhatikannya dengan cermat. Sayangnya dia tidak melihat Livia dan malah bertemu dengan Roddy.
" Roddy, aku ingatkan kamu, makanan boleh sembarang dimakan, tapi kata-kata tidak boleh sembarang diucap. Selain itu, jangan pergi ganggu Bibi Livi lagi, atau tidak aku tidak akan melepaskan kamu!"
Setelah memukuli Roddy semalam, bertemu dengannya lagi membuat Lupin merasakan dominasi tanpa alasan. Setelah memperingatkan Roddy, Lupin pun pergi dengan sepeda listriknya.
"Sialan, bocah kecil itu berani mengancam aku. Abangmu saja tidak berani berbicara seperti ini denganku!"
Setelah Lupin pergi jauh, Roddy baru memuntahkan air liur kepada bayangan belakang Lupin.
Adik iparnya selingkuhan bersama Lupin, sementara dirinya malah dipukuli dan diancam oleh Lupin. Semakin berpikir, Roddy merasa semakin marah.
Setelah berpikir sejenak, Roddy mengeluarkan ponselnya dan menelpon ke seseorang. Telpon terhubung dalam waktu singkat.
"Halo! Paman Roddy, ada apa?"
" Lupus, segera pulang sekarang! Aku ada urusan mencarimu!"
Roddy berteriak dengan marah.
Berdasarkan kesan Roddy di desa, seharusnya tidak ada penduduk desa yang suka kepadanya. Anehnya Lupus sama sekali tidak marah dengan sikap Roddy yang arogan dan malah bersikap sangat sopan dan hormat kepadanya.
"Paman Roddy, ada masalah apa yang buat kamu begitu marah? Aku sedang sibuk. Atau tidak tunggu nanti malam saja?"
"Tunggu? Tunggu kepalamu! Kalau kamu tidak pulang sekarang, aku akan segera membuat kamu terkenal di dalam desa!"
Sikap Roddy sangat arogan, sama sekali tidak takut kepada Lupus.
Malahan Lupus yang menjadi takut: "Paman Roddy, sepertinya aku tidak ada melakukan hal salah kepadamu!"
"Kamu memang tidak bersalah kepadaku, tapi adikmu ada!"
Berkata sampai sini, kemarahan Roddy pun semakin memuncak.
"Begini saja paman Roddy, lewat telpon kurang nyaman, aku akan segera pulang sekarang. Kita bertemu di restoran kaki sapi di kota. Aku traktir kamu makan, bantu adikku minta maaf kepadamu!"
Setelah diam sejenak, Lupus pun berkata dengan suara yang waspada.
"Boleh!"
Roddy setuju setelah meragu sejenak. Kebetulan dia lagi butuh uang sekarang, kebetulan bisa memanfaatkan hal ini untuk minta uang kepadanya.
Dalam waktu singkat, Roddy dan Lupus pun bertemu di restoran kaki sapi yang terkenal di kota.
Kaki sapi adalah makanan khas Trenggalek, rasanya sangat enak. Bisnis restoran ini sangat laris.
Begitu sampai di restoran, Roddy pun memesan banyak makanan dan bir. Hal ini membuat Lupus di samping merasa sangat sakit hati. Sialan, makanan yang Roddy pesan sudah cukup untuk 4 sampai 5 orang.
"Sialan, bocah kecil rumahmu itu berani berpacaran dengan wanita keluargaku. Dia bahkan memukuli aku!"
Begitu minum bir dan mulai mabuk, temparemen Roddy pun memuncak. Dia memukul meja dan memarahi Lupus.
"Mana mungkin? Bang Roddy, di tengah ini pasti ada salah paham!"
Setelah mendengar seluruh kejadian dari Roddy, Lupus merasa sangat terkejut.
"Salah paham kepalamu! Berani menodai wanita keluargaku, dia harus membayar atas hal ini!"
Roddy berkata dengan mata memerah dan senyuman jahat: " Lupus, istrimu lumayan cantik. Tubuhnya dan wajahnya, terutama punggung besarnya, benar-benar sangat bagus. Lagian kamu juga tidak bisa menikmatinya, mendingan biarkan aku menikmatinya saja?"
"Paman Roddy, kamu sudah mabuk ya? Kenapa bicara sembarangan?"
Ekspresi Lupus tampak kaku. Teringat dengan masalah itu, dia hanya bisa memaksa diri untuk menahan kemarahan di dalam hati.
"Aku tidak mabuk! Kalau mau marah, marahi adikmu itu! Aku beri kamu dua pilihan, biarkan aku meniduri istrimu, atau tidak aku akan menyebar masalah kamu tidak bisa melahirkan kepada seluruh warga desa! Biar semua orang tahu kamu itu pria tidak berguna yang tidak bisa melahirkan anak! Haha!"
Roddy tertawa dengan arogan dengan wajah yang mabuk.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved