Bab 3 Kecanggung Di Dalam Kamar Mandi

by Reza Oktavian 10:30,Oct 26,2021
Roddy sudah berusia lebih dari 40 tahun, terkenal sebagai bujangan tua di desa. Dia tidak bekerja dan hanya bermain seharian. Beberapa tahun lalu dia sempat bekerja di luar desa dan dipecat karena memiliki kebiasaan mencuri.

Setelah kembali ke desa, Roddy terus menganggur. Dia membiarkan ladang yang dia miliki begitu saja, mengandalkan tunjangan subsidi pemerintah sebagai biaya hidupnya. Hal-hal yang dia lakukan setiap hari adalah berjudi dan pekerjaan kotor lain.

Karena hal itu, Roddy tidak disukai oleh para warga desa.

Kali ini dia datang mencari Livia karena kalah judi. Sementara kejadian seperti ini sudah sering terjadi.

Orang seperti Roddy, meminjamkan uang kepadanya sama seperti melemparkan roti daging kepada anjing, tidak ada kembalinya dan hanya akan merugikan diri sendiri. Livia juga bukan orang bodoh, setelah hal yang sama terjadi berulang kali, Livia pun pura-pura tidak ada di rumah setiap Roddy datang mencarinya.

Namun, kali ini Livia gagal bersembunyi.

"Bang, bukan... bukan seperti yang kamu pikirkan"

Livia mencoba untuk menjelaskan dengan wajah pucat.

"Sialan, timun saja sudah dipakai. Kalian kira aku tidak mengerti? Aku masih kira kamu rela menjadi janda karena adikku. Tidak menyangkan kamu ujung-ujungnya juga tidak bisa menahan diri?"

Roddy yang memiliki mata tajam segera melihat setengah timun yang berada di lantai.

Meskipun Roddy tidak pernah menikah, dia sering berpacaran dan memiliki hubungan tidak jelas dengan wanita. Tidak ada alat yang dia tidak pernah bermain.

Selain itu, pakaian Livia dan Lupin tampak sangat berantakan. Mereka jelas memiliki hubungan kotor.

"Aku.. aku sungguh tidak..."

Wajah Livia memerah. Dia harus bagaimana menjelaskan masalah ini?

Berkata dia menggunakan timun untuk melampiaskan nafsu karena tidak bisa menahan diri. Siapa tahu timun malah patah di dalam sehingga dia terpaksa harus meminta bantuan Lupin ?

Sampingkan apakah Roddy akan percaya kepada kata-katanya, Livia sendiri saja sulit mau mengatatakan hal ini!

"Kamu, kamu apa? Bagus, kamu bahkan mencari mahasiswa untuk melajukan hal seperti ini. Bahkan pakai timun juga? Memang wanita jalang! Berani berselingkuh! Aku akan membunuh kamu hari ini!"

Mau bagaimanapun, Rendy tetap adalah adiknya Roddy. Meskipun dia sudah meninggal, wajah keluarga Olio tetap harus dijaga. Berpikir sampai sini, kemarahan Roddy memuncak dan dia langsung menampar wajah Livia.

"Ah!" Livia berteriak dengan sakit. Rasa sakit membuat air matanya mengalir.

" Roddy, kamu berani pukul wanita? Masalah ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku datang merawat penyakit Bibi Livi "

Lupin tidak bisa menahan diri. Mau bagaimanapun, dia harus bertanggung jawab juga dengan masalah ini.

"Rawat sakit apaan? Bocah kecil masih mau membohongi aku? Kamu berani menyentuh wanita keluargaku. Kamu juga tidak bisa melarikan diri hari ini!"

Roddy memukul Lupin.

Setelah itu, dia menarik rambut Livia dan memarahinya: "Wanita jalang, biasanya pura-pura polos, tidak sangka kamu adalah orang seperti itu, sampai timun saja dipakai. Benar-benar sangat pandai bermain!"

Roddy mengatakan kata-kata kasar yang tidak enak didengar, sementara Livia hanya bisa menangis dengan sedih.

"Sialan Roddy, pergi mati saja"

Melihat Livia disiksa sampai begitu, Lupin tidak bisa menahan diri lagi. Dia memukul wajah Roddy dengan kuat.

"Ah! Bocah bajingan, kamu berani pukul aku!"

Roddy berteriak dengan kesakitan, melepaskan rambut Livia untuk memukul Lupin.

Selain mahasiswa jurusan kedokteran, Lupin juga merupakan pemain utama tim bola basket di kampus. Dia memiliki tubuh yang bertinggi 180cm dan sangat berotot.

Sementara Roddy sudah berusia lebih dari 40 tahun, dia tidak pernah bekerja ataupun berolahraga. Berjudi dan mempermainkan wanita menghabiskan semua energinya. Dia sama sekali bukan saingan anak muda kuat seperti Lupin.

Dalam waktu singkat, Lupin pun berhasil menjatuhkan Roddy dan memukulinya.

"Sialan, kamu berani pukul Bibi Livi !"

Melihat pipi Livia yang merah dan bengkak, kemarahan Lupin pun semakin memuncak.

Bagi Lupin, semua wanita pantas dilindungi, terutama wanita unggul seperti Bibi Livi.

Teringat dengan tingkah laku Roddy pada biasanya, Lupin semakin mengasihani Livia. Dia tidak mengerti kenapa Roddy si pria bajingan ini tega memukulnya.

"Aduh! Jangan pukul lagi, jangan pukul lagi!"

Pukulan Lupin berhasil menakuti Roddy, dia tidak bisa menahan lagi dan sibuk meminta ampun.

" Pipin, jangan pukul lagi. Dia akan mati nanti!"

Takut terjadi pembunuhan, Livia juga segera menghentikan Lupin.

" Bibi Livi, bajingan ini memukuli kamu sampai begitu. Tidak boleh melepaskan dia begitu saja"

Tidak tahu mengapa, Lupin merasa sangat marah. Mungkin karena Roddy merusak masalah bagusnya tadi.

" Pipin, jangan bersikap emosional. Bibi sangat terima kasih kepada kamu. Roddy itu memang sampah, tapi kamu tidak boleh menghancuri dirimu"

Livia merasa sangat tersentuh, dia sudah lama tidak pernah merasakan perasaan dilindungi oleh seorang pria.

Tapi Lupin adalah seorang mahasiswa yang memiliki masa depan cemerlang, Livia tidak boleh melihat Lupin menghancuri masa depannya demi sampah seperti Roddy.

"Karena Bibi Livi, aku akan melepaskan kamu hari ini. Tapi kamu harus merahasiakan masalah hari ini. Aku datang merawat penyakit Bibi Livi, kalau kamu berani bicara sembarangan, aku tidak akan melepaskan kamu!"

Lupin mendengus dengan dingin.

"Tenang saja, kamu jangan khawatir. Aku tidak akan mengatakan masalah hari in... aku tidak akan berkata apa pun"

Roddy adalah jenis penjahat yang hanya berani menginjak orang yang lebih lemah darinya. Setelah sadar dirinya bukan saingan Lupin, dia pun segera mengalah.

"Pulang sana!"

Pada saat itu, Lupin baru melepaskan Roddy. Sementara Roddy segera melarikan diri dari rumah Livia.

Lupin dan Livia tidak melihat seberapa berat kebencian di mata Roddy waktu melarikan diri.

"Bibi, aku pualng dulu ya. Oh iya, kamu ingat bersihkan bagian sana, jangan sampai infeksi"

Melihat Roddy sudah pergi jauh, Lupin pun menghela nafas panjang, kemudian mengingatkan Livia.

"Iya, aku tahu. Terima kasih ya Pipin "

Teringat dengan masalah hari ini, Livia menundukkan kepalanya dengan malu, tidak tahu harus bagaimana menghadapi Lupin.

"Bibi, kalau begitu aku pulang dulu. Kalau Roddy masih berani datang mencari masalah, beri tahu aku, aku akan menyelesaikan dia"

Melalui kerah baju Livia, Lupin melihat garis putih salju di dadanya. Hal ini membuat Lupin teringat dengan pemandangan indah tadi dan mulutnya tiba-tiba terasa kering.

Demi menghandari kecanggungan, Lupin pun segera pergi dari rumah Livia dengan mengendarai sepeda listriknya.

Karena masalah tadi, Lupin tiba di klinik pada jam 3 sore.

Klinik baru saja dibuka tidak sampai sebulan, jadi masih belum begitu terkenal. Lupin duduk sampai jam 8 malam pun tidak ada 1 pasien yang datang berobat.

Melihat bisnis tidak laris, Lupin memutuskan untuk menutup klinik lebih awal. Biasanya dia buka sampai jam 9 atau 10 malam.

Orang tua Lupin adalah petani kuno. Langit di bulan 7 lebih awal menggelap. Pada jam segitu, orang tua Lupin baru saja kembali dari ladang dan sedang memasak makan malam.

Karena memiliki urusan tidak terselesaikan di dalam hati, Lupin hanya makan sedikit saja. Setelah itu dia pun keramas dan tidur pada jam awal.

Cuaca menjadi lebih sejuk pada malam hari. Ditambah kejadian siang tadi yang menghabiskan lumayan banyaka tenaga, Lupin ketiduran dalam waktu singkat.

Di dalam mimpi, Lupin melihat Livia sedang melambaikan tangan kepadanya, tangan lainnya sedang memegang timun besar.

" Pipin, cepat datang bantu aku!"

"Bibi, lepaskan timun itu, punyaku lebih berguna daripada timun!"

Lupin segera menghampirinya.

Ini adalah hal yang diimpikan Lupin. Pada saat dia mau memegang dada Livia yang berisi, bagian bawah tubuh Lupin tiba-tiba bergetar dan dia tiba-tiba terbangun dari kaget.

"Sialan, ternyata sebuah mimpi. Mimpi saja aku tidak bisa mendapatkannya!"

Lupin menghela nafas panjang, tiba-tiba sadar ada sesuatu yang lengket di dalam celana dalamnya. Dia mimpi basah....

Lupin tersenyum dengan pahit, hanya bisa pergi mandi. Setelah mandi Lupin sadar ternyata baru jam 11 malam.

Dengan keadaan masih sedikit mengantuk, Lupin membuka pintu kamar mandi.

"Ah!"

Suara teriakan yang menusuk telinga beserta cahaya yang menyilaukan membangunkan Lupin secara total.

"Kakak, kakak ipar, kamu kenapa di sini?"

Download APP, continue reading

Chapters

387