Bab 2 Kedatangan Presiden
by Sasikirana
08:00,Jan 01,1970
Bab 2 Kedatangan Presiden
"Kamu.......mau mandi dulu gak?"
Lia melihat Steven yang terus menatapnya, badan semakin terasa panas. Ia tahu ini akibat efek obat, cuma dapat menekan dorongan asing itu di dalam hati sebisanya.
"Mandi?"
Steven merasa aneh, berikutnya ia menunduk sambil tersenyum, "Memang saya perlu mandi dengan air dingin......."
Badannya tiba-tiba sangat kepanasan.
Tadi dikejar wartawan sepanjang jalannya, ia pun berkeringat, lagi badannya lengket-lengket, terasa tidak enak sekali.
Lia menunduk sedikit, menunjuk pintu di sebelah kanan dengan malu, "Kamar mandi di sana, pergilah, saya......boleh menunggu kamu."
"Jadi saya tidak segan memakainya."
Steven tidak berpikir-pikir dengan kata-kata terakhir Lia, sekilas masuk ke kamar mandi hampir lolos.
Terus, suara air di kamar mandi disiarkan keluar.Lia erat-erat memegang selimut sutra di depan dadanya, denyut jantungnya terus bergelombang.
Dia gugup, sangat gugup benar!
Seingatnya ia akan melakukan hal itu dengan laki-laki asing pada pertemuan pertama kali, ia gugup hingga hatinya akan berdenyut keluar dari tenggorokan.
Untungnya, lelaki ini......cukup bagus, Lia tak dapat menahan girang di dalam hati karena mujur.
Karena bawah sadarnya, Lia tidak mau lelaki yang dicari sekehendak hati itu kurang baik daripada Bryan. Padahal Steven sudah pasti adalah lelaki luar biasa yang bisa dibedakan siapa yang lebih unggul dengan Bryan.
Setidak-tidaknya, rupanya oke.
Setelah 5 menit, Steven keluar dari kamar mandi dengan baju hanjuk putih.
Tetapi 5 menit ini bagi Lia begitu panjang dan tersiksa. Obat afrodisiaksudah diserap oleh badannya. Seluruh badannya panas hampir terbakar, wajah kecilnya pun merahnya menakutkan.
Melihat sekujur badan Lia yang lemas dan bertiarap di atas ranjang, nampaknya aneh. Mata Steven gemetar, serta maju ke depan dan membantu bangunnya, berkata dengan kuatir: "Apakah ada orang yang memberimu obat?"
"Saya......."
Lia lemah bersandar pada dada Steven, sekilas persentuhan kulit, Lia yang kepanasan pun mulai terasa sejuk kulitnya.
Di bawah sadar, Lia bersandar erat-erat kepada Steven, kayaknya hanya itu caranya yang bisa menurunkan panas badannya.
"Damn, jangan sentuh......"
Steven mengutuki dengan suara rendah, karena ia sudah dengan sudah payah menurunkan keinginannya, namun dibangkitkan lagi oleh Lia.
Tapi Lia tidak peduli ia bisa tahan atau tidak, melekatkan badannya pada badan Steven. Kesejukkan diantara persentuhan membuat Lia semakin enggan berpisah dengan badan Steven. Tak sadarnya, ia melepaskan baju handuk Steven dan melemparkannya pada bawah ranjang.
"Jangan mengusik saya, kalau tidak......akibatnya ditanggung sendiri."
Mendekap perempuan yang ada di ribaan, nafsu Stevenmulai bangkit.
"Em......"
Lia sudah pusing karena obat afrodisiak saat ini, cuma tahu menggesek-gesekkan badannya dengan berat di badan Steven.
Steven yang melihatnya, otaknya sudah dipenuhi nafsu, "Saya tidak dapat dipersalahkan atas ini."
Steven membalikkan badan dan menindih Lia ke ranjang.
Namun memandang wajah perempuan yang bingung, tiba-tiba ia tidak tega. Berbalik dan menarik selimut untuk menutui badan bugil Lia, dengan suara lembut: "Kamu punya suami atau pacar gak, di mana dia, saya bawa kamu......cari dia......"
Walaupun ucapannya tak jujur dan membuat dia tidak senang, mau tak mau dia harus begitu.
Perempuan yang dimasukkan obat afrodisiak di depan ini bisa diketahui dengan sekilas pandang. Meskipun dia bukan orang suci, dia tidak mengambil untung dari kedudukan orang yang sedang dalam bahaya. Kalau perempuan ini sudah punya suami, benar dia tidak boleh menodai kesuciannya.
"Gak ada......dia tidak mau saya lagi......saya juga tidak mau dengan dia......"
Lia sedikit membuka mata, mengulurkan tangan dan meraup wajah lelakiitu, menelentangkan badan dan berinisiatif menciumnya.
Selama 22 tahun ini, ia selalu hidup dalam belenggu kolot yang didirikan dirinya, jujurnya, ia sedikit capek, benar capek. Malam ini ia mau menjadi dirinya berbeda, menunjukkan dunia luar biasa yang berbeda untuk dirinya.
Jadi, malam ini adalah malam istimewa dia membiarkan lubuk hatinya tuntas.
Tak ragu-ragu lagi ucapan dan inisiatif Lia adalah membuat Steven bertindak. Ia tak bisa berpura-pura lagi, sekali gus mengangkat selimut yang menutupi Lia, Steven tak ragu-ragu menyelubungkan badannya.
Kedua mereka bertempel erat-erat, saling bugil.
Walaupun di ranjang, Steven bertingkah laku seperti rupa luarnya, moderat dan lemah lembut, sabar. Menunduk berciuman berlarut-larut dengan Lia.
"Em......."
Lia merasa seperti berada di awan-awan, akan terbang dengan angin karena keterampilan menghadapi orang yang begitu ahli berciuman.
Tulang Steven terasa sekali kebas dikenakan rintihan ringannya. Tak bisa menahan lagi, ia menggesek-gesekkan bibir Lia.
"Em......."
Lia merasa tidak nyaman dikenakan penggesekannya, mau tak mau membungkukkan badan untuk bersambutan.
Inisiatifnya membuat hati Steven berombak-ombak. Ia menundukkan kepala dan menggigit cuping telinga mungil Lia. Dengan suara serak, "Aku mau kamu, boleh?"
Hamir tak terlihat Lia mulai mengangguk, tak tahu sebuah keluhannya termasuk setuju atau menolak. Wajahnya elok dan menarik, betapa cantik wajahnya.
"Aku menganggap sebagai kamu setuju......"
"Kamu.......mau mandi dulu gak?"
Lia melihat Steven yang terus menatapnya, badan semakin terasa panas. Ia tahu ini akibat efek obat, cuma dapat menekan dorongan asing itu di dalam hati sebisanya.
"Mandi?"
Steven merasa aneh, berikutnya ia menunduk sambil tersenyum, "Memang saya perlu mandi dengan air dingin......."
Badannya tiba-tiba sangat kepanasan.
Tadi dikejar wartawan sepanjang jalannya, ia pun berkeringat, lagi badannya lengket-lengket, terasa tidak enak sekali.
Lia menunduk sedikit, menunjuk pintu di sebelah kanan dengan malu, "Kamar mandi di sana, pergilah, saya......boleh menunggu kamu."
"Jadi saya tidak segan memakainya."
Steven tidak berpikir-pikir dengan kata-kata terakhir Lia, sekilas masuk ke kamar mandi hampir lolos.
Terus, suara air di kamar mandi disiarkan keluar.Lia erat-erat memegang selimut sutra di depan dadanya, denyut jantungnya terus bergelombang.
Dia gugup, sangat gugup benar!
Seingatnya ia akan melakukan hal itu dengan laki-laki asing pada pertemuan pertama kali, ia gugup hingga hatinya akan berdenyut keluar dari tenggorokan.
Untungnya, lelaki ini......cukup bagus, Lia tak dapat menahan girang di dalam hati karena mujur.
Karena bawah sadarnya, Lia tidak mau lelaki yang dicari sekehendak hati itu kurang baik daripada Bryan. Padahal Steven sudah pasti adalah lelaki luar biasa yang bisa dibedakan siapa yang lebih unggul dengan Bryan.
Setidak-tidaknya, rupanya oke.
Setelah 5 menit, Steven keluar dari kamar mandi dengan baju hanjuk putih.
Tetapi 5 menit ini bagi Lia begitu panjang dan tersiksa. Obat afrodisiaksudah diserap oleh badannya. Seluruh badannya panas hampir terbakar, wajah kecilnya pun merahnya menakutkan.
Melihat sekujur badan Lia yang lemas dan bertiarap di atas ranjang, nampaknya aneh. Mata Steven gemetar, serta maju ke depan dan membantu bangunnya, berkata dengan kuatir: "Apakah ada orang yang memberimu obat?"
"Saya......."
Lia lemah bersandar pada dada Steven, sekilas persentuhan kulit, Lia yang kepanasan pun mulai terasa sejuk kulitnya.
Di bawah sadar, Lia bersandar erat-erat kepada Steven, kayaknya hanya itu caranya yang bisa menurunkan panas badannya.
"Damn, jangan sentuh......"
Steven mengutuki dengan suara rendah, karena ia sudah dengan sudah payah menurunkan keinginannya, namun dibangkitkan lagi oleh Lia.
Tapi Lia tidak peduli ia bisa tahan atau tidak, melekatkan badannya pada badan Steven. Kesejukkan diantara persentuhan membuat Lia semakin enggan berpisah dengan badan Steven. Tak sadarnya, ia melepaskan baju handuk Steven dan melemparkannya pada bawah ranjang.
"Jangan mengusik saya, kalau tidak......akibatnya ditanggung sendiri."
Mendekap perempuan yang ada di ribaan, nafsu Stevenmulai bangkit.
"Em......"
Lia sudah pusing karena obat afrodisiak saat ini, cuma tahu menggesek-gesekkan badannya dengan berat di badan Steven.
Steven yang melihatnya, otaknya sudah dipenuhi nafsu, "Saya tidak dapat dipersalahkan atas ini."
Steven membalikkan badan dan menindih Lia ke ranjang.
Namun memandang wajah perempuan yang bingung, tiba-tiba ia tidak tega. Berbalik dan menarik selimut untuk menutui badan bugil Lia, dengan suara lembut: "Kamu punya suami atau pacar gak, di mana dia, saya bawa kamu......cari dia......"
Walaupun ucapannya tak jujur dan membuat dia tidak senang, mau tak mau dia harus begitu.
Perempuan yang dimasukkan obat afrodisiak di depan ini bisa diketahui dengan sekilas pandang. Meskipun dia bukan orang suci, dia tidak mengambil untung dari kedudukan orang yang sedang dalam bahaya. Kalau perempuan ini sudah punya suami, benar dia tidak boleh menodai kesuciannya.
"Gak ada......dia tidak mau saya lagi......saya juga tidak mau dengan dia......"
Lia sedikit membuka mata, mengulurkan tangan dan meraup wajah lelakiitu, menelentangkan badan dan berinisiatif menciumnya.
Selama 22 tahun ini, ia selalu hidup dalam belenggu kolot yang didirikan dirinya, jujurnya, ia sedikit capek, benar capek. Malam ini ia mau menjadi dirinya berbeda, menunjukkan dunia luar biasa yang berbeda untuk dirinya.
Jadi, malam ini adalah malam istimewa dia membiarkan lubuk hatinya tuntas.
Tak ragu-ragu lagi ucapan dan inisiatif Lia adalah membuat Steven bertindak. Ia tak bisa berpura-pura lagi, sekali gus mengangkat selimut yang menutupi Lia, Steven tak ragu-ragu menyelubungkan badannya.
Kedua mereka bertempel erat-erat, saling bugil.
Walaupun di ranjang, Steven bertingkah laku seperti rupa luarnya, moderat dan lemah lembut, sabar. Menunduk berciuman berlarut-larut dengan Lia.
"Em......."
Lia merasa seperti berada di awan-awan, akan terbang dengan angin karena keterampilan menghadapi orang yang begitu ahli berciuman.
Tulang Steven terasa sekali kebas dikenakan rintihan ringannya. Tak bisa menahan lagi, ia menggesek-gesekkan bibir Lia.
"Em......."
Lia merasa tidak nyaman dikenakan penggesekannya, mau tak mau membungkukkan badan untuk bersambutan.
Inisiatifnya membuat hati Steven berombak-ombak. Ia menundukkan kepala dan menggigit cuping telinga mungil Lia. Dengan suara serak, "Aku mau kamu, boleh?"
Hamir tak terlihat Lia mulai mengangguk, tak tahu sebuah keluhannya termasuk setuju atau menolak. Wajahnya elok dan menarik, betapa cantik wajahnya.
"Aku menganggap sebagai kamu setuju......"
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved