Bab 1 Gejolak Cinta Di Kamar Pernikahan
by Kate
10:29,Sep 02,2020
Di dalam ruangan kerja, Nikita Su menundukan kepala, jarinya dengan cepat mengetik di keyboard komputer di depannya. Sorot matanya melirik koran yang di letakkan di atas meja, jarinya memucat, tak bisa menahan rasa sakit di hati.
Bagian koran yang paling menarik perhatiannya adalah, seorang lelaki jangkung dan tampan sedang mencium mesra seorang wanita di jalan. Walaupun fotonya tidak terlalu jelas, tapi dia sekilas saja sudah bisa menebak siapa lelaki itu.
“Kak Nikita, waktunya pulang.” Suara Melisa terdengar di telinganya, mengalihkan pikirannya.
Nikita Su menarik pikirannya, mengangkat wajahnya, tersenyum tipis menjawab: “Aku masih ada kerjaan lain, setelah selesai nanti baru pulang.”
Mendengar itu, Melisa dengan tersenyum berkata: “Hm, baiklah, nah kalau begitu aku duluan ya, sampai berjumpa besok.” Setelah mengatakan itu, Melisa dan rekan kerja lainnya pergi meninggalkannya.
Setelah menarik pikirannya dari hal-hal yang tadi, dia melanjutkan dan memusatkan pikirannya pada pekerjaan. Karena hanya dengan begitu, dia baru bisa mematikan rasanya. Jam terus berdetak, sampai jarum jam yang menunjukkan angka 10. Nikita Su berdiri, meregangkan tangan dan pinggang, kemudian mengambil tasnya meninggalkan kantor.
Berdiri di pinggir jalan, Nikita Su meletakan kedua tangannya di dada, berdiri disana menunggu taksi yang langka dan jarang lewat menghampirinya.
Mobil Bugatti Veyron hitam mendekat perlahan. “Bos, itu bukannya nona Su istrinya tuan Ye ya?” Supir Li memandangi bayangan wanita di pinggir jalan, dan berkata pada lelaki yang duduk di kursi belakang mobil.
Leonard Li membuka mata, tatapan yang begitu dingin sedingin es jatuh pada tubuh wanita yang putih dan saat ini tengah bergetaran karena dingin malam. “Bos, semalam ini, nona Su disini menunggu taksi pasti akan sangat lama, kalau tidak atau kita sekalian antar pulang saja?” Supir Li tersenyum memberi saran.
Leonard Li menarik tatapannya, kembali menutup matanya, dengan dingin berkata: “Tidak perlu.”
Supir Li dari kaca spion mobil melirik bosnya yang terlihat begitu tak peduli, dengan suara kecil mengeluh: “Sungguh terlalu.”
Mobil itu pergi melewati Nikita Su, Leonard Li kembali membuka mata, hanya meliriknya, tapi akhirnya masih tidak menghentikan mobil.
Sampai di rumah, Nikita Su dengan tubuh lelah membuka pintu utama. Berdiri di lorong, tatapannya menatap tajam heels wanita di depannya, otaknya berdengung. Jam segini, ada wanita?
Dalam hatinya begitu was-was, tangannya mengepal, Nikita Su dengan menggigit bibirnya, melangkah cepat ke kamar utama yang ada di atas. Setiap langkahnya, sama dengan rasa sakit hati yang semakin tertohok. Berdiri di depan pintu, memegang erat gagang pintu, tubuh Nikita Su tiba-tiba bergetar.
Samar-samar mendengar suara bernada tinggi dari dalam ruangan, Nikita Su langsung menggunakan kekuatan, mendorong pintu hingga terbuka. Saat dia melihat pemandangan di depannya, dia merasa kalau darahnya mengalir mundur, dan tubuhnya seperti telah dipukul keras.
Di atas ranjang yang besar, tubuh telanjang Jeanie Su berbaring disana, kedua kakinya yang ramping menggantung di pinggangnya. Aldo Ye berada di atas tubuhnya, dan terus menghajarnya. Mendengar pintu yang terbuka, Aldo Ye menoleh. Keringat membanjiri kepalanya, dan deru nafasnya terasa begitu liar.
Air mata tanpa aba-aba langsung mengalir, Nikita Su maju ke depan, dengan emosi menampar wajah Aldo Ye: “Aldo, dasar kamu bajingan! Ini kamar pernikahan kita, kamu bagaimana bisa membawa dia pulang kesini, bagaimana bisa!”
Melihat eskpresinya yang kacau dan kecewa, Aldo Ye tetap acuh tak acuh. kedua tangannya mendorong Nikita Su hingga jatuh terduduk di lantai. Kedua tangannya yang menahan tubuhnya terasa begitu sakit, tapi rasa sakitnya tak sebanding dengan rasa sakit hatinya. Kenapa harus Jeanie Su...
Melihat kesedihannya, Jeanie Su dalam hatinya begitu bangga. Dia duduk, menarik tangan Aldo Ye, dengan manja berkata: “Aldo, aku masih menginginkannya.”
Aldo Ye tidak meresponnya, turun dari ranjang. Melihat itu, Jeanie Su walaupun tidak puas, tapi dia akhirnya masih mengambil luaran bajunya, memakaikannya di tubuhnya, berdiri berjalan ke hadapan Nikita Su.
Melihat leher Jeanie Su yang penuh dengan bekas ciuman, di mata Nikita Su kembali terbayang adegan panas Jeanie Su dan Aldo Ye, hatinya terasa begitu sakit. Melihat ekspresi bangganya, kemarahan Nikita Su semakin besar: “Jeanie, dia itu kakak iparmu!”
Bagian koran yang paling menarik perhatiannya adalah, seorang lelaki jangkung dan tampan sedang mencium mesra seorang wanita di jalan. Walaupun fotonya tidak terlalu jelas, tapi dia sekilas saja sudah bisa menebak siapa lelaki itu.
“Kak Nikita, waktunya pulang.” Suara Melisa terdengar di telinganya, mengalihkan pikirannya.
Nikita Su menarik pikirannya, mengangkat wajahnya, tersenyum tipis menjawab: “Aku masih ada kerjaan lain, setelah selesai nanti baru pulang.”
Mendengar itu, Melisa dengan tersenyum berkata: “Hm, baiklah, nah kalau begitu aku duluan ya, sampai berjumpa besok.” Setelah mengatakan itu, Melisa dan rekan kerja lainnya pergi meninggalkannya.
Setelah menarik pikirannya dari hal-hal yang tadi, dia melanjutkan dan memusatkan pikirannya pada pekerjaan. Karena hanya dengan begitu, dia baru bisa mematikan rasanya. Jam terus berdetak, sampai jarum jam yang menunjukkan angka 10. Nikita Su berdiri, meregangkan tangan dan pinggang, kemudian mengambil tasnya meninggalkan kantor.
Berdiri di pinggir jalan, Nikita Su meletakan kedua tangannya di dada, berdiri disana menunggu taksi yang langka dan jarang lewat menghampirinya.
Mobil Bugatti Veyron hitam mendekat perlahan. “Bos, itu bukannya nona Su istrinya tuan Ye ya?” Supir Li memandangi bayangan wanita di pinggir jalan, dan berkata pada lelaki yang duduk di kursi belakang mobil.
Leonard Li membuka mata, tatapan yang begitu dingin sedingin es jatuh pada tubuh wanita yang putih dan saat ini tengah bergetaran karena dingin malam. “Bos, semalam ini, nona Su disini menunggu taksi pasti akan sangat lama, kalau tidak atau kita sekalian antar pulang saja?” Supir Li tersenyum memberi saran.
Leonard Li menarik tatapannya, kembali menutup matanya, dengan dingin berkata: “Tidak perlu.”
Supir Li dari kaca spion mobil melirik bosnya yang terlihat begitu tak peduli, dengan suara kecil mengeluh: “Sungguh terlalu.”
Mobil itu pergi melewati Nikita Su, Leonard Li kembali membuka mata, hanya meliriknya, tapi akhirnya masih tidak menghentikan mobil.
Sampai di rumah, Nikita Su dengan tubuh lelah membuka pintu utama. Berdiri di lorong, tatapannya menatap tajam heels wanita di depannya, otaknya berdengung. Jam segini, ada wanita?
Dalam hatinya begitu was-was, tangannya mengepal, Nikita Su dengan menggigit bibirnya, melangkah cepat ke kamar utama yang ada di atas. Setiap langkahnya, sama dengan rasa sakit hati yang semakin tertohok. Berdiri di depan pintu, memegang erat gagang pintu, tubuh Nikita Su tiba-tiba bergetar.
Samar-samar mendengar suara bernada tinggi dari dalam ruangan, Nikita Su langsung menggunakan kekuatan, mendorong pintu hingga terbuka. Saat dia melihat pemandangan di depannya, dia merasa kalau darahnya mengalir mundur, dan tubuhnya seperti telah dipukul keras.
Di atas ranjang yang besar, tubuh telanjang Jeanie Su berbaring disana, kedua kakinya yang ramping menggantung di pinggangnya. Aldo Ye berada di atas tubuhnya, dan terus menghajarnya. Mendengar pintu yang terbuka, Aldo Ye menoleh. Keringat membanjiri kepalanya, dan deru nafasnya terasa begitu liar.
Air mata tanpa aba-aba langsung mengalir, Nikita Su maju ke depan, dengan emosi menampar wajah Aldo Ye: “Aldo, dasar kamu bajingan! Ini kamar pernikahan kita, kamu bagaimana bisa membawa dia pulang kesini, bagaimana bisa!”
Melihat eskpresinya yang kacau dan kecewa, Aldo Ye tetap acuh tak acuh. kedua tangannya mendorong Nikita Su hingga jatuh terduduk di lantai. Kedua tangannya yang menahan tubuhnya terasa begitu sakit, tapi rasa sakitnya tak sebanding dengan rasa sakit hatinya. Kenapa harus Jeanie Su...
Melihat kesedihannya, Jeanie Su dalam hatinya begitu bangga. Dia duduk, menarik tangan Aldo Ye, dengan manja berkata: “Aldo, aku masih menginginkannya.”
Aldo Ye tidak meresponnya, turun dari ranjang. Melihat itu, Jeanie Su walaupun tidak puas, tapi dia akhirnya masih mengambil luaran bajunya, memakaikannya di tubuhnya, berdiri berjalan ke hadapan Nikita Su.
Melihat leher Jeanie Su yang penuh dengan bekas ciuman, di mata Nikita Su kembali terbayang adegan panas Jeanie Su dan Aldo Ye, hatinya terasa begitu sakit. Melihat ekspresi bangganya, kemarahan Nikita Su semakin besar: “Jeanie, dia itu kakak iparmu!”
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved