Bab 9 Menginap Dari Semala.
by Irma W
16:06,Feb 01,2021
Sesuai janjinya semalam, Nando pagi ini datang ke rumah Anggun. Tepatnya sekitar pukul sembilan pagi.
Sementara Nando dan Ares sedang berbincang di teras rumah, dari balik jendela ruang tamu Tika dan ibunya tengah mengintip alias menguping.
“Benarkah Tuan Ares calon suami Anggun?” tanya Tika setengah berbisik.
“Tentu saja,” jawab Maya.
“Kenapa tidak dijodohkan denganku saja, Bu? Dia tampan dan kaya,” dengus Tika.
Mata Tika masih mengintip—memantau wajah tampan milik Ares.
“Ibu juga tidak tahu,” desis Maya. “Kapan-kapan ibu jelaskan padamu.”
Tika berdecak sebal. Saat kedua kakinya memutar balik, sosok Anggun sudah berdiri di belang mereka berdua.
“Kalian sedang apa?” tanya Anggun.
Sambil mendengus, Tika menghampiri Anggun kemudian mencengkeram lengan Anggun. “Dengar ya, jangan mentang-mentang kau akan menikah dengan Tuan Ares, kau jadi berani padaku!” hardik Tika sambil melotot.
“Apa maksudmu?” tanya Anggun.
“Jangan berlagak bodoh kau!” Maya menoyor pelipis Anggun. “Kau jangan macam-macam dengan kami!”
Maya dan Tika berjalan masuk ke ruang dalam meninggalkan Anggun.
“Mereka itu, kenapa sih?” celetuk Anggun lalu mengangkat kedua pundaknya dan segera keluar untuk menemui Ares.
“Anggun!” panggil ayah.
Anggun yang sudah berdiri di ambang pintu sontak menoleh. Pun dengan Ares dan Nando.
Anggun menoleh. “Iya, Ayah. Ada apa?” tanya Anggun dengan gemetar.
“Ayah mau bicara sebentar.”
Anggun menunduk saat ayahnya mendekat. Namun, saat Bian hendak bicara, Nando lebih dulu berbicara.
“Biar aku yang jelaskan,” kata Nando sambil maju mendekat ke arah Bian.
Sementara Nando dan Ayah sudah duduk dua kursi terpisah di teras rumah, Anggun tiba-tiba di tarik oleh Ares menuju mobil Nando yang terparkir di halaman.
“Hei, Bodoh!” seloroh Ares saat sudah menarik lengan Anggun menjauh dari Nando dan Bian.
Anggun mengerutkan wajah. “Bodoh? Siapa?”
“Tentu saja kau!” Ares melotot sambil menggembeleng kepala Anggun ke arah kiri.
“Memangnya aku kenapa?” wajah polos Anggun sungguh membuat Ares merasa gemas dan geregetan.
“Aku bilang kau jangan mengepang rambutmu kan? Kenapa ini dikepang?” tanya Ares tanpa segan-segan menarik ujuk rambut itu hingga Anggun mendongak.
“Oh, ini.” Anggun lantas menggigit bibir. “Maaf, aku sudah terbiasa mengepangnya.”
Ares berdecak sebal. “Dan lihatlah ini!” Ares menarik baju bagian lengan Anggun. “Apa kau tak memiliki baju selain model begini?”
“Apa yang salah?” tanya Anggun sambil mengamati penampilannya sendiri. “Kurasa sudah benar.”
“Itu menurutmu! Tapi tidak denganku. Pakaianmu sungguh membuat mataku sakit!” sungut Ares.
Tak mau mendengar Anggun membantah, Ares lantas membuka pintu belakang lalu mendorong Anggun masuk ke dalam mobil. Bukan jok depan, melainkan jok belakang.
“Geser!” pinta Ares.
Tanpa membantah, Anggun memeluk tas selempangnya kemudian bergeser hingga sampai di pintu sebelah kiri.
Sementara di luar sana—seperti sudah mendapat perintah dari Tuannya—Nando nampaknya mulai berbicara dengan Bian atau ayah Anggun.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Tuan Ares bisa tidur di kamar Anggun?” tanya Anton dengan nada cemas.
Sebagai sang ayah, tentunya Anton akan merasa khawatir dengan kejadian ini. Putrinya tidur satu kamar dengan pria yang statusnya belum menjadi suami sah, itu sangatlah memalukan.
“Anda tenang, Tuan.” Nando menangkupkan kedua tangan di atas meja menghadap ke arah Anton. “Semua yang terjadi jauh dari apa yang sedang anda pikirkan.”
“Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Anton lagi. “Saya tidak mau terjadi apa-apa dengan Anggun.”
Nando tersenyum mencoba menghilangkan kepanikan di wajah Anton.
“Semalam Ares mabok ...”
“Apa?” Bian membelalak.
Dari balik kaca mobil, Anggun terlihat penasaran saat mendapati Ayahnya yang di luar sana membelalakkan ke arah Nando.
“Ada apa di luar sana?” tanya Anggun pada Ares yang sedang duduk bersandar sambil memainkan ponsel. “Kenapa ayahku terlihat kaget?”
“Sudahlah.” Ares menarik kepang Anggun hingga Anggun terduduk lagi. “Tidak ada apa-apa di luar sana. Tunggu saja Nando datang.”
Anggun merengut lalu melipat kedua tangan di depan dada kemudian menyandarkan punggung.
“Tenang, Tuan. Biarkan saya menjelaskan semuanya,” ucap Nando setenang mungkin.
Anton mendesah lalu memejamkan mata sesat kemudian membiarkan Nando bicara.
“Tuan Ares muntah-muntah semalam. Karena jarak rumah terlalu jauh, dan mobil saya berhenti tepat di jalan masuk kompleks, maka saya memutuskan untuk membawa Tuan Ares ke rumah ini.”
“Tapi kenapa tidak ada yang membangunkanku? Kenapa harus masuk diam-diam?”
“Sekali lagi saya minta maaf, Tuan. Karena sudah sangat larut jadi saya tidak ingin membuat keributan, itu sebabnya saya membawa masuk Tuan Ares menemui Anggun.”
“Apa kau yakin tidak terjadi apa-apa?” tanya Anton memastikan.
“Tidak, Tuan. Semua baik-baik saja. Aku jamin itu. Tuan Ares hanya numpang tidur saja.”
Anton manggut-manggut. Ingin percaya dengan penjelasan Nando, tapi entah kenapa seperti ada yang masih mengganjal di benaknya.
“Kalau begitu, saya permisi, Tuan.” Nando berdiri. “Saya harus mengantar Tuan Ares dan Nona Anggun ke rumah Tuan Bian.
Nando berdiri. Menundukkan kepala lalu segera menyusul Ares dan Anggun yang sudah berada di dalam mobil.
“Aku mau pamit dengan ayahku dulu.” Anggun menurunkan jendela kaca mobil.
Di atas teras, Anton tengah melamunkan sesuatu yang tak kunjung bisa di tebak. Bahkan saat Anggun berteriak memanggilnya untuk berpamitan, Anton terlihat acuh dan hanya mengangguk sekenanya.
Perlahan, Anton memutar tumit kembali masuk ke dalam rumah.
“Kamar Anggun hanya muat untuk satu orang kan?” gumam Anton sambil menutup pintu. “Itu artinya tidak mungkin mereka tidur berdua. Tapi ... Anggun tidur di mana kalau Tuan Ares tidur di ranjangnya?”
Anton masih memikirkan hal tersebut. “Di ruang tamu? Ruang tengah? Kurasa tidak. Tadi pagi aku tidak melihatnya.”
Anton tiba-tiba berhenti melangkah. Bergidik sambil memejamkan mata kemudian berkata sambil berjalan. “Tidak ada yang terjadi. Jangan terlalu dipikirkan.”
“Apa ibu dan saudara tirimu sangat menyebalkan?” tanya Ares.
Anggun menoleh. Tersenyum kecut kemudian mengangguk.
“Dari mana kau tahu dia ibu dan saudara tiriku?” Anggun ikut bertanya.
Ares mengangkat kedua alisnya sambil menunjuk ke arah Nando yang sedang fokus menyetir.
“Tuan Nando?” Anggun memastikan.
“Yap.” Satu jentikan terdengar dari jemari Ares.
“Maaf, Nona. Bukan aku bermaksud—”
“Tak perlu minta maaf padanya,” potong Ares.
Nando hanya menganggukkan kepala sementara Anggun melirik sinis ke arah Ares.
“Maaf Tuan,” ucap Anggun saat suasana mobil mendadak senyap. “Kalau boleh tahu, kita akan ke mana ya?”
Ares mendesah lalu membuang napas ke arah jendela. “Tentu saja membawamu ke rumahku. Apalagi?”
“Untuk apa?” tanya Anggun.
“Nando, jelaskan padanya!” perintah Ares pada Nando.
“Untuk membahas pernikahan, Nona,” jelas Nando.
“Pernikahan?” pekik Anggun.
“Iya Nona. Nona dan Tuan Ares akan segera menikah.”
Tleguk! Anggun menelan salivanya sambil memejamkan mata.
“Jadi, pernikahan ini memang akan terjadi?” batin Anggun.
***
Sementara Nando dan Ares sedang berbincang di teras rumah, dari balik jendela ruang tamu Tika dan ibunya tengah mengintip alias menguping.
“Benarkah Tuan Ares calon suami Anggun?” tanya Tika setengah berbisik.
“Tentu saja,” jawab Maya.
“Kenapa tidak dijodohkan denganku saja, Bu? Dia tampan dan kaya,” dengus Tika.
Mata Tika masih mengintip—memantau wajah tampan milik Ares.
“Ibu juga tidak tahu,” desis Maya. “Kapan-kapan ibu jelaskan padamu.”
Tika berdecak sebal. Saat kedua kakinya memutar balik, sosok Anggun sudah berdiri di belang mereka berdua.
“Kalian sedang apa?” tanya Anggun.
Sambil mendengus, Tika menghampiri Anggun kemudian mencengkeram lengan Anggun. “Dengar ya, jangan mentang-mentang kau akan menikah dengan Tuan Ares, kau jadi berani padaku!” hardik Tika sambil melotot.
“Apa maksudmu?” tanya Anggun.
“Jangan berlagak bodoh kau!” Maya menoyor pelipis Anggun. “Kau jangan macam-macam dengan kami!”
Maya dan Tika berjalan masuk ke ruang dalam meninggalkan Anggun.
“Mereka itu, kenapa sih?” celetuk Anggun lalu mengangkat kedua pundaknya dan segera keluar untuk menemui Ares.
“Anggun!” panggil ayah.
Anggun yang sudah berdiri di ambang pintu sontak menoleh. Pun dengan Ares dan Nando.
Anggun menoleh. “Iya, Ayah. Ada apa?” tanya Anggun dengan gemetar.
“Ayah mau bicara sebentar.”
Anggun menunduk saat ayahnya mendekat. Namun, saat Bian hendak bicara, Nando lebih dulu berbicara.
“Biar aku yang jelaskan,” kata Nando sambil maju mendekat ke arah Bian.
Sementara Nando dan Ayah sudah duduk dua kursi terpisah di teras rumah, Anggun tiba-tiba di tarik oleh Ares menuju mobil Nando yang terparkir di halaman.
“Hei, Bodoh!” seloroh Ares saat sudah menarik lengan Anggun menjauh dari Nando dan Bian.
Anggun mengerutkan wajah. “Bodoh? Siapa?”
“Tentu saja kau!” Ares melotot sambil menggembeleng kepala Anggun ke arah kiri.
“Memangnya aku kenapa?” wajah polos Anggun sungguh membuat Ares merasa gemas dan geregetan.
“Aku bilang kau jangan mengepang rambutmu kan? Kenapa ini dikepang?” tanya Ares tanpa segan-segan menarik ujuk rambut itu hingga Anggun mendongak.
“Oh, ini.” Anggun lantas menggigit bibir. “Maaf, aku sudah terbiasa mengepangnya.”
Ares berdecak sebal. “Dan lihatlah ini!” Ares menarik baju bagian lengan Anggun. “Apa kau tak memiliki baju selain model begini?”
“Apa yang salah?” tanya Anggun sambil mengamati penampilannya sendiri. “Kurasa sudah benar.”
“Itu menurutmu! Tapi tidak denganku. Pakaianmu sungguh membuat mataku sakit!” sungut Ares.
Tak mau mendengar Anggun membantah, Ares lantas membuka pintu belakang lalu mendorong Anggun masuk ke dalam mobil. Bukan jok depan, melainkan jok belakang.
“Geser!” pinta Ares.
Tanpa membantah, Anggun memeluk tas selempangnya kemudian bergeser hingga sampai di pintu sebelah kiri.
Sementara di luar sana—seperti sudah mendapat perintah dari Tuannya—Nando nampaknya mulai berbicara dengan Bian atau ayah Anggun.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Tuan Ares bisa tidur di kamar Anggun?” tanya Anton dengan nada cemas.
Sebagai sang ayah, tentunya Anton akan merasa khawatir dengan kejadian ini. Putrinya tidur satu kamar dengan pria yang statusnya belum menjadi suami sah, itu sangatlah memalukan.
“Anda tenang, Tuan.” Nando menangkupkan kedua tangan di atas meja menghadap ke arah Anton. “Semua yang terjadi jauh dari apa yang sedang anda pikirkan.”
“Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Anton lagi. “Saya tidak mau terjadi apa-apa dengan Anggun.”
Nando tersenyum mencoba menghilangkan kepanikan di wajah Anton.
“Semalam Ares mabok ...”
“Apa?” Bian membelalak.
Dari balik kaca mobil, Anggun terlihat penasaran saat mendapati Ayahnya yang di luar sana membelalakkan ke arah Nando.
“Ada apa di luar sana?” tanya Anggun pada Ares yang sedang duduk bersandar sambil memainkan ponsel. “Kenapa ayahku terlihat kaget?”
“Sudahlah.” Ares menarik kepang Anggun hingga Anggun terduduk lagi. “Tidak ada apa-apa di luar sana. Tunggu saja Nando datang.”
Anggun merengut lalu melipat kedua tangan di depan dada kemudian menyandarkan punggung.
“Tenang, Tuan. Biarkan saya menjelaskan semuanya,” ucap Nando setenang mungkin.
Anton mendesah lalu memejamkan mata sesat kemudian membiarkan Nando bicara.
“Tuan Ares muntah-muntah semalam. Karena jarak rumah terlalu jauh, dan mobil saya berhenti tepat di jalan masuk kompleks, maka saya memutuskan untuk membawa Tuan Ares ke rumah ini.”
“Tapi kenapa tidak ada yang membangunkanku? Kenapa harus masuk diam-diam?”
“Sekali lagi saya minta maaf, Tuan. Karena sudah sangat larut jadi saya tidak ingin membuat keributan, itu sebabnya saya membawa masuk Tuan Ares menemui Anggun.”
“Apa kau yakin tidak terjadi apa-apa?” tanya Anton memastikan.
“Tidak, Tuan. Semua baik-baik saja. Aku jamin itu. Tuan Ares hanya numpang tidur saja.”
Anton manggut-manggut. Ingin percaya dengan penjelasan Nando, tapi entah kenapa seperti ada yang masih mengganjal di benaknya.
“Kalau begitu, saya permisi, Tuan.” Nando berdiri. “Saya harus mengantar Tuan Ares dan Nona Anggun ke rumah Tuan Bian.
Nando berdiri. Menundukkan kepala lalu segera menyusul Ares dan Anggun yang sudah berada di dalam mobil.
“Aku mau pamit dengan ayahku dulu.” Anggun menurunkan jendela kaca mobil.
Di atas teras, Anton tengah melamunkan sesuatu yang tak kunjung bisa di tebak. Bahkan saat Anggun berteriak memanggilnya untuk berpamitan, Anton terlihat acuh dan hanya mengangguk sekenanya.
Perlahan, Anton memutar tumit kembali masuk ke dalam rumah.
“Kamar Anggun hanya muat untuk satu orang kan?” gumam Anton sambil menutup pintu. “Itu artinya tidak mungkin mereka tidur berdua. Tapi ... Anggun tidur di mana kalau Tuan Ares tidur di ranjangnya?”
Anton masih memikirkan hal tersebut. “Di ruang tamu? Ruang tengah? Kurasa tidak. Tadi pagi aku tidak melihatnya.”
Anton tiba-tiba berhenti melangkah. Bergidik sambil memejamkan mata kemudian berkata sambil berjalan. “Tidak ada yang terjadi. Jangan terlalu dipikirkan.”
“Apa ibu dan saudara tirimu sangat menyebalkan?” tanya Ares.
Anggun menoleh. Tersenyum kecut kemudian mengangguk.
“Dari mana kau tahu dia ibu dan saudara tiriku?” Anggun ikut bertanya.
Ares mengangkat kedua alisnya sambil menunjuk ke arah Nando yang sedang fokus menyetir.
“Tuan Nando?” Anggun memastikan.
“Yap.” Satu jentikan terdengar dari jemari Ares.
“Maaf, Nona. Bukan aku bermaksud—”
“Tak perlu minta maaf padanya,” potong Ares.
Nando hanya menganggukkan kepala sementara Anggun melirik sinis ke arah Ares.
“Maaf Tuan,” ucap Anggun saat suasana mobil mendadak senyap. “Kalau boleh tahu, kita akan ke mana ya?”
Ares mendesah lalu membuang napas ke arah jendela. “Tentu saja membawamu ke rumahku. Apalagi?”
“Untuk apa?” tanya Anggun.
“Nando, jelaskan padanya!” perintah Ares pada Nando.
“Untuk membahas pernikahan, Nona,” jelas Nando.
“Pernikahan?” pekik Anggun.
“Iya Nona. Nona dan Tuan Ares akan segera menikah.”
Tleguk! Anggun menelan salivanya sambil memejamkan mata.
“Jadi, pernikahan ini memang akan terjadi?” batin Anggun.
***
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved