Bab 1 Istriku Mau Kencan Buta
by Evan Judika
18:11,Aug 28,2021
Nama istriku, Fatima Jelani, anak dari keluarga broken home, keluarganya cukup mapan, ibu mertuaku sangat hebat, punya perusahaan. Sejak kuliah dia cantik dan kaya, sekarang bekerja di bank, tidak hanya jago bekerja tapi juga bunga kota, gajinya sangat tinggi.
Setelah lulus sekolah, aku menjadi menantu keluarga Jelani, secara alami menjadi suaminya, suami rumah tangga, bertanggung jawab atas kehidupan sehari-hari keluarga, tetapi aku juga punya kesulitan yang tidak bisa kukatakan.
Karena berasal dari keluarga sederhana dan miskin, ditambah dengan pernikahan yang murni dari hasil mengemis orang tuaku, tidak hanya Fatima, bahkan ibu mertuaku, Sahra jelani, juga sangat benci dan memandang rendah diriku.
“ Yugi,cuci piring.”
“ Yugi,bangun, keluargaku hidupi kamu untuk duduk santai? Cepat pel, kalau tidak, lihat nanti aku beri kamu pelajaran.”
“ Yugi, jangan mimpi aku akan lahirkan anak untukmu.”
Dalam dua tahun terakhir, aku sering mendengar ini. Yang lebih keterlaluan adalah aku tidak pernah tidur seranjang dengan Fatima. Dia tidur di kamarnya, aku tidur di kamar tamu, seperti pelayan, tidak ada status sedikit pun.
Ibu mertuaku tahu masalah ini, tetapi dia tidak mengatakannya kepada publik. Dia merasa aku tidak pantas untuk putrinya, tidak ingin dimanfaatkan, jadi gunakan aku sebagai cadangan.
Semua ini hanyalah sebuah nama, atau mungkin tameng, bahkan anak yang lahir dari darah dagingku atau pun bukan, sudah tidak penting! Jika ya, juga tidak akan mengikuti margaku!
Orang tuaku mengira, perasaan kami tulus, mereka sering menelepon kemari, menanyakan tentang anak. Aku hanya bisa mengubah topik atau jawab asal-asalan.
Setiap malam, aku melihat Fatima memakai piyama merah muda, berjalan di ruang tamu dan kamar. Tubuhnya menjulang tinggi dan kakinya panjang seputih batu giok. Aku yang baru berusia 24 tahun, yang penuh energik, hidup dalam penderitaan.
Hal yang paling membuatku frustasi adalah ibu mertuaku memintaku pergi menemani Fatima kencan buta!
Ibu mertua bahkan berkata: “Dari keluarga kaya, nanti kamu tunggu di luar saja. Kamu miskin dan kampungan, jangan buat keluarga Jelani malu,, bereskan kamar.”
Saat itu, aku benar-benar tercengang, hinaan semacam ini, membuatku ingin segera cerai dan meninggalkan keluarga ini.
Mengingat kondisi fisik orang tua di rumah, aku tahan, aku tidak ingin mereka terkena pukulan seperti ini dan terjadi sesuatu.
“Iya.”Aku mengangguk setuju.
Begitu mendengar orang kaya dan tampangnya cukup ganteng, Fatima sangat bahagia, menarik ibunya ke kamar, sesekali tertawa malu, menganggapku tidak ada sama sekali.
Aku merasa menjadi pria paling pecundang di dunia. Meskipun tidak pernah memiliki hubungan suami istri dengan Fatima, tetapi secara tertulis dia istri sahku. Bagaimana mungkin aku terima dia pergi kencan buta dengan pria lain? Bahkan ingin, aku, suaminya pergi menemaninya?
Setelah berpikir cukup lama, tidak membuahkan hasil. Aku seperti seorang pecundang, membersihkan rumah, sambil membuat sesuatu yang tidak berani kulakukan selama dua tahun.
Setelah membersihkan rumah, di saat jam beli sayur, aku menyapanya, sembari mengambil kunci turun ke bawah pergi ke toko produk kesehatan.
Fatima, Sahra,karena kalian berduamemandang rendah diriku, ingin aku pergi temani kamu kencan buta. Aku tidak akan biarkan kalian berhasil, aku harus beli obat, apa yang bisa kalian lakukan, jika nasi sudah menjadi bubur!
Dengan ambisi kuat, aku sampai di pintu toko, kemarahan akan kepatuhan dalam dua tahun terakhir menyembur keluar, seolah telah berakar cukup lama dan tidak bisa ditahan sama sekali, diam-diam aku sedikit takut.
Aku takut jika melakukannya dengan paksa, akan membuat Fatima menceraikanku. Ketika orang tuaku tahu, bukankah mereka akan marah besar?
“Tidak bisa.”Aku menggelengkan kepala, dari lubuk hati merasa diriku pecundang, sudah seperti ini masih mau diatur, takut ini itu.
Meskipun hatiku berpikir begitu, aku tetap tidak berani!
“Sialan.” Aku mengutuk, ketika hendak berbalik, aku melihat toko lotere di sebelah toko produk kesehatan.
“Sebenarnya semua ini karena aku miskin, kan? Kalau aku menangkan hadiah besar, apa perlu terima siksaan ini?” Aku menarik napas dalam-dalam, mengambil langkah besar berjalan ke toko lotere.
“kasih aku 5 lotere.”Aku mengeluarkan dompet, melihat uang saku yang diberikan Fatima padaku, mengambil 20 ribu, menyerahkannya kepada penjaga toko.
“Mau tambah?”Penjaga toko mengangkat kepalanya dan bertanya.
“Tambah!”Aku berpikir sejenak, menggertakkan gigi, mengeluarkan semua uang saku sekitar jutaan yang kusimpan selama setengah tahun, meminta penjaga toko tambah 5 lotere !
Meskipun aku tahu sama sekali tidak mungkin menang, tapi aku tetap keluar dari toko lotere mengambil lotere, dengan hati-hati memasukkannya ke dompet.
Sepulang ke rumah, Sahra tidak ada, mungkin ke perusahaan, menyisahkan Fatima seorang duduk di ruang tamu, sambil makan kismis sambil menonton TV, meletakkan kedua kaki panjangnya diatas meja, celana dalam hitamnya terlihat sedikit, yang hampir membuatku mimisan.
Melihat aku pulang, kedua kaki putihnya segera disilangkan dan duduk tegak. Dadanya yang besar berubah menjadi tegap, hanya menyisakan tatapan jijik dan berkata: “Lihat apa? Bukankah pergi beli sayur? Mana sayurnya?”
“Lupa...”Responku.
Fatima segera mengerutkan kening, berdiri tegak, menyalahkanku: “Keluar beli sayur, bisa lupa beli? Kenapa orang tuamu bisa lahirkan sampah sepertimu?"
“Kau boleh memarahiku, tapi jangan marahi orang tuaku.”Awalnya aku sudah kesal, mendengar kata-kata Fatima, seperti api yang ditambah minyak, wajahku muram, menggigit mulutku dan berkata: “Tidak peduli apa yang terjadi dengan orang tuaku, kau tidak berhak mengatai mereka!”
Setelah itu, Fatima tercengang, segera berkata: “Sudah lama tidak beri kau pelajaran, sok hebat, ya? Coba katakan sekali lagi?”
Aku tidak berkata apa-apa, memandang wajah familiar itu. Meskipun cantik, mancung dan lembut, tapi aku mulai jijik.
Mungkin karena aku tidak menjawab balik, Fatima semakin arogan, melototiku, memarahiku dan menunjuk hidungku.
“Coba lawan? Semua yang kau makan dan pakai, yang mana tidak pakai uangku? Beraninya bicara seperti itu padaku.”
“ Yugi, kuberitahu kamu, jangan berangan-angan, aku dan kamu tidak berada di dunia yang sama, aku menikah denganmu, hanya karena budi baik ibumu, jangan pikir kamu bisa taklukkan aku.”
“Pria zaman dulu bisa ceraikan istri mereka, jadi lebih baik kamu jangan buat aku marah, hati-hati aku ceraikan!”
“Kali ini ibuku kenalkan seorang pria padaku, aku sangat suka, mungkin aku akan segera ceraikan kamu!”
Ceraikan kamu, ceraikan kamu, dua kata ini terus bergema di benakku, seperti guntur yang tidak berhenti, meledakkan pikiranku dan mengaum!
“Kenapa tidak bicara? Takut? Lihat dirimu, aku bisa jadikan kamu suamiku, itu keberuntunganmu, setelah cerai, keluargaku akan beri kamu uang, tidak akan biarkan kamu mati kelaparan di pinggir jalan.”
“Kalau bukan karena ibumu, sudah kuusir kamu, kamu pikir kamu suamiku? Kamu hanya tameng.”
“Sejujurnya pasanganku ini tahu soal dirimu, karena itu ibu minta kamu tunggu di luar.”Kata Fatima berkata tanpa henti.
Kepalaku berdengung. Dari sebelum aku keluar hingga kembali, terus memikirkan hal ini, akhirnya pecah tidak terkendali.
Tidak peduli seberapa takut dan seberapa khawatir, semuanya dilupakan saat ini. Karena Fatima sudah berencana mengakhiri semua ini, kenapa aku tidak masuk perangkap saja? Kenapa harus rendah hati?
Tidak meledak dalam keheningan, akan meledak dalam kematian
“Sialan!”Aku menarik napas dalam-dalam, mengulurkan tangan, merangkul leher Fatima yang lembut dan putih, memaksa wajahnya mendekat dan menciumnya!
Ini pertama kalinya aku mencium istriku sejak aku menikah!
Setelah lulus sekolah, aku menjadi menantu keluarga Jelani, secara alami menjadi suaminya, suami rumah tangga, bertanggung jawab atas kehidupan sehari-hari keluarga, tetapi aku juga punya kesulitan yang tidak bisa kukatakan.
Karena berasal dari keluarga sederhana dan miskin, ditambah dengan pernikahan yang murni dari hasil mengemis orang tuaku, tidak hanya Fatima, bahkan ibu mertuaku, Sahra jelani, juga sangat benci dan memandang rendah diriku.
“ Yugi,cuci piring.”
“ Yugi,bangun, keluargaku hidupi kamu untuk duduk santai? Cepat pel, kalau tidak, lihat nanti aku beri kamu pelajaran.”
“ Yugi, jangan mimpi aku akan lahirkan anak untukmu.”
Dalam dua tahun terakhir, aku sering mendengar ini. Yang lebih keterlaluan adalah aku tidak pernah tidur seranjang dengan Fatima. Dia tidur di kamarnya, aku tidur di kamar tamu, seperti pelayan, tidak ada status sedikit pun.
Ibu mertuaku tahu masalah ini, tetapi dia tidak mengatakannya kepada publik. Dia merasa aku tidak pantas untuk putrinya, tidak ingin dimanfaatkan, jadi gunakan aku sebagai cadangan.
Semua ini hanyalah sebuah nama, atau mungkin tameng, bahkan anak yang lahir dari darah dagingku atau pun bukan, sudah tidak penting! Jika ya, juga tidak akan mengikuti margaku!
Orang tuaku mengira, perasaan kami tulus, mereka sering menelepon kemari, menanyakan tentang anak. Aku hanya bisa mengubah topik atau jawab asal-asalan.
Setiap malam, aku melihat Fatima memakai piyama merah muda, berjalan di ruang tamu dan kamar. Tubuhnya menjulang tinggi dan kakinya panjang seputih batu giok. Aku yang baru berusia 24 tahun, yang penuh energik, hidup dalam penderitaan.
Hal yang paling membuatku frustasi adalah ibu mertuaku memintaku pergi menemani Fatima kencan buta!
Ibu mertua bahkan berkata: “Dari keluarga kaya, nanti kamu tunggu di luar saja. Kamu miskin dan kampungan, jangan buat keluarga Jelani malu,, bereskan kamar.”
Saat itu, aku benar-benar tercengang, hinaan semacam ini, membuatku ingin segera cerai dan meninggalkan keluarga ini.
Mengingat kondisi fisik orang tua di rumah, aku tahan, aku tidak ingin mereka terkena pukulan seperti ini dan terjadi sesuatu.
“Iya.”Aku mengangguk setuju.
Begitu mendengar orang kaya dan tampangnya cukup ganteng, Fatima sangat bahagia, menarik ibunya ke kamar, sesekali tertawa malu, menganggapku tidak ada sama sekali.
Aku merasa menjadi pria paling pecundang di dunia. Meskipun tidak pernah memiliki hubungan suami istri dengan Fatima, tetapi secara tertulis dia istri sahku. Bagaimana mungkin aku terima dia pergi kencan buta dengan pria lain? Bahkan ingin, aku, suaminya pergi menemaninya?
Setelah berpikir cukup lama, tidak membuahkan hasil. Aku seperti seorang pecundang, membersihkan rumah, sambil membuat sesuatu yang tidak berani kulakukan selama dua tahun.
Setelah membersihkan rumah, di saat jam beli sayur, aku menyapanya, sembari mengambil kunci turun ke bawah pergi ke toko produk kesehatan.
Fatima, Sahra,karena kalian berduamemandang rendah diriku, ingin aku pergi temani kamu kencan buta. Aku tidak akan biarkan kalian berhasil, aku harus beli obat, apa yang bisa kalian lakukan, jika nasi sudah menjadi bubur!
Dengan ambisi kuat, aku sampai di pintu toko, kemarahan akan kepatuhan dalam dua tahun terakhir menyembur keluar, seolah telah berakar cukup lama dan tidak bisa ditahan sama sekali, diam-diam aku sedikit takut.
Aku takut jika melakukannya dengan paksa, akan membuat Fatima menceraikanku. Ketika orang tuaku tahu, bukankah mereka akan marah besar?
“Tidak bisa.”Aku menggelengkan kepala, dari lubuk hati merasa diriku pecundang, sudah seperti ini masih mau diatur, takut ini itu.
Meskipun hatiku berpikir begitu, aku tetap tidak berani!
“Sialan.” Aku mengutuk, ketika hendak berbalik, aku melihat toko lotere di sebelah toko produk kesehatan.
“Sebenarnya semua ini karena aku miskin, kan? Kalau aku menangkan hadiah besar, apa perlu terima siksaan ini?” Aku menarik napas dalam-dalam, mengambil langkah besar berjalan ke toko lotere.
“kasih aku 5 lotere.”Aku mengeluarkan dompet, melihat uang saku yang diberikan Fatima padaku, mengambil 20 ribu, menyerahkannya kepada penjaga toko.
“Mau tambah?”Penjaga toko mengangkat kepalanya dan bertanya.
“Tambah!”Aku berpikir sejenak, menggertakkan gigi, mengeluarkan semua uang saku sekitar jutaan yang kusimpan selama setengah tahun, meminta penjaga toko tambah 5 lotere !
Meskipun aku tahu sama sekali tidak mungkin menang, tapi aku tetap keluar dari toko lotere mengambil lotere, dengan hati-hati memasukkannya ke dompet.
Sepulang ke rumah, Sahra tidak ada, mungkin ke perusahaan, menyisahkan Fatima seorang duduk di ruang tamu, sambil makan kismis sambil menonton TV, meletakkan kedua kaki panjangnya diatas meja, celana dalam hitamnya terlihat sedikit, yang hampir membuatku mimisan.
Melihat aku pulang, kedua kaki putihnya segera disilangkan dan duduk tegak. Dadanya yang besar berubah menjadi tegap, hanya menyisakan tatapan jijik dan berkata: “Lihat apa? Bukankah pergi beli sayur? Mana sayurnya?”
“Lupa...”Responku.
Fatima segera mengerutkan kening, berdiri tegak, menyalahkanku: “Keluar beli sayur, bisa lupa beli? Kenapa orang tuamu bisa lahirkan sampah sepertimu?"
“Kau boleh memarahiku, tapi jangan marahi orang tuaku.”Awalnya aku sudah kesal, mendengar kata-kata Fatima, seperti api yang ditambah minyak, wajahku muram, menggigit mulutku dan berkata: “Tidak peduli apa yang terjadi dengan orang tuaku, kau tidak berhak mengatai mereka!”
Setelah itu, Fatima tercengang, segera berkata: “Sudah lama tidak beri kau pelajaran, sok hebat, ya? Coba katakan sekali lagi?”
Aku tidak berkata apa-apa, memandang wajah familiar itu. Meskipun cantik, mancung dan lembut, tapi aku mulai jijik.
Mungkin karena aku tidak menjawab balik, Fatima semakin arogan, melototiku, memarahiku dan menunjuk hidungku.
“Coba lawan? Semua yang kau makan dan pakai, yang mana tidak pakai uangku? Beraninya bicara seperti itu padaku.”
“ Yugi, kuberitahu kamu, jangan berangan-angan, aku dan kamu tidak berada di dunia yang sama, aku menikah denganmu, hanya karena budi baik ibumu, jangan pikir kamu bisa taklukkan aku.”
“Pria zaman dulu bisa ceraikan istri mereka, jadi lebih baik kamu jangan buat aku marah, hati-hati aku ceraikan!”
“Kali ini ibuku kenalkan seorang pria padaku, aku sangat suka, mungkin aku akan segera ceraikan kamu!”
Ceraikan kamu, ceraikan kamu, dua kata ini terus bergema di benakku, seperti guntur yang tidak berhenti, meledakkan pikiranku dan mengaum!
“Kenapa tidak bicara? Takut? Lihat dirimu, aku bisa jadikan kamu suamiku, itu keberuntunganmu, setelah cerai, keluargaku akan beri kamu uang, tidak akan biarkan kamu mati kelaparan di pinggir jalan.”
“Kalau bukan karena ibumu, sudah kuusir kamu, kamu pikir kamu suamiku? Kamu hanya tameng.”
“Sejujurnya pasanganku ini tahu soal dirimu, karena itu ibu minta kamu tunggu di luar.”Kata Fatima berkata tanpa henti.
Kepalaku berdengung. Dari sebelum aku keluar hingga kembali, terus memikirkan hal ini, akhirnya pecah tidak terkendali.
Tidak peduli seberapa takut dan seberapa khawatir, semuanya dilupakan saat ini. Karena Fatima sudah berencana mengakhiri semua ini, kenapa aku tidak masuk perangkap saja? Kenapa harus rendah hati?
Tidak meledak dalam keheningan, akan meledak dalam kematian
“Sialan!”Aku menarik napas dalam-dalam, mengulurkan tangan, merangkul leher Fatima yang lembut dan putih, memaksa wajahnya mendekat dan menciumnya!
Ini pertama kalinya aku mencium istriku sejak aku menikah!
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved