Bab 4 Bang Preman Mana?

by Evan Judika 18:11,Aug 28,2021
“Persetan!”Aku marah, sangat-sangat marah, setelah menendangnya, aku mendorong Fatima, kemudian menghajarnya!

keluarga Jelani peduli pada reputasi, dulu Ibu Jelani tinggal sekampung dengan orang tuaku, ketika aku lahir sudah dijodohkan dengan Fatima, di tempat kami, kalau tidak tepati janji akan dikritik. Dengan identitasku mana mungkin bisa masuk ke keluarga Jelani.

Tetapi aku tidak menyangka, Ibu Jelani tahu masalah Kusno dengan Fatima, bahkan menutupinya dariku selama dua tahun. Kalau tidak mendengar semua ini, aku selamanya akan terkungkung dalam kebohongan.

Dari kencan buta, sudah dapat dilihat keluarga Jelani merencanakan ini sejak lama, Fatima pasti akan menceraikanku, kemudian menikah dengan Kusno.

Lalu siapa aku? Pebinor? Tameng? Pria Terbully?

Yang terpenting adalah, Ibu Jelani ingin gunakan kelemahanku untuk mengancamku, menutup mulutku, mencegah masalah ini bocor keluar, mungkin ingin mencari kesempatan yang bagus untuk beri tahu orang tuaku masalah perceraian ini.

Tidak peduli apa pun itu, hasil akhir dari perceraian pasti akan salahkan aku.

Kepalaku berdengung, jangan-jangan Fatima tidak pernah biarkan aku menyentuhnya, bukan hanya karena Kusno, tetapi karena dia memiliki alasan untuk menyalahkanku impoten dan tidak bisa melahirkan anak?

“Keparat!” Aku menekan dada Kusno dengan satu lutut, memukul dengan putus asa seperti bintang jatuh.

“Beraninya kau pukul aku?”Tanya Kusno dengan kejam.

Sayangnya tubuhku yang setinggi 1.8m, di tambah lahir dari pedesaan dengan kekuatan luar biasa. Kusno yang kurus kutilang, sama sekali bukan tandinganku, bahkan kesempatan untuk melawan juga tidak ada. Fatima ketakutan, berteriak panik hingga wajahnya putih pucat.

“Pembunuhan! Ada pembunuhan! Tolong!”

Segera, staf keamanan Hotel Deongsam bergegas kemari, ada empat penjaga keamanan menarikku agar aku dan Kusno berpisah.

Kusno yang kupukuli hingga babak belur, jasnya kotor, terlihat menyedihkan, kalau bukan Fatima dan beberapa penjaga keamanan memapahnya, ia sama sekali tidak bisa berdiri.

Penjaga keamanan di sekitar seperti mengenal Kusno, seperti sudah biasa dengan hal semacam ini. Tidak ada kejutan di matanya. Sebaliknya, seseorang yang tampak seperti kepala penjaga keamanan berkata: “ Tuan Duaji, menurut kamu harus bagaimana tangani masalah ini?”

“Lapor polisi, ingat lapor namaku, bilang dipukul orang.”Jawab Kusno, kepala penjaga keamanan itu segera keluarkan hp dari saku dan lapor polisi.

Wajah Kusno tampak muram, menatapku dengan kejam, mencibir: “Hmph, dasar pecundang, beraninya pukul aku, kamu dapat masalah besar, masalah besar! Tahu siapa ayahku??”

“Phui, siapa Ayahmu?” Aku meludah ke tanah menolak mengakui kekalahan.

“Ingin tahu? Hmph, dirimu? Tidak pantas tahu.” Kusno mendengus, menatapku dengan tatapan hina, kemudian merangkul leher Fatima, “ Yugi, kan? Dengar baik-baik, tidak kututupi darimu. Apa yang kamu dengar adalah fakta, kamu hanya cadangan. Fatima menikahimu murni untuk menjaga reputasi keluarga Jelani. Tentu saja, hanya akan ada sedikit orang yang tahu tentang perceraianmu.”

Ketika mendengar ini, aku menatap Fatima yang berada di pelukan Kusno, bertanya, “ Fatima,apa yang dia katakan itu benar?”

Dalam tatapannya, istri yang sudah kunikahi selama dua tahun tiba-tiba menatapku dengan kasihan, “ Yugi, menyerahlah, aku tahu kamu suka padaku sejak lama, tapi sayangnya, aku dan kamu bukan orang di dunia yang sama.”

“...”Kepalaku berdengung lagi, rasa ketidakberdayaan dengan cepat memenuhi tubuhku.

Beberapa menit kemudian, mobil polisi melaju ke sisi jalan, sekelompok polisi turun, seorang polisi paruh baya mengangguk ke Kusno.

“Paman Kendy。” Kusno juga mengangguk.

Pupil mataku tiba-tiba menyusut. Sepertinya Kusno memiliki hubungan dekat dengan Petugas Kendy ini. Sebelum kutebak, Petugas Kendy menoleh, dengan aura kuat di alisnya, menatap diriku, “Sekarang aku curiga kamu dengan sengaja melukai dan merampok, aku berhak bawa kamu ke kantor polisi untuk diperiksa. Semua yang kamu katakan sekarang dapat digunakan sebagai bukti di pengadilan! Bawa pergi!”

“Dan kalian berdua, juga ikut kami, untuk BAP.”

Begitu aku meronta melepaskan pegangan polisi, sekumpulan polisi segera menahanku, Kusno menyeringai, yang membuatku tercengang.

Aku akui diriku sengaja melukai orang, tetapi merampok dari mana? Ini jelas tuduhan palsu!

Sepertinya Kusno ingin permainkan aku, tiba saatnya akan merekam pengakuan, asal menuduhku beberapa tuduhan, bukankah itu sama saja aku mendekam di penjara selama beberapa tahun?

Tetapi aku tetap mengakuinya dan tidak mengatakan sepatah kata pun, karena aku tahu Kusno pasti memiliki koneksi di dalam, melawannya sekarang hanya akan memperbanyak tuduhanku. Jadi ketika Petugas Munarman mengeluarkan borgol dan memborgol tanganku. Aku langsung mengikuti mereka masuk ke mobil polisi.

Sesampai di kantor polisi, aku digiring ke ruang tahanan sementara, dengan tiga pemuda bertato terbaring di dalamnya. Petugas Kendy mendorongku masuk, mengunci pintu, berkata sambil tersenyum: “Orang baru, bantu aku jaga.”

“Iya iya, kami pasti bantu Kapten Kendy jaga dia.” Ketiga pemuda bertato itu berkata dengan serempak, ketika Petugas Kendy pergi, wajah mereka langsung berubah. Seorang pemuda yang paling tinggi, terlihat seperti bos dari dua orang di sebelahnya, meraih kerahku dan mendorongku ke dinding, “Bro, preman mana? Beraninya menyinggung Kapten Kendy ?”

“Memangnya kenapa aku ganggu dia?” Suasana hatiku sedang buruk, ketika mendengar nada bicara pemuda ini, terdengar jelas sedang sekongkol dengan Petugas Kendy, aku mendorong pemuda jangkung itu dengan kuat.

“Anjing, sok sekali? Pukul dia!”Pemuda jangkung itu mengerutkan kening, mengayunkan tangan ke kedua pemuda di sebelahnya untuk bergegas memukulku.

Aku marah sekali, pernikahan dua tahunku hanyalah sebuah tipuan, bahkan dijebak Kusno mendekam di penjara. Terutama apa yang dikatakan Fatima, membuatku semakin marah hingga mengepalkan tinjuku, memukul pipi kanan seorang pemuda dengan keras tanpa ampun.

Aku lahir dari daerah pedesaan, sejak muda melakukan pekerjaan kasar. Jangan tanya seberapa kuat tinjuku, pemuda itu jatuh tiga meter sampai tidak bisa bangun.

“Dasar tidak berguna!” Pemuda jangkung itu cemas, hanya tersisa seorang pemuda bertato.

“Enyah!”Aku menarik napas dalam-dalam, tinjuku berderit, mencekik leher pemuda bertato dengan satu tangan, kemudian mengertakkan gigi dan mengangkatnya naik!

Setelah itu, kaki pemuda jangkung itu mendekat, aku mundur sedikit, meraih betisnya dan menariknya ke belakang, dia jatuh ke tanah tanpa terkendali.

“Keparat! Tidak biarkan aku keluar!” Aku cepat-cepat menekan lututku ke dadanya, meraih tangannya dengan satu tangan, meninju di wajah pemuda jangkung itu seperti tetesan hujan.

“ Kusno, kan? keluarga Jelani,kan?”

“ Fatima keparat! keluarga Jelani bangsat!”

Sambil bergumam, aku memukuli pemuda jangkung itu seperti orang gila.

“Bang! Bang, jangan pukul lagi, jangan pukul lagi! Aku salah!” Pemuda jangkung itu tidak menyangka aku begitu kuat sampai tidak ada kesempatan untuk melawan, hanya bisa dipukuli, membuatnya ketakutan hingga memohon belas kasihan.

Aku tersadar, memperingatkan orang-orang ini dengan tatapanku, kemudian duduk di sudut ruang tahanan, mereka bertiga menyingkir ke samping, tidak berani mendekat.

Setelah beberapa saat, pemuda jangkung itu sepertinya sudah menahannya cukup lama. Dia ragu-ragu berjalan di depanku. Wajahnya lebih menyanjung dibanding melihat Petugas Munarman barusan, “Bang, preman mana? Namaku Sahroni, panggil aku Roni saja.”

“Aku bukan preman.”Aku mengangkat kepalaku, melirik Sahroni dengan dingin, membuat seluruh tubuhnya gemetar ketakutan tanpa sadar.

Download APP, continue reading

Chapters

62