Bab 6 Malam Ini Adalah Malammu

by Parisya 08:00,Jan 01,1970
Bab 6 Malam Ini Adalah Malammu

"Atas kerja keras yang dilakukannya kemarin, memang pantas ia menerima penghargaan ini." Ucap Dodi menambahkan.

"Dan lagi." Bola mata Radit bergerak, "Seorang tentarakita kemarin telah memanggil seorang dokter. Pastikan nantinya kejadian seperti ini tak terulang lagi, yaitu dimana rakyat biasa terlibat dalam kasus genting seperti ini. Peperangan dengan bandit adalah tugas kita sebagai tentara."

"Baik!" Ucap Dodi dengan sikap hormat dan patuh.

"Apa agenda hari ini?" Tanya Radit tajam sambil mengenakan pakaian tentaranya.

Pakaian yang dikenakan oleh Radit itu menempel dengan sempurna di tubuhnya, membuatnya makin terlihat gagah dan ‘bersinar’.

Dodi mendongak sambil melapor, "Lapor ketua, hari ini jam 9 di daerah militer ada sebuah rapat. Sorenya menghadiri upacara pemeriksaan tentara dalam. Malamnya, ketua angkatan udara, yaitu Tuan Rizky mengundang anda untuk bertemu di Klub Loewy. Ia menyuruh anda membawa pacar anda."

"Katakan padanya, mati saja kau." Ucap Radit dingin.

Dodi menunduk. Ia tentu saja tak berani untuk menyampaikannya pada yang bersangkutan, tapi ketua memang tidak punya pacar, jadi mau gimana lagi.

……

Nadine baru saja keluar dari melakukan operasi terakhir untuk hari ini, dengan lelah ia mendorong pintu kantornya.

Teman baiknya, Lidya duduk bersilang di kursinya. Sambil tersenyum misterius ia menatap Nadine, "Coba tebak, aku punya kabar apa hari ini."

"Kabar baik atau kabar buruk?" Tanya Nadine. Ia mencuci tangannya, lalu berjalan mendekati Lidya.

Lidya berdiri, lalu memberikan kursinya tadi untuk Nadine, ia sendiri duduk di sofa. Pupil matanya berbinar, dengan misterius ia berkata, "Yang satu kabar baik, yang satu kabar buruk. Kamu mau mendengar yang mana dulu?"

Nadine mengeluarkan dokumen seorang pasien, lalu tersenyum kecil, "Tentu saja aku ingin mendengar kabar yang baik. Aku tak mau mendengar kabar buruk, yang buruk itu kamu telan sendiri saja."

Lidya menggigit bibir, "Nah, coba lihat sikapmu yang sekarang. Kemarin kamu bekerja sama dengan para tentara untuk membantu seorang wanita hamil melahirkan anaknya kan?"

"Iya, untungnya saat itu aku ada di kantor." Kata Nadine menjelaskan. Ia menunduk menulis laporan.

"Wanita itu menyuruhku untuk mengoperasinya. Selain itu, ia bilang ia akan menuntutmu. Dengar dengar, ia ‘istri kecil’ seorang pejabat senior. Wanita seperti ini untuk apa aku tolong." Ucap Lidya guna membela Nadine.

Nadine tak meliriknya, dengan tenang ia berkata, "Bagiku, ia hanyalah seorang wanita hamil yang ingin melahirkan anaknya. Anaknya tak apa apa kan?"

"Baik ibu maupun anaknya tak kenapa napa. Tapi ada kabar baik loh. Karena perbuatanmu yang bersedia untuk bekerja sama dengan tentarakemarin, ketua mengangkatmu menjadi wakil direktur. Temanku, jangan lupa traktir aku ya!" Lidya merampas pen dari tangan Nadine sambil tersenyum nakal.

Nadine menatap Lidya, "Tentu saja aku akan mentraktirmu. Tunggulah sampai aku selesai menulis laporan ini, baru kerjaan aku untuk hari ini selesai."

Lidya mengembalikan pen itu pada Nadine, "Cepatlah selesaikan laporan itu."

Setelah pulang kerja, mereka berjalan keluar kantor. Tiba-tiba Angga berjalan ke arahnya dengan membawa bunga. Lidya langsung menggaet tangan Nadine sambil menggodanya, "Sepertinya malam ini kamu punya janji ya. Wah, kencan antara pangeran dengan sang putri. Ya sudah, lain kali saja kamu traktir aku."

Nadine melihat Angga. Anggapun melihat Nadine, ia lalu menyunggingkan senyum jahat. Pandangannya bersinar tajam ibarat pisau. Ia ternyata berjalan melewati Nadine, lalu masuk ke kamar VIP 1308.

Lidya kaget, ia menunjuk nunjuk sosok Angga, sambil membelalakkan mata ia berkata, "Kok dia masuk ke kamar wanita itu, apakah pejabat senior yang dimaksud adalah Angga?"

Nadine menunduk, bulu matanya yang panjang sekilas menutupi wajahnya, "Ayuk kita pergi."

"Bagaimana bisa pergi?" Lidya marah, ia menarik lengan Nadine.

"Saat lagi PDKT, ia memenuhi kantormu dengan bunga-bunga segar. Tapi ketika sudah mendapatkanmu, ia malah bersikap seperti bunga busuk di tong sampah! Ini bukanlah hal kecil, ia sudah main dengan perempuan lain, hingga perempuan itu bahkan melahirkan anaknya, anak hasil hubungan gelap mereka. Nadine, kalau kamu masih bersikap tenang seperti ini, posisimu sebagai istri Angga suatu saat nanti akan tergeser." Kata Lidya berapi api.

Nadine hanya tersenyum, raut wajahnya dingin. Setelah menggosok gosok matanya, ia menatap Lidya, "Kamu kira, memangnya aku peduli akan posisi sebagai Nyonya Angga?"

"Poinnya bukan itu! Apa hak dia yang menyandang status sebagai suamimu itu main diluar dengan perempuan lain? Perempuan itu bahkan melahirkan anaknya!!!" Lidya makin resah.

Mata Nadine mulai merah berkaca kaca, tapi ia berusaha untuk tidak menampakkannya.

"Kalau aku marah, berarti aku peduli. Makanya aku tidak mau marah." Ucap Nadine dingin.

"Tapi aku takut kalau kamu sebenarnya peduli, dan kamu sedih karenanya. Meski tak kamu katakan, tapi pasti hatimu merasa sakit, iya kan? Angga benar-benar keterlaluan. Ayok, hari ini kita beri dia pelajaran, mati saja dia!" Lidya menarik tangan Nadine untuk mengikutinya.

"Lidya sayang, jangan seperti itu, kalau aku mengikutimu, berarti aku sama dengannya." Tolak Nadine.

Lidya akhirnya menyerah, "Ya sudah, ayuk kita pergi makan."

Begitu keluar dari rumah sakit, Lidya menelepon seseorang, "Bro, kartu VIP Loewy ada sama kamu? Pinjami aku sebentar, lain hari saja ya aku mentraktirmu makan."

Nadine menatap Lidya heran, ia bertanya, "Bukannya aku yang traktir?"

"Kamu traktir, saudaraku yang bayar. Kartunya ia gunakan untuk pacar orang lain, jadi daripada kartu itu untuk wanita lain, mendingan kita pakai hingga habis." Lidya tertawa sambil menggandeng lengan Nadine, menariknya pergi.

"Wah, tidak boleh, nanti biar aku saja yang bayar."

"Aku gesek kartunya, kamu berikan uangnya ke aku, gitu saja ya? Sekarang kita ke rumahku dulu, aku dandanin kamu. Wajahmu yang sekarang benar-benar suram, pasti tentara disana langsung siaga begitu melihatmu." Canda Lidya.

Nadine, "……"

Didalam Klub Loewy, Nadine duduk di kursi. Ia menarik-narik kerahnya yang sempit, roknya pun terlalu pendek. Melihat Lidya yang sangat bersemangat membuatnya seakan terperangkap disana. Lidya terus terusan mendesak dia untuk memakai dress pendek berkerah V itu, selain itu juga mendandaninya dengan make up yang sangat tebal hingga ia yakin mamanya sendiripun pasti tak akan mengenalinya.

"Kapan kita pulang?" Desak Nadine. Ia sudah minum terlalu banyak, sekarang kepalanya terasa berat.

"Ngapain buru buru? Kamu tahu orang orang seperti apa yang datang ke tempat VIP seperti ini?" Tanya Lidya dengan mata berbinar binar.

"Mahluk luar angkasa? Jangan bilang, kamu sudah lama mempelajari antariksa." Kata Nadine antusias.

"Otakmu ada ada saja ya. Yang datang ke sini itu para tentaraberstatus menengah hingga tinggi. Tubuh mereka kekar, punya kedudukan, punya masa depan, berwajah tampan lagi. Kalau kamu bisa memikat salah satu diantaranya, pasti kamu akan enjoy malam ini." Kata Lidya menyampaikan tujuannya.

Nadine menekan nekan pelipisnya, ia menutup mata untuk menenangkan diri, lalu berkata, "Kamu sudah gila ya, aku tidak mau."

Lidya melihat ke arah luar pintu. Ada seorang pria besar yang berjalan masuk. Bahkan hampir semua orang disana mendongak melihat kedatangannya. Ia tidak berjalan ke hall, tapi atas perintah tegas dari manager disana, ia masuk ke sebuah bilik ‘permata’ yang terlihat mahal.

Tapi yang penting disini adalah, pria itu sangat tampan. Tubuhnya ‘terpahat’ sempurna, ibarat karya seni yang dipahat langsung oleh seorang professional. Pria itu sangat menawan. Dan pria itu adalah Radit.

Lidya menunjuk nunjuk dengan jarinya pada pelayan bar, lalu berkata dengan genit, "Berikan aku segelas air mineral."

Pelayan itu memberikan air mineral pada Lidya.

Lidya memasukkan sebuah pil berwarna merah muda kedalamnya. Kemudian ia mendorong Nadine, "Nadnad, bangun, setelah minum air mineral ini, akan kusuruh seseorang mengantarmu tidur."

Nadine memicingkan mata sambil menatap Lidya. Tanpa pikir panjang ia menggenggam gelas berisi air putih yang diberikan Lidya, lalu meminumnya. Air tersebut memenuhi mulutnya, lalu pelan-pelan masuk ke tenggorokannya…

Download APP, continue reading

Chapters

899