Bab 1 Anugerah Tuhan

by Glenn Alinski 11:36,Oct 10,2021
“ Tidus, turun ke bawah sini jika kamu berani!”

“Benar, Tidus, turun ke bawah sini, lihat siapa diantara kita yang pria sejati!”

Kepala desa di pedesaan kecil, sekumpulan warga mengepung sebuah pohon bercabang besar, di atas pohon bercabang besar, terdapat seorang pria berbaring di dahan pohon.

Pria itu bernama Tidus Jack, tahun ini berusia dua puluh dua tahun, tidak memiliki orang tua, seorang pengemis tua memungutnya di tepi sungai, dibesarkan dengan mengemis makanan di pedesaan.

Terdapat sebuah pepatah, di lingkungan liar manusia akan jadi buruk, meskipun Gunung Himala tidak termasuk daerah liar, akan tetapi sumber daya di perdesaan ini tidak dapat memperkaya penduduk desa yang disini. Untungnya masih ada beberapa bidang tanah yang diwariskan oleh nenek moyang, ditambahkan beberapa tahun belakangan ini dapat pergi bekerja di perkotaan, sehingga kehidupan warga desa disini tidak terlalu buruk.

Mengenai Tidus, sejak kecil mengemis makanan, tidak ada pendidikan dari orang tua, dapat dibilang seperti seorang preman. Hari ini mengambil ayam di Keluarga Jaenab , besok mengambil roti kukus keluarga Juman, tidak ada rumah yang di desa ini tidak dikunjungi oleh dirinya.

Pendidikan pengemis tua terhadap Tidus hanya sebatas cara untuk bertahan hidup saja, mendongeng! Buku-buku tentang para pembela kebenaran, sejak kecil Tidus sudah ditanamkan pemikiran yang seperti ini oleh pengemis tua.

Oleh karena itu, sebagian sifat Tidus terpengaruhi oleh kasta ksatria sejak kecil, sehingga Tidus menganggap dirinya sebagai sebuah kriteria, yaitu Master Bertarung, tidak peduli dengan hal-hal sepele!

Ketika Tidus masih kecil sering menggoda wanita, setelah bertumbuh besar pasti akan bertambah parah, hari ini mengintip wanita janda mandi, besok melihat wanita janda mengganti baju, hal-hal yang seperti ini sering terjadi.

Akan tetapi menurut Tidus, bagaimana mungkin seorang ksatria tidak bebas dan keren? Meskipun dirinya sendiri tidak keren, namun harus memiliki kebebasan, hanya saja Tidus tidak memiliki pacar, sehingga Tidus menggunakan cara yang seperti ini untuk memenuhi perasaan bebas seorang ksatria yang di dalam hatinya.

Mengenai masalah hari ini, sebenarnya tidak sepenuhnya menyalahkan Tidus, kebetulan Tidus berjalan keluar dari rumah, awalnya ingin mencari makanan di rumah warga, akan tetapi tidak menyangka pada saat tiba di depan rumah Si Janda Jaenab, Si Janda Jaenab sedang melakukan hal itu, yang paling penting adalah orang yang sedang melakukan hal itu dengan Si Janda Jaenab adalah Kepala Desa.

Pada saat ini, Tidus seolah-olah telah menyodok sarang lebah, dibawah pimpinan Kepala Desa, seketika seluruh warga desa terpancing amarah terhadap Tidus, mulai mengepung Tidus.

Jika tidak memusnahkan Tidus, desa ini tidak akan tentram!

“Brengsek, serega turun ke bawah, aku tidak percaya kamu bisa tinggal di atas sana seumur hidup.”

Kepala Desa berteriak di bawah pohon dengan ekspresi wajah penuh amarah, dia berselingkuhan dengan Si Janda Jaenab, seluruh warga desa telah mengetahui hal tersebut, akan tetapi mereka memilih untuk diam, hari ini tertangkap basah oleh bocah ini, hampir membuat dirinya jantungan, jika tidak memberikan pelajaran kepada bocah ini, susah mengeluarkan amarah yang di dalam hatinya.

Tidus membalikan bola mata setelah mendengar kata-kata Kepala Desa.

“Kepala Desa, bukankah ini adalah pertama kali aku menangkap basah kamu? Lagipula hanya sekali saja, sebelumnya aku tidak pernah menangkap basah?”

Ekspresi wajah Kepala Desa terlihat muram, karena istrinya sedang berdiri di belakangnya.

“Brengsek, apa yang kamu bicarakan? Segera turun ke sini, aku akan memberikan pelajaran kepadamu.”

Tidus menggelengkan kepala sambil menghela nafas: “Hiks, Kepala Desa, mengapa harus memaksa kehendak? Apakah kamu tidak tahu, berikan kesempatan untuk orang lain agar dapat bertemu lagi di kemudian hari?”

“Brengsek, turun ke bawah sini jika kamu berani, jika tidak aku akan mengulitimu hari ini!”

Kepala Desa berteriak dengan nada tinggi.

Ekspresi wajah Tidus terlihat datar, berkata dengan nada rendah: “Kepala Desa, apabila begitu kamu jangan salahkan aku! Tiga detik, jari tangan, sudah letoy!”

Kalimat ini membuat warga desa yang berdiri di bawah pohon tertegun, kemudian menyadari kembali, melihat Kepala Desa dengan tatapan mata aneh.

Sebaliknya, istri Kepala Desa dan Si Janda Jaenab menunjukkan ekspresi wajah menyedihkan.

Wajah Kepala Desa menjadi hijau, benar-benar berubah menjadi warna hijau, warnanya hampir sama dengan mentimun.

“Brengsek, kurang ajar sekali kamu, cepat atau lambat pasti akan disambar petir.”

Tidus mencibir: “Aku tidak berbuat salah, bagaimana mungkin aku takut disambar petir?”

Begitu Tidus selesai berkata, tiba-tiba langit menjadi gelap dan mendung.

Warga desa yang disekeliling mendongak melihat ke arah langit, langit berwarna biru cerah dengan gumpalan awan putih, tiba-tiba terpenuhi dengan awan gelap.

“Apakah brengsek ini terlalu banyak melakukan dosa, sehingga Tuhan ingin menghukum brengsek ini?”

Seorang warga desa berkata dengan linglung.

Pada saat kalimat tersebut sampai ke telinga Tidus, seketika ekspresi wajahnya langsung berubah.

Tidus mendongak melihat ke atas, melihat sebuah kilatan cahaya yang menyambar dari atas langit.

Tuhan, apakah kamu ingin menyambarku? Aku tidak akan serahkan nyawaku padamu… …

Pemikiran Tidus berakhir sampai disini.

Warga desa melihat sebuah kilatan cahaya menyambar dari atas langit, langsung mengenai pohon bercabang tua berusia ratusan tahun, tempat dimana Tidus menyembunyikan diri.

Pohon menjadi layu dan hitam, hampir semua ranting pohon terbakar, hanya tersisa dahan pohon tua berdiri teguh.

Terdapat sepotong arang hitam yang berbentuk manusia terjatuh dari atas, mungkinkah itu adalah Tidus ?

Warga desa melihat ke arah Kepala Desa dengan tatapan aneh.

Ekspresi wajah Kepala Desa terlihat cemas: “Mengapa kalian melihat ke arahku? Aku hanya sembarang berkata saja, tidak ingin dia disambar petir? Mengapa kalian masih berdiri diam saja? Segera periksa apakah dia masih hidup?”

Sekumpulan warga desa tersadar kembali, bergegas melangkah maju ke depan untuk memeriksa Tidus yang telah berubah menjadi arang hitam.

“Belum meninggal, masih hidup, bawa dia pulang ke rumah pengemis tua dulu.”

Sekumpulan warga desa membawa Tidus yang telah menjadi sepotong arang hitam ke rumah pengemis tua.

Dalam keadaan tidak sadar, Tidus merasa seluruh tubuhnya terasa aneh, kemudian tersentak, tiba-tiba Tidus terbangun.

Adegan-adegan sebelumnya muncul di dalam benaknya.

“Aku bersembunyi di atas pohon bercabang tua, kemudian sepertinya disambar petir.”

Tidus bergumam sendiri, kemudian melihat ke arah tubuhnya, tubuhnya menjadi hitam, akan tetapi sama sekali tidak terluka.

hah, tidak, mengapa tangannya hilang.

Tidus melihat lengannya perlahan-lahan menghilang, seketika wajahnya menjadi pucat: “Apakah beneran aku telah banyak melakukan dosa? Sehingga Tuhan datang untuk menghukumku sekarang?”

Tidus merasa cemas, namun tidak lama kemudian dia menyadari sesuatu, meskipun lengannya hilang, akan tetapi dia masih bisa merasakan.

Seiring dengan kebinggunanya, tidak hanya tangannya saja yang menghilang, akan tetapi seluruh tubuhnya.

Meskipun pada saat ini Tidus merasa sesuatu yang aneh, akan tetapi Tidus merasa tenang.

Setidaknya dia belum menghilang, dapat membuktikan bahwa dia masih hidup, berdasarkan situasi pada saat ini, perlu menelusuri perlahan-lahan.

Tidus berdiri tegak, kemudian meraba-raba seluruh tubuhnya, tidak menemukan sesuatu yang aneh, namun Tidus tidak dapat melihat tubuhnya dengan mata telanjang.

Aku tidak bisa melihat, apakah orang lain tidak bisa melihat juga?

Di dalam benak Tidus muncul pemikiran aneh yang seperti ini.

Tidus berjalan turun dari kasur, berjalan ke hadapan cermin, cermin terlihat kosong, benar-benar tidak dapat melihat apapun.

Apakah aku menjadi tembus pandang? Tidus merasa linglung, situasi pada saat ini hanya bisa dijelaskan dengan tembus pandang saja.

Transpan, apabila begitu aku dapat melihat Si Janda Jaenab mandi kapan saja? Mengambil roti kukus di keluarga Juman tanpa harus bersembunyi-sembunyi lagi?

Pada saat ini Tidus merasa sangat gembira, merasa tidak sabar ingin tertawa terbahak-bahak: Aku manusia bayangan, akhirnya bisa bertindak gila!

Download APP, continue reading

Chapters

60