Bab 14 Pemaksaan Dari Polwan

by Glenn Alinski 11:43,Oct 10,2021
ada revisi 18/10/2021 (ada tambahan satu kalimat di awal bab)

Tidus berjongkok di pojokan, dengan baju basah di seluruh tubuh.

Apa-apaan ini? Mengapa aku bertemu dengan beberapa wanita yang tidak masuk akal seperti ini?

Wanita berpakaian putih itu, Yosepin dan polwan juga iya, apakah tidak ingin membiarkanku hidup lagi?

Tidus menangis sejadi-jadinya dalam hati, sialan wanita ini sungguh memperlakukanku dengan tidak adil.

polwan membawa bangku duduk di tengah halaman, ekspresinya acuh tak acuh menghadapi Tidus.

“Nama, jenis kelamin, usia, apakah ada catatan kriminal, katakan semuanya dengan jujur.”

Tidak tahu dari mana polwan mendapatkan sebuah tongkat dan sedang dipukulkan di tangannya, tatapan saat melihat Tidus seperti serigala yang melihat domba.

Tidus yang berjongkok di sudut melihat adegan ini, tanpa sadar sudut mulut berkedut, wanita ini sungguh terlalu kasar, jika dia sedikit saja tidak bekerja sama dengannya, diperkirakan tongkat yang ada di tangan wanita ini akan menghantam tubuhnya.

“ Tidus, pria, 23 tahun, mengenai catatan kriminal, apakah catatan kriminal yang tidak tertangkap juga termasuk catatan kriminal?”

Tidus mengaku dengan wajah getir.

polwan membelalakkan mata, “Huh, tidak termasuk, aku tanya padamu, apakah kamu tahu Toyib Ismad?”

“Tidak tahu!”

Kali ini Tidus benar-benar menggelengkan kepala dengan jujur, dia sungguh belum pernah mendengar nama orang ini.

Seketika polwan mengerutkan kening dengan dingin, gerakan tongkat di tangannya juga berhenti, “Orang yang ada di desa kalian, bagaimana bisa kamu tidak mengenalnya? Kemarin dia masih mencarimu, tidak mungkin kamu tidak mengenalnya?”

Kemarin masih mencari aku? Tidus agak kebingungan, kemarin, tampaknya kemarin hanya Parto yang mencariku, bukan?

Kemudian Tidus menyadarinya, “Kakak polisi, maksudmu Parto Ismad bukan?”

Ternyata nama asli Parto Ismad adalah Toyib Ismad? Sungguh sialan, nama saja bukan yang asli.

polwan mengangguk dengan acuh tak acuh, “Benar, memang dia, seharusnya kamu sudah tahu bahwa dia sekeluarga yang terdiri dari tiga orang sudah mati terbakar, bukan?”

Tidus menganggukkan kepala, “Tadi siang aku melihatnya, tragis sekali itu, bahkan rumah dan orangnya terbakar hingga habis.”

Tidus memonyongkan bibir, maksudnya itu seperti ada sedikit ketidakjelasan.

Ada raut dingin yang melintas di mata polwan, “ Parto mati, orang yang paling senang seharusnya kamu, bukan? Setahuku, tampaknya dia ingin mengambil rumah dan ladangmu menjadi miliknya, dia telah mati, kamu juga tidak perlu ditindas olehnya lagi, benar tidak?”

Kali ini Tidus menggelengkan kepala, “Kakak polwan, apa yang kamu katakan ini tidak benar, kematian Parto sekeluarga, bukan hanya aku yang merasa senang, orang di seluruh desa juga ikut senang, kalau tidak percaya, kamu pergi tanyakan saja. Selain itu, Parto sekeluarga mati terbakar, hanya bisa katakan Tuhan memiliki mata, tahu kebaikan dibalas kebaikan, kejahatan dibalas kejahatan saja.”

polwan menatap mata Tidus, “Tuhan tidak terlalu mungkin memiliki mata, tapi ada beberapa orang yang ingin membunuh Parto sekeluarga, itu malah sangat mungkin.”

Tidus merasa tegang, kemudian berteriak dengan ekspresi berlebihan.

“Apa maksudmu kakak polisi? Tidak mungkin kamu menduga bahwa aku yang membakar Parto sekeluarga, bukan?”

Tatapan mata polwan mendesak Tidus, “Hanya kamu dan keluarga Parto yang memiliki konflik besar, juga hanya kamu yang didesak hingga tidak ada jalan mundur, itu sebabnya baru terjadi pembunuhan?”

Wanita ini sungguh berani menebak, intinya semua tebakannya benar! Tidus diam-diam memarahi dalam hati, ekspresi di wajah malah semakin seperti mendapat perlakuan tidak adil.

“Meskipun kamu seorang polisi, tapi tidak boleh sembarangan menfitnah orang, bukan? Aku Tidus orang seperti apa di desa, kamu tanya-tanya sudah bisa tahu. Keberanianku ini hanya mengintip orang mandi, mencuri, mana pernah melakukan perampokan?”

Bisa mengucapkan hal semacam ini untuk dijadikan sebuah modal tawar menawar, Tidus juga termasuk luar biasa.

Tapi sekarang tidak berdaya, Tidus harus menghilangkan kecurigaan wanita ini pada dirinya.

polwan tetap memandang Tidus, lihat tampangnya jelas sekali tidak terlalu percaya ucapan Tidus.

“Pagi ini kamu ada di mana?”

Kemudian polwan menginterogasi secara resmi.

“Aku tidur di rumah.”

Tidus berkata dengan jujur.

“Apakah ada yang bisa bersaksi untukmu?”

Tidus menggelengkan kepala, berkata dengan menyedihkan: “Kakak polisi, mungkin kamu tidak tahu, keluargaku benar-benar miskin, jadi aku tidak bisa mendapatkan istri, sampai sekarang masih menjomblo, siapa yang bisa menjadi saksiku?”

Seketika ekspresi polwan menjadi serius, “Kalau begitu berarti tidak ada orang yang bisa bersaksi untukmu? Kamu tidak memiliki bukti bahwa kamu ada di tempat, kalau begitu, aku bisa mencurigai bahwa kamu adalah pembakar yang menyebabkan kematian Parto sekeluarga.”

Rasa tidak berdaya dalam hati Tidus, tidak tahu apakah wanita ini sungguh telah menemukan bukti dalam dirinya?”

Tidus mulai berakting, sambil bicara kemudian sungguh ada sedikit sanubari yang bergejolak, menunjukkan kebencian dari dalam hati.

Sejak kecil sudah dipanggil anak liar, anak haram oleh orang lain, pengalaman semacam ini terkubur dalam-dalam di hati Tidus, hanya saja, seiring bertambahnya usia, suasana hati semacam ini ditekan di dalam hati, saat ini, seiring polisi wanita itu selangkah demi selangkah mendekat, akhirnya membiarkan dia terbebas.

polwan mengernyit, ekspresi ketika melihat Tidus juga jauh lebih santai.

Secara garis besar dia juga sudah mencari tahu identitas Tidus, tahu bahwa dia adalah seorang anak yang kasihan, kalau tidak, mana mungkin akan tumbuh menjadi seperti ini.

Di dalam hatinya samar-samar ada sedikit jejak kasihan, tapi terpikir korban yang meninggal sekeluarga itu, dia tidak bisa menahan diri untuk membuat hatinya menjadi lebih keras.

Selama dia bukan pembunuh sebenarnya, palingan kelak baru menebusnya!

“Iya atau bukan, kamu perlu melalui penyelidikan lagi, tapi kamu adalah salah satu tersangka utamanya, aku perlu melakukan penyelidikan baru bisa menghilangkan kecurigaan padamu, selama kamu bekerja sama denganku, aku bisa segera menghilangkan kecurigaan padamu.”

Sikap polwan pada Tidus telah sedikit berubah, tapi kecurigaan pada Tidus tetap tidak mereda.

Wanita ini sungguh telah memastikan aku, tidak bisa, tidak boleh membiarkan wanita ini terus menyelidikinya lagi.

Dia tidak yakin apakah sungguh tidak ada celah sedikit pun, seandainya meninggalkan sedikit jejak dan ditemukan oleh wanita ini, maka dia akan tragis sekali.

Tidak bisa, harus alihkan target wanita ini, hanya saja, bagaimana baru bisa membuat wanita ini mengalihkan targetnya?

Tidus berpikir keras dalam hatinya, segera memikirkan seorang target yang sangat baik.

Ada satu mayat di sumur kering itu, tampaknya identitas mayat itu adalah seorang pembunuh.

Jika membiarkan wanita ini melihat mayat itu, seharusnya akan mengalihkan minatnya pada mayat itu, bukan?

Tidus sudah memastikan dalam hati, pasti harus membiarkan minat wanita ini dialihkan ke mayat itu, hanya saja, bagaimana baru bisa membiarkan wanita ini menemukan mayat yang ada dalam sumur kering itu?

Tidus sedang berpikir, polwan malah bersuara mengatakan.

“Kamu ikut aku pergi ke rumah Toyib dulu, kita pergi ke sana untuk lihat ada petunjuk apa.”

Kata-kata polwan ini membuat Tidus bergembira dalam hati, kali ini sudah tidak apa-apa, pergi ke rumah Parto pasti harus melewati sumur kering itu, asalkan memikirkan cara untuk membiarkan wanita ini tahu sudah cukup.

Download APP, continue reading

Chapters

60