Bab 8 Membunuh Orang

by Glenn Alinski 11:38,Oct 10,2021
Tidus ikut di belakang orang ini dengan diam-diam, dia sedang memikirkan harus membunuh orang ini dengan seperti apa.
Menyuruh orang ini untuk loncat ke dalam sumur sendiri tampaknya tidak terlalu mungkin, jadi hanya bisa memancingnya saja.
Tidus menggertakkan giginya, dia mengeluarkan dua juta miliknya, ini adalah dua juta yang ditinggalkan oleh Peramal Tua kepada dirinya! Jika tidak korbankan sesuatu, hal yang diinginkan mana mungkin bisa tercapai, jadi Tidus sekarang pun mengorbankan dua jutanya!
Tidus berjalan ke hadapan orang itu terlebih dahulu, dia melempar uang dua ratus ribu di depan orang itu, tidak peduli apakah orang ini memungutnya atau tidak, Tidus pun berjalan ke depan, meletakkan uang di sepanjang jalan menuju ke sumur kering itu.
Uang sebanyak dua juta, setelah sampai di depan sumur, uang yang dimiliki oleh Tidus pun hanya tersisa dua ratus ribu.
Orang itu maju dua langkah ke depan, lalu dia pun melihat dua ratus ribu yang ada di bawah.
Hanya saja orang itu tidak langsung memungutnya, melainkan melihat ke sekeliling terlebih dahulu, setelah memastikan di sana tidak ada orang, orang itu baru memungut dua ratus ribu yang ada di bawah dengan senang.
Kemudian orang itu pun melihat di depan masih terdapat dua ratus ribu, jadi dia pun maju dua langkah ke depan lagi, memungutnya.
Dua ratus ribu, dua ratus ribu, orang itu pun sudah mau sampai di depan sumur kering, melihat ini, Tidus merasa sangat gembira di dalam hatinya.
Hanya saja orang itu pun berhenti setelah sampai di depan sumur, dia menatap dua ratus ribu yang ada di sana, dia tidak langsung memungutnya, melainkan melihat ke sekeliling dengan hati-hati.
Pungut uang masih ragu-ragu, Tidus memakinya di dalam hati.
Untung saja di sekeliling sana tidak terdapat rumah, yang paling dekat juga berjarak sekitar belasan meter, ini pun membuat orang itu merasa aneh.
Jika memang ada orang yang ingin mendorongnya, jarak sekitar belasan meter ini juga lumayan jauh.
Jangan-jangan uang yang ada di sini hanya kebetulan saja?
Orang itu membungkuk untuk pungut dua ratus ribu yang ada di bawah, dia pun masih melihat ke sekeliling dengan waspada. Hanya saja dirinya tidak mengetahui di dunia ini terdapat orang tembus pandang!
Saat orang itu membungkuk, Tidus yang ada di belakang pun langsung menendang pantat orang itu dengan senang.
Meskipun orang itu sudah berhati-hati, tetapi di sekeliling dia tidak ada orang, dia tidak menyangka akan terdapat orang yang menendangnya dari belakang, tendangan Tidus pun membuat orang itu langsung terjatuh.
Lalu, orang itu pun langsung terjatuh ke dalam sumur kering.
Kemudian suara teriakan yang menderita pun terdengar, setelah itu di sana langsung menjadi hening!
Tidus melihat ke dalam sumur itu, apa pun tidak dilihat oleh dia, tetapi orang itu harusnya sudah mati, karena ini bisa dipastikan.
Aku sudah bunuh orang! Pemikiran ini tiba-tiba muncul di benak Tidus, tetapi dia tidak mempunyai perasaan yang berbeda, seolah-olah dirinya pun seperti sedang membunuh ayam atau bebek.
Benar juga, orang ini adalah binatang, dia bukan orang!
Tidus sedang mencari sebuah alasan untuk menenangkan dirinya, saat dia menundukkan kepalanya, dia pun melihat di samping sumur masih terdapat dua ratus ribu yang masih belum sempat dipungut oleh orang itu.
Seketika Tidus pun merasa senang, dirinya sudah menghemat dua ratus ribu.
Setelah membunuh orang ini, Tidus tiba-tiba menjadi semakin semangat, dia pun putuskan untuk pergi membunuh Parto.
Setelah aku bunuh Parto, Si Cantik Maylin akan jadi milikku! Oh tidak, aku sedang musnahkan orang jahat! Tidus merubah pemikirannya di dalam hati.
Tidus langsung bergegas menuju ke rumah Parto, setelah sampai di depan rumah Parto, dia pun melihat Parto yang keluar dari dalam rumahnya!
Parto berjalan ke luar dengan tampak senang, juga tidak diketahui dia mau pergi ke mana.
Tidus ikut di belakang Parto, dia sedang memikirkan harus bunuh binatang ini dengan seperti apa.
Parto pun pergi mencari Ayah dan Ibunya.
Tempat tinggal orang tuanya tidak terlalu jauh, meskipun bukan rumah batu bata, tetapi juga merupakan rumah kayu yang bagus di Desa.
Parto langsung berjalan ke halaman kecil, Tidus juga mengikutinya dari belakang.
Orang tua Parto sedang makan, setelah Parto masuk ke dalam, dia juga duduk di sana, mulai makan, kemudian dia pun mulai berkata.
“Ayah, aku sudah suruh orang untuk bunuh pria itu, nanti rumah dan tanah milik pria itu akan jadi milik kita!”
Perkataan ini membuat Tidus merasa marah, ternyata tidak hanya Parto yang menginginkan rumah dan tanah miliknya, Ayahnya Parto juga terlibat dalam masalah ini.
“Um, tanah milik pria tua itu adalah tanah yang bagus, jika kita tidak mau pakai, juga bisa disewakan dengan harga yang tinggi.”
Ayahnya Parto berkata dengan sambil makan.
Ibunya Parto juga berkata, “Aku sudah tidak suka pria itu sejak dia kecil, kalau mati juga bagus.”
Tidus berdiri di samping mereka dengan marah, sekeluarga ini menginginkan nyawa dirinya, tetapi dirinya tidak pernah menyinggung orang-orang keluarga ini, mungkin sekeluarga ini sudah terbiasa untuk bully orang lain.
Tetapi jika mau bully orang, seharusnya juga tidak sampai membunuh orang?
Tidus sekarang sudah sangat marah, dia melihat ke sekeliling, masuk ke dapur yang ada di samping dengan diam-diam.
Di dalam sana selain peralatan dapur, yang paling menonjol adalah tabung gas!
Keluarga mereka adalah keluarga pertama di Desa yang menggunakan tabung gas, sekarang mereka pun masih merasa bangga karena ini. Kebetulan hari ini Tidus juga akan membiarkan mereka mati karena tabung gas!
Tidus membuka tabung gas, lalu dia pun berjalan ke depan jendela, menutup jendela dengan pelan-pelan.
Gerakan ini pun akan mengeluarkan suara, tetapi sekarang Tidus sedang dalam keadaan tembus pandang, jadi mereka juga tidak menyadarinya.
Awalnya Tidus hanya ingin membunuh Parto saja, tetapi sekeluarga ini sungguh keterlaluan, jika sekeluarga ini bisa mati juga bagus, agar ke depannya tidak lukai orang lain lagi.
Setelah menutup jendela, Tidus berjalan ke depan pintu, menutup pintu, dia pun sekalian menguncinya dari luar, jika mereka ingin melarikan diri, juga hanya bisa loncat dari jendela, hanya saja Tidus tidak akan memberikan kesempatan ini kepada mereka.
Sekeluarga ini masih belum mengetahui mereka sudah berada dalam keadaan bahaya, mereka masih sedang membahas siapa yang gampang dibully, siapa yang patut mati.
Rumah yang begitu kecil, Tidus pun sudah membuka tabung gas itu sampai paling besar, dua sampai tiga menit kemudian, Parto mulai merasa ada yang aneh.
“Ei, Bu, kok aku mencium ada bau gas? Tadi kamu lupa matikan kompor gas ya?”
Ibunya Parto menggelengkan kepalanya, “Aku sudah matikan kompor gas? Kok masih ada bau gas, aku pergi lihat dulu!”
Ibunya Parto berjalan ke dalam dapur, kemudian dia pun berteriak.
“Pipa gas bocor, sudah tidak bisa dimatikan lagi, segera keluar!”
Tidus tentu saja tidak hanya membuka kompor gas, bahkan dia masih membuka selang gas, jika mereka mau pasang juga sudah tidak sempat lagi.
Seketika Parto mulai merasa panik, dia langsung berdiri, berlari ke arah pintu, hanya saja saat dia mendorong pintu, dia baru menyadari pintu pun sudah dikunci dari luar.
“Pintu tidak bisa dibuka!”
Wajah Parto terlihat pucat, bahkan Ayah dengan Ibunya juga sama.
“Jendela, jendela!”
Ayahnya Parto langsung mengatakannya.
Parto berjalan ke samping jendela dulu, dia ingin membuka jendela, tetapi Tidus sedang berdiri di luar jendela, Tidus menggunakan dua tangannya untuk menahan jendela, agar Parto tidak bisa membukanya.
Parto menggunakan semua tenaganya, tetapi jendela tetap tidak bisa dibuka, sepertinya ada seseorang yang sedang menahannya di luar, hanya saja di hadapannya tidak terdapat siapa pun.
“Siapa? Siapa yang mau bunuh kami?”
Parto berteriak ke luar.

Download APP, continue reading

Chapters

60