Bab 4 Tabib Menolak

by Sisca 11:22,Nov 20,2021
Windy Yuan terbengong. Tiba-tiba muncul sebagian ingatan dalam benaknya. Sehari sebelum Adi terluka, ‘Windy Yuan’ memarahi dan memukulinya, serta menyuruh Adi untuk merapatkan papan kayu di atap pondok. Adi terluka karena paku yang berguling turun dari atap pondok.

Sebenarnya pekerjaan itu bukanlah pekerjaan Adi.

Tidak hanya begitu. Karena dayang dan sida yang datang bersamanya telah dijual keluar, dia melampiaskan emosinya pada dayang dan sida yang diaturkan oleh Pangeran Chu. Pada biasanya, dia juga sering memarahi dan memukuli para dayang dan sida. Bahkan Bibi Qi juga pernah dilempari dengan gelas dan mengalirkan banyak darah.

‘Windy Yuan’ memiliki sifat yang buruk, tidak heran begitu tidak disukai oleh orang-orang.

“Kamu tanyakan pada Bibi Qi, bisakah aku pergi menengok Adi?” tanya Windy Yuan.

“Nyonya tidak akan menjadi seperti ini jika memiliki kebaikan hati. Nyonya tidak perlu berpura-pura baik, Bibi Qi dan Adi juga tidak ingin menemui Nyonya.” Tania langsung pergi keluar.

Pintu sekali lagi tertutup.

Windy Yuan mendesah. Anak itu sudah akan mati?

Dia tidak tahu seberapa parah luka Adi, juga tidak tahu bagaimana tabib di tempat ini menangani luka adi. Jika tidak ditangani dengan baik, kemungkinan besar selaput mata akan lepas dan bola mata akan pecah karena infeksi.

Nyawa manusia lebih penting dari segala hal baginya. Dia tetap tidak bisa makan dengan tenang. Maka dia membuka kotak medis untuk mengambil beberapa butir obat antibiotik, lalu dia pergi keluar.

Bibi Qi terjual kepada Kediaman Pangeran. Adi adalah sida yang terlahir di Kediaman Pangeran, tinggal di pondok di belakang Paviliun Phoenix.

Setelah berputar beberapa kali, akhirnya Windy Yuan menemukannya.

“Untuk apa Nyonya datang?” Begitu melihat Windy Yuan, Bibi Qi menatapnya dengan mata merah bengkak dan ekspresi benci.

“Aku ingin menengok Adi,” kata Windy Yuan.

“Nyonya silahkan pergi, kami tidak sanggup menerimanya,” ujar Bibi Qi dengan dingin.

Windy Yuan mencoba untuk meminta maaf. “Maaf, aku tidak tahu menyuruh Adi untuk memperbaiki pondok akan terjadi kecelakaan seperti ini…”

“Kecelakaan? Adi baru berumur sembilan tahun, hanya bisa melakukan tugas menyapu. Tetapi Nyonya menyuruh Adi untuk memperbaiki pondok. Ada orang khusus di Kediaman Pangeran yang bertugas untuk melakukan perbaikan, tetapi Nyonya tidak membolehkan orang lain untuk melakukannya dan bersikeras menyuruh Adi. Nyonya bersikeras menyulitkan Adi. Adi baru berumur sembilan tahun. Mengapa hati Nyonya begitu kejam?”

Windy Yuan tidak tahu harus bagaimana membantah terhadap tuntutan Bibi Qi yang marah.

Sejak dulu dia tidak pandai berkata-kata.

Dia hanya bisa memberikan beberapa butir obat antibiotik kepada Bibi Qi. “Kamu suapi dia minum obat ini. Satu hari tiga kali, satu kali dua butir…”

Bibi Qi memukul jatuh pil di tangan Windy Yuan dan menginjaknya dengan gusar. “Tidak perlu. Nyonya silahkan kembali. Saya tidak ingin memarahi orang, saya ingin menyimpan berkah untuk cucuku.”

Windy Yuan sangat sakit hati melihat obat yang menjadi serbuk itu. Obat antibiotik di dalam kotak medis juga tidak terlalu banyak.

Melihat wajah Bibi Qi yang marah dan sedih, dia tahu tidak ada gunanya untuk mengatakan apa pun, maka dia berbalik badan dan pergi.

Pada malam itu, kondisi Adi memburuk.

Bibi Qi sangat mendapatkan hati Pangeran Chu. Setelah mengetahui kondisinya, Pangeran Chu meminta Kepala Sida untuk mengundang Tabib Li yang paling terkenal di ibu kota. Setelah memeriksakan kondisi Adi, Tabib Li tidak memberi resep. Tabib Li menggelengkan kepala dan menyuruh mereka mempersiapkan perihal pemakaman.

Bibi Qi menangis histeris. Suara tangisan Bibi Qi terdengar sampai ke telinga Windy Yuan. Windy Yuan bergegas berjalan keluar dan menarik Tania yang terburu-buru ingin pergi ke sana. “Ada apa?”

“Adi hampir mati.” Di tengah kecemasan, Tania tidak lagi sempat untuk membenci Windy Yuan dan langsung mengatakannya.

Windy Yuan bergegas kembali ke dalam kamar untuk mengambil kotak medis, lalu dia ikut berlari ke sana.

Bibi Qi berlutut di lantai untuk memohon Tabib Li. Tabib Li menatap Kepala Sida Fajar Tang untuk meminta bantuan. Fajar Tang berkata dengan dilema, “Tabib, kalau tidak, cobalah?”

Tabib Li menyeringai, “Coba? Jika saya menangani orang sekarat, itu akan merusak reputasi saya.”

Mendengarnya, Bibi Qi menangis sampai hampir pingsan. Dia berseru sambil terisak, “Cucuku yang malang!”

Download APP, continue reading

Chapters

50