Bab 9 Tabib Bodoh Mencelakai Orang

by Sisca 11:23,Nov 20,2021
Windy Yuan sudah terbiasa dengan kegelapan. Karena cahaya yang tiba-tiba menyilaukan matanya, dia secara refleks mengangkat tangan untuk menutupi cahaya. Lalu terdengar suara dentuman lutut. Bibi Qi berlutut di lantai. “Nyonya, hamba tidak menghargai kebaikan hatimu dan menyalahkan Anda, mohon selamatkanlah Adi.”

“Bantu aku bangun.” Windy Yuan menurunkan tangan dan berkata dengan suara serak.

Bibi Qi bergegas meletakkan lentera lilin dan memapah Windy Yuan. Melihat bercak darah di punggung Windy Yuan, dia tahu bahwa itu adalah luka pukulan tongkat. Dia ragu sejenak. Dalam hatinya tetap sangat membenci wanita ini, namun, mungkin benar yang Adi katakan?

“Nyonya. Bisakah Anda berdiri?”

“Ambil kotak medisku.” Windy Yuan tahu bahwa Bibi Qi sangat membencinya, tetapi Bibi Qi bersedia berlutut untuk memohon padanya, mungkin kondisi Adi memburuk. Oleh karena itu, dia juga tidak sempat memikirkan kotak medisnya akan ketahuan.

“Baik, baik!” Bibi Qi pergi mengambil kotak medis lalu kembali untuk memapah Windy Yuan.

Baru berjalan satu langkah, Windy Yuan merasa bokong dan pahanya sakit menusuk. Begitu berjalan keluar, dia sudah basah berkeringat dan giginya menggigil saking sakitnya.

“Nyonya…”

“Jangan cerewet, jalan!” ujar Windy Yuan sambil menggertak gigi menahan sakit.

Menyelamatkan orang adalah hal yang mutlak baginya. Tetapi menyelamatkan Adi saat ini, dia memiliki sebuah pikiran, yaitu harus memenangkan kembali hati orang. Hanya dengan begitu, barulah dia dapat bertahan hidup.

“Tidak akan mati.”

Tiba-tiba, dia mendengar ada seseorang yang sedang berbicara.

Windy Yuan menoleh pada Bibi Qi secara refleks. Bibi Qi memegangi lentera lilin di satu tangan dan satu tangannya lagi memapah dia. Bibi Qi tidaklah berbicara. Melihat Windy Yuan menoleh padanya, kening Bibi Qi berkerut. Bibi Qi bergegas bertanya, “Nyonya, apakah tidak sanggup berjalan karena terlalu sakit?”

Suaranya tidak sama.

Suara Bibi Qi tua gersang, sedangkan suara yang dia dengar tadi muda seperti suara anak kecil.

Windy Yuan menggelengkan kepala dengan pelan, lalu dia mendengar suara lagi. Kali ini tidak terdengar dengan jelas, tetapi dia mengetahui arah sumber suaranya, yaitu sebatang pohon besar di halaman.

Ada dua ekor burung yang mengepakkan sayap dari pohon dan terbang menjauh.

Apakah itu kicauan burung? Aduh, sarafnya terbelit sampai mengira itu adalah seseorang yang sedang berbicara.

Sesampainya di pondok, Windy Yuan telah menggunakan seluruh tenaganya. Kedua kakinya gemetaran, tetapi dia bahkan tidak dapat duduk untuk beristirahat.

“Kalian keluar dulu.” Ujar Windy Yuan kepada Bibi Qi dan Tania.

Setelah ragu sejenak, Bibi Qi tetap tidak sepenuhnya mempercayai Windy Yuan.

“Hamba bantu di sini.”

Wajah Windy Yuan menjadi suram. “Kalau tidak, kamu yang sembuhkan?”

Melihat Adi sudah demam tak sadarkan diri, Bibi Qi merasa bagaimana pun juga adalah perjuangan terakhir. Maka dia berkata, “Baiklah. Hamba dan Tania akan berjaga di luar. Jika Nyonya membutuhkan sesuatu, silahkan perintahkan.”

Tetapi dalam hatinya berpikir, jika terjadi apa-apa pada Adi, maka dia akan mempertaruhkan nyawanya dengan wanita itu.

Tania masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi Bibi Qi sudah menariknya keluar.

Windy Yuan berkata, “Tutup pintunya dan jangan mengintip. Jika terjadi apa-apa, aku tidak bertanggung jawab.”

“Kami tidak akan berani mengintip,” ujar Bibi Qi sambil menutup pintu.

Windy Yuan menghela napas lega. Dia membawa kotak medis bergeser ke sana dengan pelan.

Dia meraba dahi Adi. Suhu badan Adi setidaknya 40 derajat.

Windy Yuan menyuntikkan obat penurun demam kepada Adi.

Lalu Windy Yuan membuka kain kasa pembalut luka. Lukanya merah dan bengkak, serta ada benda yang lengket seperti obat bubuk. Dia mengoreknya sedikit dan diremas, itu adalah panax notoginseng.

Luka sudah terinfeksi dan bernanah masih menggunakan obat panax notoginseng, tidak heran akan semakin terinfeksi dan meradang.

Windy Yuan tidak tahan untuk merasa marah. Tabib bodoh mencelakai orang.

Dia membersihkan luka Adi dan mengorek semua panax notoginseng yang bercampur dengan air darah, lalu membalut lukanya dengan kain kasa.

Download APP, continue reading

Chapters

50