Bab 12 Sup Emas

by Sisca 11:23,Nov 20,2021
Setelah obatnya diteguk, dia merasakan ada kehangatan dari lambung yang membuatnya merasa jauh lebih nyaman.

Bibi Qi berkata dengan pelan, “Nyonya, setelah Anda pulang dari istana, hamba akan memelihara tubuh Anda secara bertahap. Sekarang silahkan Anda tutup mata dan istirahat sejenak. Nanti akan membaik.”

Windy Yuan menutup mata. Di dalam benaknya seakan-akan ada api yang terus berkobar-kobar, juga ada suara berisik yang ternyiang-nyiang.

“Kamu tidak layak untuk aku benci. Aku hanya jijik padamu. Di mataku, kamu bagaikan lalat busuk yang membuat orang benci. Kalau tidak, aku juga tidak perlu datang bersetubuh denganmu setelah minum obat.”

Itu adalah suara Ryan Ding yang membawa kebencian dan kekejaman. Dia tidak pernah mendengar suara yang begitu kejam.

Serta ada orang yang menangis tersedu-sedu di telinganya. Kobaran api di benaknya berubah menjadi genangan darah.

Perlahan-lahan, semuanya kembali tenang.

Seakan-akan simpul kusut dalam benaknya akhirnya sudah diluruskan.

Rasa kesakitan juga perlahan-lahan menghilang. Atau bukan menghilang, melainkan sudah mati rasa.

Dia membuka mata dan mendapati Tania sedang berdiri di depan ranjang sambil menatapnya dengan mengernyit.

“Nyonya, apakah sudah merasa lebih baik?” tanya Tania melihatnya membuka mata.

“Sudah tidak sakit,” kata Windy Yuan dengan suara serak.

Memang sudah tidak sakit, tetapi rasa mati rasa sangat mengerikan. Dia mencoba mencubit pipinya sendiri, juga tidak ada rasa apa-apa.

Ini jauh lebih berkhasiat daripada obat bius.

“Kalau begitu hamba papah Anda bangun. Sudah harus berganti pakaian, kalau tidak, Pangeran akan marah.” Tania mengulurkan tangan memapahnya. Bibi Qi berjalan masuk membawakan pakaian. Melihat Windy Yuan sudah bangun, Bibi Qi berkata, “Cepat berganti pakaian, Pangeran sudah mendesak.”

Windy Yuan berdiri dengan mati rasa, membiarkan mereka menanggalkan pakaian dan memakaikan pakaian untuknya, serta membalut lukanya. Dia tidak merasakan apa-apa.

Setelah berganti pakaian dan duduk di depan cermin perunggu, barulah Windy Yuan mengamati orang di cermin.

Raut wajahnya sangat cantik. Kulitnya putih dan cerah. Bulu matanya yang panjang dan lentik menyembunyikan sepasang mata yang tidak memiliki semangat hidup.

Bibirnya sangat kering dan putih pucat. Rambutnya berantakan dan dahinya yang lumayan lebar tertutupi. Kulitnya tidak memiliki kecerahan sama sekali.

Namun, seiring dengan tangan lincah Bibi Qi dan Tania yang bekerja di wajahnya, orang di cermin seolah-olah berubah menjadi orang lain. Alisnya seperti daun, bibirnya merah dan giginya putih, serta matanya memikat. Dia mencoba untuk membuka mata lebih besar agar tampak lebih bersemangat.

“Apa itu sup emas?” tanya Windy Yuan dengan suara yang serak.

“Anda tidak ingat?” Tania terbengong.

Dia tidak ingat. Di dalam benaknya terdapat banyak ingatan yang bukan miliknya, tetapi sudah berbaur dengan ingatannya sendiri. Dia tidak memiliki tenaga untuk mengingat kembali dan membedakannya secara perlahan.

Tetapi dia tidak lagi bertanya. Mendengar perkataan Tania, setelah dia kembali tenang dan dipikirkan pun akan mengetahui apa itu sup emas.

Dia yakin itu bukan hal bagus.

Dia berdiri dan berjalan beberapa langkah. Lukanya sudah tidak sakit sama sekali, tetapi dia melangkahkan kaki dengan sangat lamban karena mati rasa.

“Meski Nyonya sudah tidak sakit lagi juga harus berjalan dengan hati-hati. Sebisa mungkin jangan menggesekkan luka,” pesan Bibi Qi.

“Apakah Adi sudah lebih baik?” Windy Yuan memapah daun pintu dan menolehkan kepala menatap Bibi Qi.

Bibi Qi tertegun dan menganggukkan kepala secara refleks. “Sudah membaik.”

Windy Yuan melihat langit di luar. Tadi masih ada matahari, tetapi sekarang sudah kelam kelabu. Kelihatannya, badai hujan hendak tiba.

“Masalah Adi, maaf!” ujarnya hampir tak terdengar.

Bibi Qi dan Tania saling bertatapan karena termangu.

Apakah tidak salah mendengar? Nyonya mengatakan maaf?

Perlahan-lahan Windy Yuan berjalan keluar. Dia tidak terbiasa mengenakan pakaian seperti ini. Dia berjalan dengan sangat pelan karena badan yang mati rasa. Dia memasukkan dua tangan ke dalam lengan baju, tetapi seperti dia meraba sesuatu di dalamnya. Dia berhenti dan mengeluarkannya. Darah di sekujur tubuhnya hampir membeku.


Download APP, continue reading

Chapters

50