Bab 8 Nyonya Menyembuhkan Aku
by Sisca
11:23,Nov 20,2021
Dia merasa tenaganya sudah pulih sedikit setelah melahap setengah roti kukus. Dia berjuang untuk merebah di atas meja. Dia tidak dapat menuang air karena badan bagian atasnya digunakan untuk menopang, maka dia hanya bisa minum air yang tersisa di gelas dengan posisi merebah.
Setelah merasa sedikit lebih baik, dengan pelan dia mencoba untuk menggerakkan kedua kakinya untuk turun. Tetapi tenaganya habis dan dia jatuh tengkurap di lantai. Luka di punggungnya terasa sakit karena guncangan itu.
Dia menahannya sambil menggertakkan gigi. Lalu dia menopang badan dengan dua siku untuk merangkak mencari kotak medis. Meski tidak melihatnya, tetapi dia ingat di mana letak obat radang dan obat penurun demam.
Karena tidak dapat menyuntikkan obat, dia hanya bisa menambah kadar berat obat.
Setelah sekitar setengah jam, dia merogoh beberapa butir pil vitamin C dan menelannya. Karena tidak ditelan bersama air, saking asamnya dia ingin memukul lantai.
Setelah minum obat, dia meringkukkan badan di lantai dan menarik napas. Sejak lahir, belum pernah dia mengalami penderitaan seperti ini. Pukulan tongkat kali ini membuat dia sadar bahwa zaman ini sangat berbeda dengan zaman di mana dia hidup. Mereka yang memiliki kedudukan dan kekuasaan tinggi pun berkuasa atas hidup dan mati orang lain.
Nyawanya berada dalam kuasa tangan Pangeran Chu.
Dia harus beradaptasi dengan lingkungan hidup yang buruk ini.
Hanya saja tidak tahu bagaimana keadaan anak itu. Meski nanah dari lukanya sudah dibersihkan, tetapi juga tidak akan membaik jika tidak diberi obat.
Di pondok.
Setelah minum obat, Adi mulai demam tinggi lagi.
Bibi Qi cemas sekali. Jelas-jelas sudah jauh lebih membaik ketika pagi hari, mengapa mulai demam tinggi lagi di malam hari?
Tania juga cemas dan berkata, “Kalau tidak, aku pergi undang Tabib Li lagi.”
Melihat cucunya yang demam tak sadarkan diri bahkan susah untuk bernapas, lalu teringat akan dua bungkus obat Tabib Li yang seharga lima tael perak, dia sungguh tidak memiliki uang lagi. Bibi Qi berkata dengan putus asa, “Tidak ada gunanya, tidak ada gunanya lagi.”
Tania meneteskan air mata saking cemasnya. “Lalu bagaimana? Apakah melihat begitu saja Adi…” Dia tidak tega untuk menuturkan kata itu.
Bibi Qi menggertak gigi, dalam matanya memancarkan kesedihan dan kemarahan, “Jika Adi meninggal, aku juga akan membunuh wanita itu meski memperjuangkan nyawaku ini.”
Dia hanya memiliki Adi saja. Jika cucu laki-lakinya meninggal, juga tidak ada arti baginya untuk hidup.
Wanita itu adalah nyonya pangeran, adalah putri Adipati Jing. Jika membunuh wanita itu, dia juga pasti tidak akan bisa hidup. Namun, dia tidak peduli dengan nyawa tua bangkanya ini.
Mendengar perkataannya, Adi perlahan-lahan sadar.
Dia membuka mata. Wajahnya merah membara karena demam. Anak kecil ini sangat pengertian, dia berkata dengan nada terisak, “Nenek, aku tidak apa-apa.”
Bibi Qi meneteskan air mata. Tangannya yang kasar mengelus wajah cucunya. Dia berkata sambil menggertakkan gigi, “Tenanglah, Nenek pasti akan melampiaskan emosi ini untukmu, tidak akan membiarkan yang bermarga Yuan itu hidup dengan nyaman.”
Adi terbengong. Dia melengungkan badannya sedikit untuk menarik napas dan berkata, “Nyonya… menyembuhkan aku, Nyonya adalah orang baik.”
Tania termangu. “Apakah otak Adi rusak karena demam? Kenapa beromong kosong?”
Adi cemas dan berkata, “Nyonya membersihkan nanah saya, katanya setelah membersihkan nanah dan minum obat, saya akan sembuh. Nyonya juga mengelus kepala saya dan mengatakan saya akan baik-baik saja.”
Bibi Qi berdiri dan menatap Adi dengan kaget. “Benarkah? Bukankah dia ingin mencelakai kamu?”
“Tidak…” Sebelah mata Adi tampak sedikit linglung dan tidak fokus. Dia mengulurkan tangan dan berkata, “Nenek, aku dingin sekali.”
Sekujur tubuhnya gemetaran. Dia membuka mulut untuk bernapas, tetapi hanya ada yang terhembus keluar, tidak ada udara yang masuk.
“Tania, jaga Adi. Aku pergi undang Nyonya.” Bibi Qi membawa lentera lilin dan segera berlari keluar.
Bibi Qi pergi ke Paviliun Phoenix dan membuka pintunya. Begitu diterangi dengan lentera lilin, tampaklah Windy Yuan yang merebah di lantai dengan kondisi berantakan.
Barang-barang porak poranda di lantai. Sejak hari itu, tidak ada orang yang masuk ke Paviliun Phoenix untuk mengemasinya.
Setelah merasa sedikit lebih baik, dengan pelan dia mencoba untuk menggerakkan kedua kakinya untuk turun. Tetapi tenaganya habis dan dia jatuh tengkurap di lantai. Luka di punggungnya terasa sakit karena guncangan itu.
Dia menahannya sambil menggertakkan gigi. Lalu dia menopang badan dengan dua siku untuk merangkak mencari kotak medis. Meski tidak melihatnya, tetapi dia ingat di mana letak obat radang dan obat penurun demam.
Karena tidak dapat menyuntikkan obat, dia hanya bisa menambah kadar berat obat.
Setelah sekitar setengah jam, dia merogoh beberapa butir pil vitamin C dan menelannya. Karena tidak ditelan bersama air, saking asamnya dia ingin memukul lantai.
Setelah minum obat, dia meringkukkan badan di lantai dan menarik napas. Sejak lahir, belum pernah dia mengalami penderitaan seperti ini. Pukulan tongkat kali ini membuat dia sadar bahwa zaman ini sangat berbeda dengan zaman di mana dia hidup. Mereka yang memiliki kedudukan dan kekuasaan tinggi pun berkuasa atas hidup dan mati orang lain.
Nyawanya berada dalam kuasa tangan Pangeran Chu.
Dia harus beradaptasi dengan lingkungan hidup yang buruk ini.
Hanya saja tidak tahu bagaimana keadaan anak itu. Meski nanah dari lukanya sudah dibersihkan, tetapi juga tidak akan membaik jika tidak diberi obat.
Di pondok.
Setelah minum obat, Adi mulai demam tinggi lagi.
Bibi Qi cemas sekali. Jelas-jelas sudah jauh lebih membaik ketika pagi hari, mengapa mulai demam tinggi lagi di malam hari?
Tania juga cemas dan berkata, “Kalau tidak, aku pergi undang Tabib Li lagi.”
Melihat cucunya yang demam tak sadarkan diri bahkan susah untuk bernapas, lalu teringat akan dua bungkus obat Tabib Li yang seharga lima tael perak, dia sungguh tidak memiliki uang lagi. Bibi Qi berkata dengan putus asa, “Tidak ada gunanya, tidak ada gunanya lagi.”
Tania meneteskan air mata saking cemasnya. “Lalu bagaimana? Apakah melihat begitu saja Adi…” Dia tidak tega untuk menuturkan kata itu.
Bibi Qi menggertak gigi, dalam matanya memancarkan kesedihan dan kemarahan, “Jika Adi meninggal, aku juga akan membunuh wanita itu meski memperjuangkan nyawaku ini.”
Dia hanya memiliki Adi saja. Jika cucu laki-lakinya meninggal, juga tidak ada arti baginya untuk hidup.
Wanita itu adalah nyonya pangeran, adalah putri Adipati Jing. Jika membunuh wanita itu, dia juga pasti tidak akan bisa hidup. Namun, dia tidak peduli dengan nyawa tua bangkanya ini.
Mendengar perkataannya, Adi perlahan-lahan sadar.
Dia membuka mata. Wajahnya merah membara karena demam. Anak kecil ini sangat pengertian, dia berkata dengan nada terisak, “Nenek, aku tidak apa-apa.”
Bibi Qi meneteskan air mata. Tangannya yang kasar mengelus wajah cucunya. Dia berkata sambil menggertakkan gigi, “Tenanglah, Nenek pasti akan melampiaskan emosi ini untukmu, tidak akan membiarkan yang bermarga Yuan itu hidup dengan nyaman.”
Adi terbengong. Dia melengungkan badannya sedikit untuk menarik napas dan berkata, “Nyonya… menyembuhkan aku, Nyonya adalah orang baik.”
Tania termangu. “Apakah otak Adi rusak karena demam? Kenapa beromong kosong?”
Adi cemas dan berkata, “Nyonya membersihkan nanah saya, katanya setelah membersihkan nanah dan minum obat, saya akan sembuh. Nyonya juga mengelus kepala saya dan mengatakan saya akan baik-baik saja.”
Bibi Qi berdiri dan menatap Adi dengan kaget. “Benarkah? Bukankah dia ingin mencelakai kamu?”
“Tidak…” Sebelah mata Adi tampak sedikit linglung dan tidak fokus. Dia mengulurkan tangan dan berkata, “Nenek, aku dingin sekali.”
Sekujur tubuhnya gemetaran. Dia membuka mulut untuk bernapas, tetapi hanya ada yang terhembus keluar, tidak ada udara yang masuk.
“Tania, jaga Adi. Aku pergi undang Nyonya.” Bibi Qi membawa lentera lilin dan segera berlari keluar.
Bibi Qi pergi ke Paviliun Phoenix dan membuka pintunya. Begitu diterangi dengan lentera lilin, tampaklah Windy Yuan yang merebah di lantai dengan kondisi berantakan.
Barang-barang porak poranda di lantai. Sejak hari itu, tidak ada orang yang masuk ke Paviliun Phoenix untuk mengemasinya.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved