Bab 4 Kirim Kode Konfirmasi

by Mecy 09:46,Dec 06,2019
Perkataan Andre Duan seperti membuat darahku terhenti di tenggorokkanku, dengan bergegas aku berkata, “Selamat malam Tuan Andre.”
Andre kenapa tiba-tiba mengatakan kata-kata yang sangat hangat seperti ini?
Aku mengulurkan tangan dan menepuk-nepuk wajahku yang memerah, cepat berbaring dan tidur.
Kompresan dari es batu semalam membuahkan hasil, tidak memperlihatkan memar secara jelas di wajahku, hanya saja sudut bibirku memperlihatkan luka kecil.
Aku menjilat-jilat sudut bibirku, tapi juga tidak terlalu sakit.
Aku berada di hotel hingga saat siang hari, lalu aku check out dan pergi sarapan, kemudian pergi ke bank untuk mengambil uang.
Aku duduk di bangku panjang di taman, awalnya aku ingin langsung menemui Andre Duan..... atau menelponnya saja terlebih dahulu, tapi setelah dipikir-pikir aku menemukan cara yang lebih bagus, aku langsung mencari wechat nya dari nomor teleponnya kemudian menambahkannya ke dalam kontak wechatku.
Aku benar-benar bodoh, ternyata benar-benar ingin pergi ke bank untuk mengambil uang, aku kan bisa langsung menambahkan kontak wechat lewat nomor hp nya lalu mengirim uang melalui wechat pay.
Kemarin malam kenapa aku tidak kepikiran tentang hal ini!
Menunggu di taman selama setengah jam dengan tiupan angin musim dingin, akhirnya dia mengkonfirmasi pertemanan dariku, aku senang dan langsung mentransfer uang ke wechatnya.
Biaya berobat kemarin malam tidak mahal, mengambil nomor antrian juga hanya menghabiskan 300 ribu, masih dalam kemampuanku untuk membayar.
Setelah mentransfer uang kepadanya, sesuatu yang mengganjal di hatiku pun telah runtuh, aku segera menghapus kontaknya, lalu memasukkan hp ke dalam kantongku.
Lebih baik jarang berhubungan dengan pria yang begitu sempurna dan mempesona sepertinya, dan juga lebih baik berhati-hati dengannya.
Dia adalah sebuah roti isi yang jatuh dari langit, apabila dia mengelilingi kita dan kita terpancing, dia akan membawa kita pergi, sama juga seperti fatamorgana di tengah-tengah padang pasir, selalu merasa diri sendiri cepat mendekatinya.
Sebenarnya, jaraknya terlalu jauh bahkan seumur hidup pun tidak dapat menggapainya.
Aku menarik nafasku dalam-dalam untuk menahan rasa bimbang yang berada dalam hatiku, kemudian memanggil taksi dan menuju ke Perumahaan Harmoni, tempat ibuku tinggal.
Sebenarnya beberapa tahun ini aku sangat jarang berhubungan dengan ibuku, biasanya hanya saat libur hari raya saja aku pulang dan hanya untuk memenuhi syarat sebagai anak.
Aku dan ibuku tidak terlalu dekat, tapi bagaimana pun dia adalah ibuku, setelah ayahku 10 tahun yang lalu meninggal dunia hanya dialah satu-satunya keluargaku.
Sebenarnya bisa dibilang aku masih memiliki kakek dan nenek, mereka juga berharap aku pulang ke rumah mereka, tapi ayahku pernah berkata kita berbeda.
Ayahku tidak setuju aku pulang ke rumah kakek nenek, aku pun hanya menuruti perkataannya.
Ibuku adalah seorang perempuan tengah baya yang memiliki sesuatu yang khas, biasanya setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah, dia pun berbincang-bincang dengan tetangga di sekitar rumah.
Bahkan ayah tiriku pun mengingatkan ibuku beberapa kali, saat berbuat sesuatu maupun berbicara harus berhati-hati, samping rumah ada mata-mata, jangan sampai mereka mendengarnya dan menjadikan bahan gossipan mereka.
Ibuku tidak terima, bahkan sampai adu mulut dengannya.
Apabila ibuku dan ayah tiriku beradu mulut, anak perempuan ayah tiriku, Christin Chen, pasti tidak terima, kedua orang ini pun mulai bertengkar.
Ibuku dan Christin Chen adalah dua orang yang tidak bisa disatukan sejak lahir, dia tidak bersedia menjadi seorang ibu tiri yang selalu mengalah dan selalu bersikap baik, dia selalu melakukan sesuatu yang seharusnya dia kerjakan, apabila dia menemukan sesuatu masalah dia juga tidak akan membiarkannya mendekat.
Sedangkan Christin Chen, adalah seorang gadis berusia sekitar 18 tahun, selalu menyuruh ibuku, benar-benar tidak tau diri!
Apabila mereka berdua sudah bertengkar, pasti tidak ada kesudahan, yang tersiksa hanyalah ayah tiriku.
Saat aku sampai di rumah, terlihat Christin Chen sedang duduk di sofa sambil merapikan benang wol, sepertinya dia ingin membuat syal, aku bertanya padanya, “Mana ibuku?”
“Yang kamu maksud Dina Zhao?” Dia dengan tidak sopan langsung memanggil nama ibuku,aku juga tidak marah dan hanya menjawab ringan.
Berhubungan dengannya memang tidak boleh menggunakan kekerasan.
“Mendengar swalayan sedang ada diskon, dia langsung mengajak ayahku pergi kesana, lihat kelakuannya yang suka dengan diskonan, kurang baik apa keluarga kami terhadapnya?”
Christin Chen tidak lupa menjelek-jelekkan ibuku.
Setelah pikir-pikir, aku duduk di sampingnya dan menasehainya, “Sejelek apapun dia, dia juga tetap saja lebih tua darimu, kamu lihat sikapku terhadap ayahmu, bukannya juga menghormati? Apa kamu ingin mendengar aku berbicara buruk tentang ayahmu?”
“Sikap ayahku terhadapmu kurang kah? Memberimu makan, pakaian, dan juga membesarkanmu, apa mungkin kamu akan lupa diri?” Christin Chen memutarkan bola matanya, kemudian mengambil benang wolnya dan masuk ke kamarnya.
Aku juga memutarkan bola mataku dan masuk ke kamar.
Meskipun telah menikah setengah tahun, meskipun beberapa tahun aku jarang tinggal disini, tapi Randy Chen tetap memberikan kamar ini untukku.
Dalam hatiku aku sebenarnya tau dia takut apabila orang di luar sana menyalahkannya karena sikapnya yang kurang baik terhadapku, tapi ayah tiri yang sangat bergengsi seperti dia---sangatlah menyayangi ibuku dan Christin Chen.
Setelah 1 jam berlalu, mereka baru pulang ke rumah, ibuku melihat aku pulang, dengan nada terkejut dia bertanya, “Hari ini bukanlah hari raya, kenapa kamu pulang?”
Nada suaranya seperti tidak suka melihat aku pulang.
Langkah kakiku terhenti di depan pintu, kemudian aku mengikuti dia dan Randy Chen lalu duduk di hadapan mereka, dengan serius aku berbicara, “Aku ingin bercerai.”
Masalah aku ingin bercerai mereka pasti cepat atau lambat akan mengetahuinya, aku juga cepat atau lambat akan pulang kemari dan tinggal disini, lebih baik berkata jujur kepada mereka.
“Sisca, kamu bilang apa?” Ibuku membuka mulut sangat lebar, setelah tersadar dia langsung menolak, dan berkata, “Aku tidak setuju, Reza seorang anak yang berpendidikan, tampan, pekerjaannya juga tetap, kamu tiba-tiba mengatakan padaku kamu ingin bercerai, apa otakmu itu gila?”
Aku tentu saja tidak mungkin memberitahunya tentang Reza yang berselingkuh kan?
Dalam hatiku aku juga tidak ingin ibuku membuat kericuhan hingga ke rumah Wu, aku juga tidak ingin dia dan Marry Wu seperti dua orang ibu yang tidak berpendidikan dan bertengkar.
Dia dapat melakukan perbuatan seperti ini, dia pun pernah melakukannya.
Dia tanpa bertanya alasannya langsung mengatakan tidak setuju, sedangkan Randy Chen, ayah tiriku, bisa berpikiran jernih, dan bertanya, “Kenapa kamu tidak bertanya apa alasannya ingin bercerai? Dia pasti mempunyai pendapatnya sendiri.”
“Aku tetap saja tidak setuju meskipun memiliki pendapat seperti apapun! Aku bilang tidak setuju tetap saja tidak setuju! Sisca, jangan buat aku marah, kamu bisa menikah dengan Reza adalah hal yang paling baik seumur hidup, Tuhan merasa kasihan denganmu sehingga memberikanmu pria yang baik seperti dia, kamu jangan sampai tidak tau diri!”
“Dina, aku sedang mengerjakan pr, apa yang kamu ributkan?”
Dari kamar Christin terdengar suara barang yang pecah, wajah ibuku penuh dengan emosi menatapku, aku memegang bibirku merasakan suatu kesakitan, dengan tenang aku berkata padanya, “Aku akan bercerai!”
Dia mengancamku, “Kamu berani?”
Tidak ada yang satu hal pun yang aku takuti, aku telah memutuskan tentang permasalahan cerai ini, aku tau dia tidak ingin aku bercerai, jadi dia pasti tidak akan memberitahu mertuakku yang tidak kalah saat beradu dengannya.
“Pulang kamu ke rumahmu, jangan tinggal disini.”
Saat aku menutup pintu, terdengar suaranya yang penuh dengan amarah, aku menarik nafas dalam-dalam merasa ada sesuatu yang membuat hatiku jengkel.
Saat aku berbaring di atas kasur dan memikirkan permasalahan ini, tiba-tiba hpku berdering, aku melihat nomor telepon itu tidak ada keterangan sama sekali.
Aku masih memiliki bayangan, pasti Andre.
Baru saja saat aku menghapus wechatnya aku sekaligus menghapus nomornya, tidak disangka ternyata dia berinisiatif menelponku.
Hatiku merasa terkejut, aku langsung menekan tombol terima dan dengan suara pelan, aku berkata, “Andre, apa kamu telah menerima transfer dariku? 367 ribu, tidak kurang 1 rupiah pun.”
“Sisca.” Saat dia memanggil namaku pasti sangatlah lembut, aku termenung mendengar suaranya yang jernih, bersih bagaikan air yang mengalir, “Kamu jelaskan padaku, apa maksudnya kamu bukanlah temannya, silahkan kirimkan permintaan konfirmasi terlebih dahulu, setelah teman mengkonfirmasi, baru bisa memulai percakapan.”
Aku termenung, baru saja aku benar-benar menghapus kontaknya, sehingga dia tidak bisa mengirimkan pesan padaku, sedangkan Andre mengucapkan kata-kata ini tanpa tertinggal 1 kata pun.
Aku tersenyum canggung, dan mengalihkan pembicaraan, “Andre, kamu menelponku ada urusan apa?”
TIdak mungkin kan hanya untuk masalah ini dia menelponku secara khusus?
“Heee, kemampuanmu tentang kacang lupa akan kulitnya bisa terbilang lincah juga.”
Setelah menutup telepon, wajahku penuh dengan keheranan, Andre mengajakku bertemu di restoran barat, benar! Restoran barat.
Selain itu nama restoran itu tekenal sangatlah mahal, semakin mahal bisa dibilang semakin enak, semakin mempunyai kekuatan! Aku harus pergi atau tidak?
Tidak peduli hatiku betapa bimbang, tapi dia sudah mengatakannya dan apabila aku tidak pergi aku juga tidak memiliki alasan, aku segera membuka pintu dan pergi.
Ibuku melihat aku keluar dari dalam, dan bertanya, “Cepat telepon Reza suruh dia menjemputmu kemari, mau pergi kemana kamu?”
Aku meliriknya sekilas, dan langsung meninggalkannya.

Download APP, continue reading

Chapters

514