Bab 8 Andre Duan Yang Membantuku (2)
by Mecy
09:47,Dec 06,2019
Saat mobil sampai di rumah sakit, Andre memberhentikan mobil, dan dia memiringkan badannya membantuku membuka pintu, aku menahan nafasku dan tidak berani sembarangan bergerak, kemudian dia turun dan membopongku.
Tanganku memegang pundak Andre Duan, dengan langkah kakinya yang sangat mantap dia berjalan masuk, sebelum bertemu dokter, dia dengan sikap dingin berkata padaku, "Menerima penganiayaan dari orang lain, harus memikirkan cara untuk membalasnya, meskipun tidak mempunyai cara, juga harus mencari kesempatan untuk membuat rencana."
Aku baru saja ingin mengatakan sesuatu, dokter pun tiba-tiba berlari kemari, dan berkata. "Tuan Andre, cepat letakkan pasien."
Di belakang dokter itu terdapat sebuah ranjang yang terdorong kemari, dengan penuh kelembutan Andre meletakkan aku di atas ranjang itu, saat ranjangku terdorong masuk ke dalam ruangan operasi, aku menengadahkan kepala dan melihat ke arah Andre Duan yang masih berdiri di tempat semula--dingin, tidak tau harus berbuat apa.
Sebelumnya aku meminum obat penggugur bayi secara paksa, anakku telah tiada, sekarang dokter sedang membersihkan isi perutku.
Tidak ada obat bius, juga tidak terlalu sakit.
Saat membersihkan isi perutku, terdengar suara dokter berkata, "Hati-hati, orang yang diluar sana adalah Tuan Andre, dia adalah bukanlah seorang yang mudah bercakap-cakap."
Seorang yang tidak mudah bercakap? Memangnya sesusah apa bercakap dengannya? Tapi di dalam hatiku, semua orang kaya susah diajak bercakap-cakap.
Setelah keluar dari ruangan operasi, aku melihat Andre masih berdiri di tempat semula, tatapan matanya melintasi sebuah jendela dan menatap kegelapan malam.
Seperti mendengar suara, Andre langsung memutar badannya dan berjalan mendekatiku, lalu membopongku.
"Tuan Andre, ini adalah obat antinflamasi." Dia menerima dari tangan dokter, lalu membawaku pergi meninggalkan rumah sakit.
Andre Duan membawaku ke pantai, dia langsung melajukan mobil hingga ke tepi pantai, setelah beberapa lama, aku baru menyadari bahwa dia membawaku ke sebuah villa dekat pantai itu.
Setelah Andre turun dari mobil, dia langsung membopongku dan menaruhku di atas kasur.
Dia tidak berbicara sedikitpun, sehingga membuat hatiku benar-benar bimbang.
3 menit berlalu, Andre Duan dari luar masuk ke dalam, di tangannya terdapat segelas air hangat, dan juga membawa obat antiinflamasi.
Sikapnya tetap dingin, namun dia dengan kehangatan menjagaku. Sampai beberapa lama, aku baru menyadari bahwa saat ini Andre Duan sedang marah padaku, marah karena aku selalu dianiaya dan tidak bisa membela diri, marah karena aku sangatlah lemah.
Andre Duan yang marah itu, sama seperti sebuah emas yang sangat berharga.
Dia memberikan obat dan gelas itu kepadaku, aku menerimanya dan langsung meminumnya, lalu dengan penuh penasaran aku bertanya padanya, "Tuan Andre, bagaimana anda bisa mengetahui terjadi masalah padaku?"
Ini adalah hal yang paling membuatku penasaran.
"Kamu kira semua orang sama bodohnya denganmu kah?" Andre Duan dengan sembarangan melontarkan perkataan ini, aku tetap saja belum mendapatkan jawaban darinya.
"Tuan Andre." Dengan penuh kehormatan aku berkata padanya, "Terima kasih atas bantuan anda hari ini."
"Engg?" Aku menatapnya dengan penuh kebimbangan.
Nada suara Andre Duan terdengar sedikit tidak suka, "Namaku Andre Duan."
Andre Duan, akhirnya aku mengingatnya kembali.
Aku menatapnya dengan penuh kegembiraan, dan berkata, "Selama ini aku ingat nama anda, namun lupa marga Tuan Andre."
Di dalam ruangan bersinar sebuah lampu yang sedikit menyilaukan, wajah samping Andre Duan menutupi cahaya lampu itu sehingga membentuk sebuah pemandangan yang tidak dapat dipungkiri keindahannya.
Seketika dia membungkukkan pinggangnya dan mengulurkan tangan kanannya, dengan suara yang lembut dia berkata, "Sisca, kita mulai dari awal lagi."
Aku menatap jemarinya yang panjang, aku sedikit tidak tau harus berbuat apa, perlakuannya yang begitu resmi, membuatku kehilangan arah.
Seperti merasa, setelah aku menjabat tangan ini, aku tidak dapat melepaskannya.
Dia menungguku dengan penuh kesabaran, aku penuh dengan keraguan mengulurkan tangan dan menjabat tangannya, kehangatan tubuhnya perlahan merambat dari tangannya, sehingga membuatku merasakan sebuah ketenangan saat ini.
Meskipun saat ini aku sedang sangatlah sial, meskipun aku telah kehilangan harga diriku di hadapannya, tapi aku tetap berusaha untuk menjaga sikap dan perbuatan yang baik di hadapannya, sudut bibirku perlahan naik ke atas, dan dengan lembut, aku berkata, "Tuan Andre, namaku Sisca."
"Engg." Andre Duan pelan-pelan menjabat tanganku, lalu bergegas menarik kembali seakan-akan tidak ingin meninggalkan bekas di sana, dia kemudian menarik sebuah kursi dan duduk di sampingku.
Dia ini ingin.... mendekatiku?
Ternyata dengan nada suara yang sangat cuek, dia berkata, "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"
Tanganku memegang pundak Andre Duan, dengan langkah kakinya yang sangat mantap dia berjalan masuk, sebelum bertemu dokter, dia dengan sikap dingin berkata padaku, "Menerima penganiayaan dari orang lain, harus memikirkan cara untuk membalasnya, meskipun tidak mempunyai cara, juga harus mencari kesempatan untuk membuat rencana."
Aku baru saja ingin mengatakan sesuatu, dokter pun tiba-tiba berlari kemari, dan berkata. "Tuan Andre, cepat letakkan pasien."
Di belakang dokter itu terdapat sebuah ranjang yang terdorong kemari, dengan penuh kelembutan Andre meletakkan aku di atas ranjang itu, saat ranjangku terdorong masuk ke dalam ruangan operasi, aku menengadahkan kepala dan melihat ke arah Andre Duan yang masih berdiri di tempat semula--dingin, tidak tau harus berbuat apa.
Sebelumnya aku meminum obat penggugur bayi secara paksa, anakku telah tiada, sekarang dokter sedang membersihkan isi perutku.
Tidak ada obat bius, juga tidak terlalu sakit.
Saat membersihkan isi perutku, terdengar suara dokter berkata, "Hati-hati, orang yang diluar sana adalah Tuan Andre, dia adalah bukanlah seorang yang mudah bercakap-cakap."
Seorang yang tidak mudah bercakap? Memangnya sesusah apa bercakap dengannya? Tapi di dalam hatiku, semua orang kaya susah diajak bercakap-cakap.
Setelah keluar dari ruangan operasi, aku melihat Andre masih berdiri di tempat semula, tatapan matanya melintasi sebuah jendela dan menatap kegelapan malam.
Seperti mendengar suara, Andre langsung memutar badannya dan berjalan mendekatiku, lalu membopongku.
"Tuan Andre, ini adalah obat antinflamasi." Dia menerima dari tangan dokter, lalu membawaku pergi meninggalkan rumah sakit.
Andre Duan membawaku ke pantai, dia langsung melajukan mobil hingga ke tepi pantai, setelah beberapa lama, aku baru menyadari bahwa dia membawaku ke sebuah villa dekat pantai itu.
Setelah Andre turun dari mobil, dia langsung membopongku dan menaruhku di atas kasur.
Dia tidak berbicara sedikitpun, sehingga membuat hatiku benar-benar bimbang.
3 menit berlalu, Andre Duan dari luar masuk ke dalam, di tangannya terdapat segelas air hangat, dan juga membawa obat antiinflamasi.
Sikapnya tetap dingin, namun dia dengan kehangatan menjagaku. Sampai beberapa lama, aku baru menyadari bahwa saat ini Andre Duan sedang marah padaku, marah karena aku selalu dianiaya dan tidak bisa membela diri, marah karena aku sangatlah lemah.
Andre Duan yang marah itu, sama seperti sebuah emas yang sangat berharga.
Dia memberikan obat dan gelas itu kepadaku, aku menerimanya dan langsung meminumnya, lalu dengan penuh penasaran aku bertanya padanya, "Tuan Andre, bagaimana anda bisa mengetahui terjadi masalah padaku?"
Ini adalah hal yang paling membuatku penasaran.
"Kamu kira semua orang sama bodohnya denganmu kah?" Andre Duan dengan sembarangan melontarkan perkataan ini, aku tetap saja belum mendapatkan jawaban darinya.
"Tuan Andre." Dengan penuh kehormatan aku berkata padanya, "Terima kasih atas bantuan anda hari ini."
"Engg?" Aku menatapnya dengan penuh kebimbangan.
Nada suara Andre Duan terdengar sedikit tidak suka, "Namaku Andre Duan."
Andre Duan, akhirnya aku mengingatnya kembali.
Aku menatapnya dengan penuh kegembiraan, dan berkata, "Selama ini aku ingat nama anda, namun lupa marga Tuan Andre."
Di dalam ruangan bersinar sebuah lampu yang sedikit menyilaukan, wajah samping Andre Duan menutupi cahaya lampu itu sehingga membentuk sebuah pemandangan yang tidak dapat dipungkiri keindahannya.
Seketika dia membungkukkan pinggangnya dan mengulurkan tangan kanannya, dengan suara yang lembut dia berkata, "Sisca, kita mulai dari awal lagi."
Aku menatap jemarinya yang panjang, aku sedikit tidak tau harus berbuat apa, perlakuannya yang begitu resmi, membuatku kehilangan arah.
Seperti merasa, setelah aku menjabat tangan ini, aku tidak dapat melepaskannya.
Dia menungguku dengan penuh kesabaran, aku penuh dengan keraguan mengulurkan tangan dan menjabat tangannya, kehangatan tubuhnya perlahan merambat dari tangannya, sehingga membuatku merasakan sebuah ketenangan saat ini.
Meskipun saat ini aku sedang sangatlah sial, meskipun aku telah kehilangan harga diriku di hadapannya, tapi aku tetap berusaha untuk menjaga sikap dan perbuatan yang baik di hadapannya, sudut bibirku perlahan naik ke atas, dan dengan lembut, aku berkata, "Tuan Andre, namaku Sisca."
"Engg." Andre Duan pelan-pelan menjabat tanganku, lalu bergegas menarik kembali seakan-akan tidak ingin meninggalkan bekas di sana, dia kemudian menarik sebuah kursi dan duduk di sampingku.
Dia ini ingin.... mendekatiku?
Ternyata dengan nada suara yang sangat cuek, dia berkata, "Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved