Bab 2 Kemampuannya Sangatlah Hebat
by Chasandra Florence
10:29,Mar 04,2022
Setelah keluarga Robero melontarkan kata-kata kasar, mereka berkata, “Tunggu dan lihat!”
Setelah mengutuk, mereka pergi.
Austin duduk di sofa dan menatap Brenda yang berada di seberangnya.
Mata kristal Brenda bersinar. Dia tampak takut untuk menatap Austin.
Brenda menundukkan kepalanya dan bermain dengan jari-jarinya.
Kemudian Austin berkata dengan suara yang dalam.
“Takut?”
“Eh…enggak.”
Brenda menatap wajah Austin dengan ekspresinya yang tegang.
Austin tidak mengatakan apa-apa. Dia langsung mengambil kotak rokok di atas meja kopi dan mengeluarkan sebatang rokok, lalu menyalakannya. Jari-jarinya yang ramping terlihat sangat bagus dengan rokok di tengahnya.
Brenda tidak terlalu memperhatikan tangan Austin sebelumnya. Tapi saat melihatnya sekarang, wanita itu merasa jika tangan Austin sama sekali tidak cocok dengan pekerjaannya. Bagaimana bisa seorang pekerja konstruksi memiliki jari yang ramping dengan kuku bersih dan terlihat bagus? Sulit dipercaya jika itu adalah tangan seorang pekerja konstruksi.
Dan lagi Brenda belum pernah melihat kotak rokok milik Austin di supermarket manapun. Bau asapnya juga tidak menyengat, malah sedikit menyegarkan.
Saat Brenda sedang merasa bingung, dia mendengar Austin berbicara lagi.
“Sebelum mendapatkan akta nikah, notaris sudah melakukan perjanjian pranikah. Aku tidak mungkin ingin memiliki semua hartamu. Kalau kamu tidak percaya aku, setidaknya kamu bisa percaya pada hukum.”
Brenda mengangguk dengan malu, “Mm-hh, aku tahu. Tentu saja aku percaya padamu.”
Meskipun sebelumnya Brenda memiliki sedikit keraguan di hatinya.
Tetapi jika Austin sudah berkata seperti itu dan dia masih meragukannya, sepertinya dia sangat jahat.
Austin juga tidak peduli apakah Brenda percaya atau tidak. Dia bangkit dan bersiap untuk pergi.
Brenda juga segera bangkit dan mengikuti Austin ke pintu. Kemudian dia berkata dengan suara rendah.
“Tadi makasih ya.”
Austin berbalik, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Rokok di tangannya masih belum menyala.
Kemudian dia menggigit putung rokoknya dan menimbulkan suata “Pletak..” lalu berkata dengan santai, “Jika mau berterima kasih, nanti malam saja.”
Setelah mengatakan itu, Austin turun dan pergi.
Brenda yang berdiri di ambang pintu tersipu malu dan segera menutup pintu.
Sore harinya, Brenda mengurus pekerjaan onlinenya dan menerima telepon dari temannya, Rara Tanisha.
Mereka berdua adalah lulusan dari universitas yang sangat bergengsi di Dracania. Hanya saja sekarang Rara tetap berada di Dracania, sementara Brenda tinggal di kota kecil ini, yaitu kota kelahirannya.
Tidak ada yang perlu dibicarakan di antara mereka berdua.
“Kamu benar-benar menikah dengan seorang pekerja konstruksi? Sepertinya otakmu sudah rusak. Kamu adalah primadona di kampus, tapi kenapa kamu menghancurkan hidupmu seperti ini? Kamu sungguh membuatku kesal…ahhhhh”
Setelah mendengar Rara berteriak dan melampiaskan kekesalannya, Brenda berkata dengan tenang, “Tentu saja, aku juga sudah siap dengan semuanya. Baik notaris properti maupun perjanjian pranikah. Rumah dan uang memang milikku, namun meski dia tidak punya apa-apa, tetapi paling tidak wajahnya tampan dan tubuhnya juga kuat. Semua itu sudah cukup bagiku.”
Meskipun ucapan Brenda yang terakhir kemudian menjadi lelucon, namun apa yang dia katakan memang benar.
Dengan uang di tangannya, Brenda memiliki inisiatif. Setidaknya dia juga merasa cukup puas dengan kemampuan bermain pria itu tadi malam.
Memikirkan hal itu, wajah Brenda menjadi panas.
Rara tahu jika semua itu memang benar, jadi tidak ada gunanya dia marah lagi.
“Oke, tapi setampan apa dia? Kirimi aku fotonya dan juga kayak gimana tubuh kuatnya? Kamu udah…hehe..”
Brenda merasa malu membicarakan itu, “Hentikan topik ini.”
“Ini hal yang wajar. Bukankah seorang pria memang harus begitu?”
Rara terus mengajukan pertanyaannya sampai akhir.
Namun Brenda tidak mau membahas topik ini lebih jauh lagi, jadi dia hanya menjawab.
“Kemampuannya sangatlah hebat, oke?”
“Hehe, oke. Kayaknya kamu puas banget.”
“Puas!”
“Ck, benar. Wanita yang mengatakan segala sesuatu yang lain adalah wanita bodoh. Bagaimanapun kebahagiaan fisik dan seksual adalah yang terpenting, apalagi bagi wanita kaya sepertimu. Hanya itu yang kamu perlukan dari seorang pria.”
Saat Rara mengatakan itu, Brenda tidak sengaja mengangkat kepalanya dan tidak tahu sejak kapan Austin sudah masuk ke dalam pintu.
…
Berapa banyak yang dia dengar?
Adapun Austin, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, jadi Brenda tidak tahu apakah pria itu mendengar apa yang dia katakan.
Kaos hitamnnya berdebu dan celananya penuh dengan lumpur.
Austin hanya melirik Brenda sekilas kemudian langsung masuk. Setelah itu dia melepas kaos hitam dan celana panjangnya dan berjalan setengah telanjang ke kamar mandi, melewati Brenda.
Brenda tersipu karena malu, dia menggigit bibirnya dan buru-buru menutup telepon.
Setelah beberapa saat, Austin keluar dari kamar mandi. Lagi-lagi dia hanya menggunakan handuk untuk menutup bagian bawah tubuhnya.
Brenda memegang gelas air. Matanya menyapu otot-otot perut Austin dengan berbinar, “Kamu kembali sangat awal hari ini.”
Austin tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya berjalan mendekat dan menuangkan air untuk dirinya sendiri. Dia duduk dan meminum air itu. Kebetulan Austin tidak sengaja menyentuh paha Brenda hingga membuat wanita itu ketakutan, kemudian wanita itu berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil pakaian kotor dan mencucinya.
Austin hanya duduk dengan malas di sofa. Dia menoleh dan melirik ke arah kamar mandi yang pintunya terbuka dan melihat wanita kecil itu sedang sibuk mencuci pakaiannya.
Matanya yang gelap memancarkan kilatan tawa.
Setelah mengutuk, mereka pergi.
Austin duduk di sofa dan menatap Brenda yang berada di seberangnya.
Mata kristal Brenda bersinar. Dia tampak takut untuk menatap Austin.
Brenda menundukkan kepalanya dan bermain dengan jari-jarinya.
Kemudian Austin berkata dengan suara yang dalam.
“Takut?”
“Eh…enggak.”
Brenda menatap wajah Austin dengan ekspresinya yang tegang.
Austin tidak mengatakan apa-apa. Dia langsung mengambil kotak rokok di atas meja kopi dan mengeluarkan sebatang rokok, lalu menyalakannya. Jari-jarinya yang ramping terlihat sangat bagus dengan rokok di tengahnya.
Brenda tidak terlalu memperhatikan tangan Austin sebelumnya. Tapi saat melihatnya sekarang, wanita itu merasa jika tangan Austin sama sekali tidak cocok dengan pekerjaannya. Bagaimana bisa seorang pekerja konstruksi memiliki jari yang ramping dengan kuku bersih dan terlihat bagus? Sulit dipercaya jika itu adalah tangan seorang pekerja konstruksi.
Dan lagi Brenda belum pernah melihat kotak rokok milik Austin di supermarket manapun. Bau asapnya juga tidak menyengat, malah sedikit menyegarkan.
Saat Brenda sedang merasa bingung, dia mendengar Austin berbicara lagi.
“Sebelum mendapatkan akta nikah, notaris sudah melakukan perjanjian pranikah. Aku tidak mungkin ingin memiliki semua hartamu. Kalau kamu tidak percaya aku, setidaknya kamu bisa percaya pada hukum.”
Brenda mengangguk dengan malu, “Mm-hh, aku tahu. Tentu saja aku percaya padamu.”
Meskipun sebelumnya Brenda memiliki sedikit keraguan di hatinya.
Tetapi jika Austin sudah berkata seperti itu dan dia masih meragukannya, sepertinya dia sangat jahat.
Austin juga tidak peduli apakah Brenda percaya atau tidak. Dia bangkit dan bersiap untuk pergi.
Brenda juga segera bangkit dan mengikuti Austin ke pintu. Kemudian dia berkata dengan suara rendah.
“Tadi makasih ya.”
Austin berbalik, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Rokok di tangannya masih belum menyala.
Kemudian dia menggigit putung rokoknya dan menimbulkan suata “Pletak..” lalu berkata dengan santai, “Jika mau berterima kasih, nanti malam saja.”
Setelah mengatakan itu, Austin turun dan pergi.
Brenda yang berdiri di ambang pintu tersipu malu dan segera menutup pintu.
Sore harinya, Brenda mengurus pekerjaan onlinenya dan menerima telepon dari temannya, Rara Tanisha.
Mereka berdua adalah lulusan dari universitas yang sangat bergengsi di Dracania. Hanya saja sekarang Rara tetap berada di Dracania, sementara Brenda tinggal di kota kecil ini, yaitu kota kelahirannya.
Tidak ada yang perlu dibicarakan di antara mereka berdua.
“Kamu benar-benar menikah dengan seorang pekerja konstruksi? Sepertinya otakmu sudah rusak. Kamu adalah primadona di kampus, tapi kenapa kamu menghancurkan hidupmu seperti ini? Kamu sungguh membuatku kesal…ahhhhh”
Setelah mendengar Rara berteriak dan melampiaskan kekesalannya, Brenda berkata dengan tenang, “Tentu saja, aku juga sudah siap dengan semuanya. Baik notaris properti maupun perjanjian pranikah. Rumah dan uang memang milikku, namun meski dia tidak punya apa-apa, tetapi paling tidak wajahnya tampan dan tubuhnya juga kuat. Semua itu sudah cukup bagiku.”
Meskipun ucapan Brenda yang terakhir kemudian menjadi lelucon, namun apa yang dia katakan memang benar.
Dengan uang di tangannya, Brenda memiliki inisiatif. Setidaknya dia juga merasa cukup puas dengan kemampuan bermain pria itu tadi malam.
Memikirkan hal itu, wajah Brenda menjadi panas.
Rara tahu jika semua itu memang benar, jadi tidak ada gunanya dia marah lagi.
“Oke, tapi setampan apa dia? Kirimi aku fotonya dan juga kayak gimana tubuh kuatnya? Kamu udah…hehe..”
Brenda merasa malu membicarakan itu, “Hentikan topik ini.”
“Ini hal yang wajar. Bukankah seorang pria memang harus begitu?”
Rara terus mengajukan pertanyaannya sampai akhir.
Namun Brenda tidak mau membahas topik ini lebih jauh lagi, jadi dia hanya menjawab.
“Kemampuannya sangatlah hebat, oke?”
“Hehe, oke. Kayaknya kamu puas banget.”
“Puas!”
“Ck, benar. Wanita yang mengatakan segala sesuatu yang lain adalah wanita bodoh. Bagaimanapun kebahagiaan fisik dan seksual adalah yang terpenting, apalagi bagi wanita kaya sepertimu. Hanya itu yang kamu perlukan dari seorang pria.”
Saat Rara mengatakan itu, Brenda tidak sengaja mengangkat kepalanya dan tidak tahu sejak kapan Austin sudah masuk ke dalam pintu.
…
Berapa banyak yang dia dengar?
Adapun Austin, wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, jadi Brenda tidak tahu apakah pria itu mendengar apa yang dia katakan.
Kaos hitamnnya berdebu dan celananya penuh dengan lumpur.
Austin hanya melirik Brenda sekilas kemudian langsung masuk. Setelah itu dia melepas kaos hitam dan celana panjangnya dan berjalan setengah telanjang ke kamar mandi, melewati Brenda.
Brenda tersipu karena malu, dia menggigit bibirnya dan buru-buru menutup telepon.
Setelah beberapa saat, Austin keluar dari kamar mandi. Lagi-lagi dia hanya menggunakan handuk untuk menutup bagian bawah tubuhnya.
Brenda memegang gelas air. Matanya menyapu otot-otot perut Austin dengan berbinar, “Kamu kembali sangat awal hari ini.”
Austin tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya berjalan mendekat dan menuangkan air untuk dirinya sendiri. Dia duduk dan meminum air itu. Kebetulan Austin tidak sengaja menyentuh paha Brenda hingga membuat wanita itu ketakutan, kemudian wanita itu berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambil pakaian kotor dan mencucinya.
Austin hanya duduk dengan malas di sofa. Dia menoleh dan melirik ke arah kamar mandi yang pintunya terbuka dan melihat wanita kecil itu sedang sibuk mencuci pakaiannya.
Matanya yang gelap memancarkan kilatan tawa.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved