Bab 13 Takut Aku Akan Mempermalukanmu?

by Chasandra Florence 10:33,Mar 04,2022
Austin sudah berada di ruangan lantai 2. Begitu Brenda melihatnya, dia langsung berkata.

“Kenapa kamu beneran ke sini? Aku kan udah kirim pesan, kamu enggak baca? Itu adalah ulah temanku, kamu lebih baik pergi sekarang sebelum mereka tahu.”

Brenda buru-buru mendorong Austin menjauh.

Namun ekspresi wajah tegas Austin sedikit dingin.

“Enggak, aku mau lihat rekan-rekanmu.”

Brenda sedikit terkejut, “Hah?”

“Kamu takut aku bakal buat kamu malu?”

Baru saat itulah Breda menyadari maksud Austin.

Brenda segera menggelengkan kepalanya dana berkata, “Bukan kayak gitu. Aku tahu kamu kayak gimana, kalau enggak aku enggak mungkin mau nikah sama kamu. Cuman rekan-rekan kerjaku sangat jahat, mereka suka mempermalukan orang lain.”

Bagaimana mungkin pria itu berpikir jika dia takut kalau Austin akan mempermalukannya? Padahal Brenda hanya ingin melindunginya.

Bibir Austin sedikit melengkung, “Ya aku tau, ayo pergi.”

Cara wanita kecil ini membela dirinya membuat Austin yang tadinya kesal berubah menjadi senang.

“Brenda, suamimu ada di sini? Karena dia udah ada di sini, cepat bawa dia masuk. Kamu takut kami mencuri suamimu ya?”

Tidak tahu kapan Clairin sudah berada di depan pintu dan mengatakan itu dengan senyum yang sedikit mengejek. Brenda bisa melihat niat di matanya dengan jelas.

Dan karena ucapan Clairin, semua orang yang berada di dalam ruangan sudah mendengarnya dan mereka semua sangat penasaran dengan suami Brfenda.

Brenda ingin menolak, tapi semuanya sudah terlambat.

Kemudian Brenda melirik Austin yang berada di sampingnya dan memberi isyarat melalui matanya jika dia bisa melindungi pria itu.

Brenda tidak tahu apakah Austin dapat memahami maksudnya, tapi dia hanya melingkarkan lengannya ke pinggang Brenda dan tanpa ekspresi menyapu wajah Clairin yang menjijikan dengan kilatan cahaya yang tajam.

Clairin terhanyut oleh tatapan tajam Austin dan sedikit gemetar.

Namun setelah melihat kaos dan celana compang-camping Austin yang penuh dengan debu lokasi konstruksi yang sangat kontras dengan pakaian rapi Brenda, Clairin yang tadinya merasa sedikit iri langsung bangun dari mimpinya dan tersenyum menghina.

Dalam hatinya, Clairin tidak sabar untuk mengangkat kepalanya dan menertawakan Brenda. Gadis yang dulunya disukai oleh semua pria di sekolah, sekarang memiliki suami seperti itu?

Hahaha….

Hanya saja Brenda tidak tahu apa yang ada di pikiran Clairin saat ini.

Dia dipeluk erat oleh Austin dan berjalan masuk ke dalam ruangan. Mata orang-orang yang berada di dalam ruangan semuanya tertuju kepada Brenda dan Austin dalam sekejap.

Tatapan mereka ada yang terkejut, menghina maupun berpikir.

“Manajer, wakil presiden, ini suamiku, Austin Xavier. Austin ini bos dan wakit presiden perusahaan dan mereka rekan-rekanku.”

Adapun Dylan, sejak bos datang, dia tidak memperkenalkan pria itu, jadi Brenda hanya mengabaikannya.

“Oh..bagus, suami Brenda cukup tampan.”

Clairin diam-diam tersenyum. Ya, suaminya memang cukup tampan, tapi apa gunanya tampan jika dia udik? Hanya seorang pekerja kecil.

“Tuan Xavier, aku dengar dari Brenda, kamu kerja sebagai pekerja kecil di lokasi konstruksi? Kamu pekerja migran? Di mana kampung halamanmu? Sangat beratkah kerja di lokasi konstruksi? Apakah gajinya tingga? Pendidikanmu apa?

Pertanyaan-pertanyaan itu ditanyakan oleh rekan wanita yang sangat dekat dengan Clairin.

Namun Austin hanya bersikap dingin dan acuh tak acuh seolah tidak mendengarnya.

Austin hanya duduk dengan tenang di kursi, meskipun itu bukan kursi utama, tetapi dia diam dan auranya tajam, hingga membuat semua orang tidak berani berbicara dan menekannya seolah aura di sekitarnya benar-benar mencekam.

Wanita yang mengajukan pertanyaan tadi hanya bisa menarik sudut mulutnya dengan canggung, dia tersipu malu dan menundukkan kepalanya.

Brenda terus memegang tangan Austin sepanjang waktu, seolah dengan begitu dia bisa memberi pria itu dukungan.

Setelah suasana di ruangan tersebut tampak hening dan tegang, Dylan tiba-tiba tertawa.

“Haha…temperamen Tuan Xavier yang pendiam mirip banget sama temanku.”

Brenda sedikit mengernyit, seolah tidak ingin berbicara dengan Dylan. Wajahnya juga menunjukkan penolakan.

Baru akhirnya Austin berkata, “Benarkan?”

Kening Dylan sedikit berkedut, seolah dia merasa bersalah.

Kemudian Dylan tertawa ringan. Dia berusaha untuk menghilangkan rasa takutnya setelah mendapat tatapan tajam dari kakak ketiga.

“Karena kalian berdua barusan menikah, jadi aku harus mengucapkan selamat atas pernikahan kalian berdua. Semoga kalian menjadi tua bersama.”

Kemudian Dylan mengambil gelas anggur. Bos dan wakil presiden yang berada di meja mengikuti bersulang untuk pasangan itu. Rekan-rekan yang lainnya mau tidak mau juga ikut menunjukkan sikap mereka.

Austin tidak bangun, dia hanya duduk tanpa menunjukkan ketulusan. Lalu Austin mengambil gelas anggur Brenda, menyentuh meja dan menerimanya.

Orang-orang lainnya merasa sangat terkejut saat melihat perilaku tidak sopan Austin, tetapi Dylan hanya tersenyum dengan acuh tak acuh dan meminum anggurnya.

Download APP, continue reading

Chapters

220