Bab 14 Dia Suamiku, Jadi Tentu Saja Aku Melindunginya
by Chasandra Florence
10:33,Mar 04,2022
Clairin awalnya ingin membuat Austin malu, tetapi auranya begitu kuat sehingga tidak ada yang berani berbicara.
Bahkan tamu terhormat yang datang bersama bos tidak peduli dengan sikap Austin yang sangat tidak sopan.
Clairin tidak berhasil mempermalukan mereka, jadi dia merasa sangat tidak nyaman.
Kemudian dia diam-diam menyodok Aldo dan mengedipkan mata padanya.
Aldo sedang berbicara dengan Dylan dan bosnya untuk meredakan suasana.
Dan topik yang mereka bicarakan sengaja sedikit tinggi sehingga tidak mungkin dapat dipahami oleh seorang pekerja konstruksi seperti Austin.
Saat mereka sedang mengobrol, Brenda meraih tangan Austin dan bertanya padanya dengan suara rendah karena takut jika pria itu akan merasa bosan.
“Kamu capek hari ini? Enggak terluka kan?”
Austin menatap wanita kecil di depannya yang penuh perhatian dan berusaha membuatnya tidak terlalu malu, membuat sebuah senyum muncul di matanya yang dalam dan gelap.
Austin dulunya adalah orang yang berpangkat tinggi, jadi selalu ada orang di sekitarnya yang memujinya. Tetapi yang dilakukan wanita kecil itu dengan menjaga emosi dan berusaha peduli dengannya hanya sedikit.
Pak Mahen adalah salah satunya, tapi Pak Mahen sedikit takut untuk menyentuh emosinya. Kemudian ada juga ibu Brenda, Renata Robero. Saat Austin menyewa rumahnya, ibu Brenda selalu memberinya makanan setiap saat dan mengingatkan dia saat cuaca panas dan dingin.
Satu lagi adalah Brenda.
Meskipun Brenda belum terbiasa menjadi seorang istri, tetapi wanita itu selalu mencoba yang terbaik untuk beradaptasi dengan baik dan melakukan tugasnya sebagai seorang istri.
Seperti saat ini, Brenda mencoba mempertahankan harga diri Austin sebagai seorang pria dan suami.
Kemudian Austin menahan jari-jarinya dan menggosok pungun tangan Brenda dengan ibu jarinya dan berkata dengan suara yang lembut.
“Kamu peduli padaku?”
Brenda terdiam selama beberapa saat, lalu langsung mengangguk, “Ya.”
Tentu saja, Austin adalah suaminya, jadi Brenda sangat peduli dengannya.
Kemudian Austin menjawab dengan suara rendah, “Yah, itu bagus.”
“...” Apanya yang bagus?
Mungkinkah maksudnya peduli padanya?
Bukankah itulah yang memang harus dia lakukan? Brenda sedikit tidak memahami pikiran Austin.
Austin adalah orang yang jarang bicara, bahkan di tempat tidur, ekspresinya sangat sedikit. Sampai saat ini Brenda masih belum bisa menebak apa yang dia pikirkan. Mungkin karena dia belum terbiasa dengannya.
Pasangan muda diam-diam berkomunikasi dan itu benar-benar membuat orang lain yang tidak tahu apa yang mereka lakukan diam-diam terganggu.
“Tuan Xavier, apa pendapatmu tentang ini?’
Brenda menoleh, Aldo mengulangi dan tersenyum, “Karena Tuan Xavier bekerja di lokasi konstruksi, apa pendapatmu mengenai perkembangan real estat saat ini dan pengaturan kebijakan negara baru-baru ini?”
Namun Austin tidak bicara, Brenda lah yang bericara lebih dulu, “Pemimpin tim, dalam hal ini, karena aku telah memperhatikan mengenai rumah baru-baru ini, jadi aku tahu sedikit kalau…”
Brenda belum selesai mengucapkan kata-katanya, tetapi Clairin sudah menyela.
“Brenda, bos dan Tuan Muda Alaric mau mendengar pendapat suamimu. Ini adalah obrolan laki-laki, jadi kamu jangan ikut campur.”
Namun Brenda tidak mau menunjukkan kelemahannya, “Clairin, apa maksudmu? Seolah wanita tidak berguna. Apakah kamu memandang rendah dirimu sendiri sebagai seorang wanita? Sejak kapan wanita tidak boleh menyela saat seorang pria berbicara?”
“Bukan gitu maksudku, yang aku maksud biar suami menjawab. Kamu enggak perlu terlalu membelanya kayak gini kan? Kalau dia enggak tau bilang aja enggak tau. Lagian kita semua juga tahu kalau dia pekerja migran jadi dia enggak mungkin tau. Kita juga enggak mungkin ketawain dia. Kamu malah kayak berusaha mau melindunginya.”
Kemudian Brenda mencibir, “Dia suamiku, jadi terserahku mau bela dia atau enggak. Terus apa yang salah sama pekerja migran? Kamu jangan merendahkan pekerja migran. Apakah kamu berani posting ini di internet biar semua bisa ikut komentar?”
“Brenda, kamu terlalu banyak omong, bilang aja suamimu enggak tahu apa-apa.”
“Kamu…”
Ruangan tersebut seperti menjadi panggung bagi kedua wanita itu yang sedang berdebat.
Awalnya Brenda merasa jika dia tidak perlu terlalu banyak berdebat dengan orang-orang yang berada di sini, apalagi pada kesempatan ini. Bagaimanapun posisinya juga tidak memungkinkan baginya untuk bersikap kasar.
Namun Brenda benar-benar sudah tidak tahan lagi. Clairin sangat agresif dan ingin mempermalukan suaminya. Jadi sebagai seorang istri, bagaimana mungkin dia tidak melindungi suaminya?
Karena itu Brenda terus berjuang untuk suaminya.
Akhirnya Brenda menusukkan beberapa kata tajam pada Clairin dan membuat wajahnya merah karena malu.
Saat berada di sekolah, Brenda merupakan murid yang paling pintar, jadi jika mau, dia bisa dengan mudah membuat Clairin bungkam.
Karena semua orang sudah seperti itu, Brenda tidak bisa lagi tinggal lebih lama.
Brenda segera meraih lengan Austin dan bangkit. Ekspresi wajahnya tidak terlalu bagus, kemudian dia berkata pada bos dan wakil presiden, “Maaf manajer dan wakil presiden, aku dan suamiku pergi dulu.”
Setelah Brenda mengatakan itu, Mereka segera pergi.
Untuk beberapa saat, seluruh ruangan menjadi hening.
Aldo segera tersenyum dan mencairkan suasana.
“Barusan Brenda hanya bercanda. Kita bertiga adalah teman sekelas dan kita dulu sering bercanda kayak gitu. Tapi Clairin lulusan universitas XX di negara M, ya kan?”
Kemudian yang lain tertawa dan setuju, “Ya.”
Namun bos tidak berbicara, dia menatap Tuan Muda Alaric.
Setelah Austin pergi, Dylan kehilangan minatnya. Dia hanya duduk dan bermain ponsel sebentar, kemudian bangkit dan pergi.
Dan malam itu Dylan menunggu lama di hotel dan akhirnya mendapat panggilan dari Austin.
“Kakak ketiga.”
Dylan sudah ketakutan dan menjelaskan terlebih dulu.
“Aku beneran enggak ngikutin kamu ke Astoria. Aku emang ada proyek di sini, jadi aku datang ke Astoria. Kamu jangan salah paham Kakak ketiga.”
Keinginan Dylan untuk hidup bisa terdengar dari suaranya di telepon.
Bahkan tamu terhormat yang datang bersama bos tidak peduli dengan sikap Austin yang sangat tidak sopan.
Clairin tidak berhasil mempermalukan mereka, jadi dia merasa sangat tidak nyaman.
Kemudian dia diam-diam menyodok Aldo dan mengedipkan mata padanya.
Aldo sedang berbicara dengan Dylan dan bosnya untuk meredakan suasana.
Dan topik yang mereka bicarakan sengaja sedikit tinggi sehingga tidak mungkin dapat dipahami oleh seorang pekerja konstruksi seperti Austin.
Saat mereka sedang mengobrol, Brenda meraih tangan Austin dan bertanya padanya dengan suara rendah karena takut jika pria itu akan merasa bosan.
“Kamu capek hari ini? Enggak terluka kan?”
Austin menatap wanita kecil di depannya yang penuh perhatian dan berusaha membuatnya tidak terlalu malu, membuat sebuah senyum muncul di matanya yang dalam dan gelap.
Austin dulunya adalah orang yang berpangkat tinggi, jadi selalu ada orang di sekitarnya yang memujinya. Tetapi yang dilakukan wanita kecil itu dengan menjaga emosi dan berusaha peduli dengannya hanya sedikit.
Pak Mahen adalah salah satunya, tapi Pak Mahen sedikit takut untuk menyentuh emosinya. Kemudian ada juga ibu Brenda, Renata Robero. Saat Austin menyewa rumahnya, ibu Brenda selalu memberinya makanan setiap saat dan mengingatkan dia saat cuaca panas dan dingin.
Satu lagi adalah Brenda.
Meskipun Brenda belum terbiasa menjadi seorang istri, tetapi wanita itu selalu mencoba yang terbaik untuk beradaptasi dengan baik dan melakukan tugasnya sebagai seorang istri.
Seperti saat ini, Brenda mencoba mempertahankan harga diri Austin sebagai seorang pria dan suami.
Kemudian Austin menahan jari-jarinya dan menggosok pungun tangan Brenda dengan ibu jarinya dan berkata dengan suara yang lembut.
“Kamu peduli padaku?”
Brenda terdiam selama beberapa saat, lalu langsung mengangguk, “Ya.”
Tentu saja, Austin adalah suaminya, jadi Brenda sangat peduli dengannya.
Kemudian Austin menjawab dengan suara rendah, “Yah, itu bagus.”
“...” Apanya yang bagus?
Mungkinkah maksudnya peduli padanya?
Bukankah itulah yang memang harus dia lakukan? Brenda sedikit tidak memahami pikiran Austin.
Austin adalah orang yang jarang bicara, bahkan di tempat tidur, ekspresinya sangat sedikit. Sampai saat ini Brenda masih belum bisa menebak apa yang dia pikirkan. Mungkin karena dia belum terbiasa dengannya.
Pasangan muda diam-diam berkomunikasi dan itu benar-benar membuat orang lain yang tidak tahu apa yang mereka lakukan diam-diam terganggu.
“Tuan Xavier, apa pendapatmu tentang ini?’
Brenda menoleh, Aldo mengulangi dan tersenyum, “Karena Tuan Xavier bekerja di lokasi konstruksi, apa pendapatmu mengenai perkembangan real estat saat ini dan pengaturan kebijakan negara baru-baru ini?”
Namun Austin tidak bicara, Brenda lah yang bericara lebih dulu, “Pemimpin tim, dalam hal ini, karena aku telah memperhatikan mengenai rumah baru-baru ini, jadi aku tahu sedikit kalau…”
Brenda belum selesai mengucapkan kata-katanya, tetapi Clairin sudah menyela.
“Brenda, bos dan Tuan Muda Alaric mau mendengar pendapat suamimu. Ini adalah obrolan laki-laki, jadi kamu jangan ikut campur.”
Namun Brenda tidak mau menunjukkan kelemahannya, “Clairin, apa maksudmu? Seolah wanita tidak berguna. Apakah kamu memandang rendah dirimu sendiri sebagai seorang wanita? Sejak kapan wanita tidak boleh menyela saat seorang pria berbicara?”
“Bukan gitu maksudku, yang aku maksud biar suami menjawab. Kamu enggak perlu terlalu membelanya kayak gini kan? Kalau dia enggak tau bilang aja enggak tau. Lagian kita semua juga tahu kalau dia pekerja migran jadi dia enggak mungkin tau. Kita juga enggak mungkin ketawain dia. Kamu malah kayak berusaha mau melindunginya.”
Kemudian Brenda mencibir, “Dia suamiku, jadi terserahku mau bela dia atau enggak. Terus apa yang salah sama pekerja migran? Kamu jangan merendahkan pekerja migran. Apakah kamu berani posting ini di internet biar semua bisa ikut komentar?”
“Brenda, kamu terlalu banyak omong, bilang aja suamimu enggak tahu apa-apa.”
“Kamu…”
Ruangan tersebut seperti menjadi panggung bagi kedua wanita itu yang sedang berdebat.
Awalnya Brenda merasa jika dia tidak perlu terlalu banyak berdebat dengan orang-orang yang berada di sini, apalagi pada kesempatan ini. Bagaimanapun posisinya juga tidak memungkinkan baginya untuk bersikap kasar.
Namun Brenda benar-benar sudah tidak tahan lagi. Clairin sangat agresif dan ingin mempermalukan suaminya. Jadi sebagai seorang istri, bagaimana mungkin dia tidak melindungi suaminya?
Karena itu Brenda terus berjuang untuk suaminya.
Akhirnya Brenda menusukkan beberapa kata tajam pada Clairin dan membuat wajahnya merah karena malu.
Saat berada di sekolah, Brenda merupakan murid yang paling pintar, jadi jika mau, dia bisa dengan mudah membuat Clairin bungkam.
Karena semua orang sudah seperti itu, Brenda tidak bisa lagi tinggal lebih lama.
Brenda segera meraih lengan Austin dan bangkit. Ekspresi wajahnya tidak terlalu bagus, kemudian dia berkata pada bos dan wakil presiden, “Maaf manajer dan wakil presiden, aku dan suamiku pergi dulu.”
Setelah Brenda mengatakan itu, Mereka segera pergi.
Untuk beberapa saat, seluruh ruangan menjadi hening.
Aldo segera tersenyum dan mencairkan suasana.
“Barusan Brenda hanya bercanda. Kita bertiga adalah teman sekelas dan kita dulu sering bercanda kayak gitu. Tapi Clairin lulusan universitas XX di negara M, ya kan?”
Kemudian yang lain tertawa dan setuju, “Ya.”
Namun bos tidak berbicara, dia menatap Tuan Muda Alaric.
Setelah Austin pergi, Dylan kehilangan minatnya. Dia hanya duduk dan bermain ponsel sebentar, kemudian bangkit dan pergi.
Dan malam itu Dylan menunggu lama di hotel dan akhirnya mendapat panggilan dari Austin.
“Kakak ketiga.”
Dylan sudah ketakutan dan menjelaskan terlebih dulu.
“Aku beneran enggak ngikutin kamu ke Astoria. Aku emang ada proyek di sini, jadi aku datang ke Astoria. Kamu jangan salah paham Kakak ketiga.”
Keinginan Dylan untuk hidup bisa terdengar dari suaranya di telepon.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved