Bab 11 Pasangan Normal

by Chasandra Florence 10:32,Mar 04,2022
Seperti yang Brenda harapkan, dia berhasil bergabung dengan cabang perusahaan Ukiyo yang berada di Astoria.

Saat Brenda pertama kali bergabung, dia baru tahu jika Aldo juga bekerja di sana. Bukan hanya Aldo, tetapi Clairin juga.

Bahkan yang memimpin kelompoknya adalah Aldo.

Brenda benar-benar merasa sangat tidak nyaman memiliki rekan kerja seperti mereka berdua, tetapi demi bisa bekerja di perusahaan itu, dia tidak akan pergi dengan mudah.

Pada siang hari, saat Brenda makan di restoran khusus staf, Clairin mengajak Aldo untuk duduk bersama Brenda.

“Brenda, aku enggak nyangka kita bakal jadi rekan kerja. Kamu mahasiswi top di universitas A sekarang jadi rekan kerja kami. Kamu enggak ngerasa rendah kan?”

Clairin mengatakan itu dengan sedikit keras dan saat ini restoran lumayan tenang, jadi banyak orang bisa mendengar pertanyaannya.

Brenda tersenyum dan menarik sudut mulutnya,”Ukiyo bukan perusahaan kecil dan juga ada lebih banyak orang lulusan universitas terkenal. Selain itu dalam pekerjaan, kemampuan lah yang paling utama. Bukankah begitu Clairin? Setelah kembali dari belajar di luar negeri, kenapa kamu masih memandang rendah orang-orang dari sekolah domestik kita?”

“...Hah, apa?”

Clairin tersenyum malu, kemudian Aldo segera membuka mulut untuk menjelaskan, “Clairin tidak bermaksud seperti itu.”

“Ya, aku tau.”

Brenda segera bangkit, dia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi dengan mereka.

Setelah Brenda pergi, Clairin diam-diam, memutar matanya dan berbisik kepada Aldo mengungkapkan ketidakpuasannya.

“Apa yang dia katakan? Bukankah dia kembali karena tidak bisa bergaul di Dracania? Aku enggak tahu gimana cara dia bergaul sama pria di Dracania. Kalau enggak kenapa dia bisa nikah sama pekerja konstruksi? Bukankah akan membosankan untuk bermain dengan pria seperti itu?”

Kata-kata yang keluar dari mulut Clairin sepertinya membuat Aldo merasa tidak senang di dalam hatinya.

Namun Aldo tidak membantah, hanya tersenyum dan berkata, “Udahlah, ngomong-ngomong paman tanya udah sampai mana persiapan pernikahan kita? Dia sangat peduli dengan pernikahan kita dan sangat menyukaimu.”

Clairin segera tersenyum bangga, “Pastilah Aldo, kamu bisa kerja di perusahaan ini dan jadi pemimpin tim semuanya berkat pamanku. Jika kamu memperlakukanku dengan buruk di masa depan, dia akan langsung menendangmu.”

Aldo tersenyum datar, “Mana mungkin? Clairin, kamu benar-benar baik padaku. Aku enggak sabar untuk menilkahimu.

Di sore hari, saat Brenda hendak pulang kerja, rekan-rekannya bertanya, “Brenda, kamu udah nikah? Di usiamu yang masih sangat muda? Kapan kamu ajak suamimu makan malam bareng kita?”

“Ya Brenda, suamimu benar-benar pekerja konstruksi? Dia seorang desainer atau insinyur? Atau cuman pekerja kecil?”

“Bukan masalah apa pekerjaannya. Saat ini pekerja migran terkadang berpenghasilan lebih dari kita. Brenda apakah gaji suamimu cukup tinggi? Aku dengar pekerja kecil di lokasi konstruksipun dapat lebih dari 300 ribu sehari. Meskipun lumayan lelah, tapi setidaknya dalam sebulan hampir 10 juta. Benar-benar luar biasa…”

“Hehehe, ya, itu luar biasa.”

Mulut mereka berkata seolah-olah mereka iri, tapi senyum mereka lebih terlihat seperti ejekan.

Brenda tidak perlu banyak berpikir, dia tahu jika pasti Clairin yang mengatakan itu.

Meskipun Brenda tidak terlalu peduli dengan apa yang dikatakan oleh orang lain, tapi dia jelas tahu jika orang lain akan mengejeknya karena masalah ini.

Brenda tidak mau banyak bicara, dia hanya tersenyum enggan. Saat melihat sikapnya, orang lain mungkin akan merasa jijik.

Saat Brenda sampai di rumah pada malam hari, dia mendorong pintu dan merasa sangat terkejut saat melihat surat panggilan pengadilan di bawah pintu.

Jika mereka ingin melakukan gugatan, Brenda akan meladeninya.

Itu lebih baik daripada terus mengganggunya seperti ini.

Setelah Austin kembali ke rumah di malam hari, Brenda menyebutkan mengenai masalah ini.

“Aku enggak takut kalau mereka mau ngajuin gugatan, karena waktu nenek pergi, banyak orang bisa bersaksi kalau rumahnya itu diberikan untuk ibuku. Formulir persetujuan itu juga ditandatangani oleh pamanku dan mereka sendiri, jadi setelah rumah dibongkar enggak mungkin aku mau membagi properti itu.”

Brenda memiliki kegigihan dan kemarahan di hatinya.

Brenda masih ingat semua hal buruk yang terjadi di rumah, tapi dia tidak banyak mengeluh pada Austin.

Austin juga hanya mendengarkan dalam diam, dia tidak punya tempat untuk membantu.

Brenda sekarang lebih banyak berbicara mengenai banyak hal. Dia berusaha untuk membuat hubungan suami istri mereka menjadi normal seperti pasangan pada umumnya.

“Ngomong-ngomong ini hari pertamaku bekerja di perusahaan Ukiyo. Ternyata Aldo dan Clairin juga kerja di sana. Mereka berdua yang kamu lihat saat itu benar-benar sangat menyebalkan. Tapi perusahaan Ukiyo adalah perusahaan yang bagus, jadi aku enggak mungkin melepaskan kesempatan ini hanya karena mereka berdua.”

Austin masih mendengarkannya, kemudian dia berkata dengan sungguh-sungguh, “Kabur adalah hal yang dilakukan oleh pengecut.”

Saat Austin mengatakan itu, Brenda dapat melihat aura pemimpin dari matanya. Itu membuat Brenda merasa jika dia harus melakukan apa yang pria itu katakan.

“Ya, aku enggak akan kabur. Aku mau menghadapi mereka. Lihat saja siapa yang bisa melawan siapa.”

Download APP, continue reading

Chapters

220