Bab 9 Itu Adalah Takdir

by Chasandra Florence 10:32,Mar 04,2022
Setelah kembali ke dalam, Brenda dan Rara duduk di sofa. Rara membuka bir dan makan makanan ringan. Kemudian mereka berdua mengobrol santai seolah kembali ke masa sekolah.

“Brenda, sejujurnya habis nikah kamu benar-benar enggak menyesal? Kamu benar-benar mau menjalani pernikahan tanpa cinta?”

Brenda tercengang dan terdiam beberapa saat.

Dia mengingat Austin, lalu tersenyum.

“Aku udah sampai titik ini, jadi enggak ada yang perlu disesali. Mungkin aku bisa punya hubungan jangka panjang sama suamiku. Bukankah itu lebih bagus?”

Rara mengangguk setuju, “Mungkin juga. Untuk pria tampan seperti itu, tentu saja mudah untuk jatuh cinta pada pandangan pertama kan?”

“Aku bukan ngomongin penampilan.”

“Tetap saja, pria tampan itu enak dilihat. Aku yakin kalau suamimu enggak begitu tampan, kamu juga enggak mungkin mau memilih dia buat kamu nikahi dengan begitu bahagia.”

“...”

Brenda merasa tidak bisa berkata-kata.

“Gimana kalian bisa bertemu satu sama lain dan memutuskan buat nikah?”

Brenda memikirkannya sebentar. Sebenarnya semuanya sangat kebetulan.

Saat ibunya sakit, Brenda kembali dari Dracania dan Austin adalah pria yang menyewa rumah mereka. Karena Austin sering membantu ibunya, jadi dia juga mengenal pria itu dari ibunya.

Austin merupakan pria tampan dan pendiam. Kekurangannya hanya satu yaitu miskin.

Kemudian setelah ibunya meninggal, Brenda harus menghadapi keluarganya yang kejam. Saat Brenda melihat Austi pulang larut pada hari pemakaman ibunya, dia tiba-tiba memiliki ide untuk membentuk keluarga dengan pria itu. Jadi Austin juga bis amelindungi dirinya dari orang-orang itu.

Hubungan mereka bisa dibilang seperti simbiosis mutualisme. Meskipun saat itu Brenda mengatakannya tanpa pikir panjang, tapi Austin dengan senang hati menyetujuinya.

“Jadi sesederhana itu. Semuanya hanya kebetulan.”

Kemudian Rara berkata, “Aku pikir itu sudah takdirmu.”

Brenda tersenyum, “Siapa yang tahu?”



Keesokan harinya, Brenda meninggalkan Dracania pagi-pagi sekali.

Saat dia kembali ke rumah, sepertinya Austin sudah pergi bekerja karena rumahnya kosong.

Kemudian Brenda berkemas dan setelah itu dia pergi ke supermarket untuk membeli sayuran. Saat sedang berada di sana, dia secara alami menelepon Austin dan bertanya pada pria itu, makanan apa yang dia suka dan dia ingin makan.

“Terserah kamu mau beli apa, aku enggak pilih-pilih makanan. Lebih banyak sayuran hijau lebih bagus.”

Austin masih berada di Dracania saat ini, di sampingnya ada Dylan. Dia tidak melakukan sesuatu dengan baik tadi malam hingga membuat kakak ketiga marah. Jadi dia tidak mau lagi repot-repot mencari wanita untuknya. Tapi sebagai gantinya, dia datang ke rumah Austin untuk menemuinya pagi-pagi sekali untuk menebus kesalahannya.

Dokter keluarga, dokter Alvaro, sedang memeriksa tubuh Austin. Sementara Dylan yang berada di samping menungu Austin sambil menyantap sarapan yang dibuat oleh Pak Mahen, kepala pelayan keluarga Xavier.

Dylan barusan mendengar suara lembut kakak ketiga saat menjawab telepon.

Tentu saja kelembutan itu sangat kontras dengan sifat Austin. Setidaknya dalam perasaan Dylan, dibandingkan dengan Austin yang tadi malam, saat ini dia bisa dibilang sangat lembut.

Dan apakah dia berbicara tentang apa yang harus dimakan

Ck….

Dylan berani bertaruh jika orang yang berada di seberang telepon pasti seorang wanita.

Saat ini dia benar-benar penasaran siapa wanita itu.

Kakak ketiga sudah berada di luar selama setahun dan saat kembali dia akan secara teratur memeriksa tubuhnya. Tetapi tadi malam benar-benar aneh. Kakak ketiga mengatakan jika saat ini dia sudah tidak tertarik dengan wanita mana pun. Itu benar-benar tidak sesuai dengan gayanya.

Sebelumnya Dylan juga berpikir jika kakak ketia menolak wanita karena masa lalu.

Sekarang tampaknya Dylan tahu. Kakak ketiga menolak wanita karena dia sudah memiliki wanita yang spesial bukan?

Setelah Austin menutup telepon, Dylan melepaskan kacamata bingkai emasnya. Saat dia tidak berbicara, tidak ada yang tahu kekotoran harinya karena dia terlihat sangat lembut. Hanya mereka yang menenal Dylan lah yang tahu jika dia sebenarnya adalah sampah.

Kemudian Dylan tersenyum hangat dan bertanya dengan sengaja.

“Kakak ketiga, itu seorang wanita ya?”

Namun Austin tidak menjawabnya, lalu terdengar suara Dokter Mahen yang memberikan instruksi dengan hati-hati, “Austin, tubuhmu hampir pulih. Meskipun aku tidak tahu apa yang kamu lakukan di luar, tapi kamu tetap harus banyak istirahat dan jangan terlalu lelah.

“Aku tahu.”

Setelah itu Austin memanggil asistennya, “Aku akan kembali ke Astoria nanti sore, kamu datang dan antar aku jam 2 ke bandara.”

“Kakak ketiga, kenapa kamu pergi lagi? Kamu ternyata berada di Astoria baru-baru ini? Emangnya ada sesuatu yang belum dilakukan?

Sebenarnya apa yang ingin dikatakan Dylan adalah apakah Austin memiliki seorang wanita di Astoria tidak bisa dia lepaskan.

Namun Austin langsung melirik Dylan dan berkata dengan suaranya yang dingin.

“Dylan, jangan permalukan dirimu sendiri.”

Meskipun Austin menusuknya, namun Dylan masih tersenyum elegan dan berkata, “Hehehe…kakak ketiga, bagaimana bisa?”

Dengan begitu keinginannya untuk mengikuti Austin ke Astoria untuk sementara dia urungkan.

Download APP, continue reading

Chapters

220