Bab 5 Kakak Ketiga
by Chasandra Florence
10:30,Mar 04,2022
Reaksi pertama mereka adalah tidak percaya.
Setelah itu, banyak pesan masuk tanpa henti di bawahnya tetapi Brenda tidak membacanya. Dia hanya langsung memblokir grup tersebut.
Brenda tidak peduli apa yang orang lain katakan dan pikirkan.
Setelah Austin keluar dari kamar mandi, dia lagi-lagi hanya menutupi tubuh bawahnya dengan handuk dan memperlihatkan dadanya yang kokoh. Wajah Brenda menjadi merah saat melihatnya.
Dia dengan canggung menindukkan kepalan dan mengusap ponselnya, sementara Austin duduk tepat di sampingnya dan menyalakan TV. Panas tubuh pria itu mengalir ke arahnya, membuat tubuh Brenda ikut panas.
Rasa malu dan canggung seperti itu membuat Brenda tidak tahan.
Brenda tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berbicara. Dia ingin mencoba mengalihkan rasa panas di tubuhnya.
“Aku mau pergi ke Dracania besok. Pinjamanku sebelumnya di sekolah udah lunas semua, jadi butuh konfirmasi akhir. Aku bakal langsung pulang kalau udah selesai. Kalau kamu mau makan, kamu bisa masak sendiri atau makan di luar kalau kamu enggak mau masak. Mungkin paling lambat lusa aku pulang.”
Austin menjawab dengan suara dalam, “Aku tahu.”
Setelah itu Brenda bangkit dan pergi ke kamar untuk mengemasi barang bawaannya.
Itu hanya perjalanan singkat, jadi Brenda tidak membawa banyak barang. Dia hanya memasukkan beberapa pakaian ganti dan pouch make up nya.
Brenda sedang berdiri membungkuk di tempat tidur. Tidak tahu kapan Austin masuk, pria itu tiba-tiba memeluknya dari belakang. Brenda bisa merasakan nafas panas di belakang lehernya. Pakaian yang berada di tangannya langsung jatuh, tangannya tiba-tiba melunak.
Tawa rendah pria itu membuat Brenda merasa sangat malu.
Bagian tubuh Brenda yang paling sensitif adalah telinganya dan Austin yang belum lama menikah dengan dirinya sudah dapat memahami sesitivitas tubuhnya dengan sangat cepat. Brenda masih ragu, sepertinya sebelum menikah dengannya, pria itu sudah sangat berpengalaman. Pada saat itu, Brenda sudah ditekan di tempat tidur olehnya.
Kali ini Brenda tidak menolak. Bagaimanapun juga mereka adalah suami istri. Bahkan jika dia belum terbiasa dengan hal semacam itu, tetap saja memuaskan nafsu suami merupakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri.
Apalagi tubuhnya juga sudah bereaksi.
Austin menatap wanita kecil yang berada di bawahnya. Alisnya segera mekar dengan lembut. Kulitnya dipenuhi dengan warna merah muda. Matanya yang cerah seperti dilapisi oleh lapisan kabut yang tipis. Bulu matanya sedikit bergetar. Saat Austin menciumnya, dia seperti akan melayang.
Wanita kecil ini benar-benar luar biasa.
….
Setelah Brenda turun dari pesawat, dia naik taksi dan menelepon Austin jika dia sudah sampai.
“Aku udah sampai di Dracania, sekarang mau pergi ke sekolah.”
Suasana di ujung telepon sangat sunyi.
Austin berkata dengan suara lebih rendah dan dingin dari biasanya.
“Yah, hati-hati.”
Karena Austin tidak banyak bicara, jadi Brenda menutup telepon.
Setelah taksi melaju selama beberapa saat, ada beberapa kemacetan lalu lintas di depan mereka. Butuh waktu 20 menit untuk melewati kemacetan tersebut. Setelah melewati kemacetan, pengemudi di depan berkata, “Ternyata ada pengkawalan. Aku tidak tahu pria besar mana yang akan keluar.”
Setelah mendengar ucapan sopir tersebut, Brenda melirik ke luar. Terlihat deretan mobil hitam melaju dengan lancar di jalan. Mobil-mobil lain hanya bisa menunggu dengan sabar.
Sebuah mobil melaju dengan cepat dan saat jendelanya diturunkan, sosok yang akrab bagi Brenda melintas.
Brenda merasa sangat terkejut untuk sesaat, kemudian dia menendang jauh-jauh pikirannya. Bagaimana mungkin pria itu adalah Austin? Dia pasti salah lihat.
Saat ini dia berada di Dracania dan mobil yang barusan lewat adalah mobil seorang pria besar yang tidak dikenalnya, bukan suaminya yang bekerja di sebuah lokasi konstruksi.
Brenda menggelengkan kepalanya kemudian dia terkekeh. Apa yang sebenarnya dia pikirkan?
Setelah meninggalkan sekolah, Brenda langsung pergi ke apartemen yang disewa Rara dan tidur di sore hari sambil menunggu Rara meneleponnya setelah pulang kerja untuk bertemu dengannya.
Tempat pertemuan mereka ternyata adalah hotel kelas atas di Dracania.
Saat Brenda baru saja memasuki lobi hotel, beberapa staf hotel di depannya dengan tergesa-gesa melewatinya dengan hati-hati dan penuh hormat, seolah-olah hendak menyambut orang besar.
Kemudian Brenda melihat ke belakang dan benar saja, dia melihat banyak mobil mewah terparkir di depan pintu lobi hotel.
Brenda tidak terlalu peduli, jadi dia hanya berjalan ke lift dan menunggu lift terbuka dengan tenang untuk naik ke atas.
Pada saat ini, beberapa pemuda yang baru saja masuk dari luar berbicara dan tertawa. Mereka disambut langsung oleh manajer hotel secara pribadi.
Sambil menunggu lift terbuka, Brenda mendengar suara tawa mereka. Dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan, jadi dia hanya berdiri dalam diam.
Kemudian orang-orang itu pergi ke lift VIP.
“Hei…aku barusan lihat gadis cantik. Tatapan matanya terlihat sangat polos. Benar-benar membuatku gatal.” Kata Edric Hugo.
Dylan Alaric tersenyum dan berkata, “Masih gatal? Aku akan suruh Oliver Mateo untuk menanyakan tentang dia untukmu. Dia akan menghubungimu nanti.”
Setelah lift berbunyi, mereka keluar dari lift. Dylan mengintruksikan manajer Mateo, “Pergi dan cari tahu siapa gadis barusan.”
Manajer Mateo segera mengangguk dan mengantar pria-pria tersebut ke kamar pribadi mereka.
“Kak Dylan, kenapa kakak ketiga belum datang? Bukankah sudah lebih dari setahun dia belum kembali?”
Namun Dylan menggelengkan kepalanya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Kemudian dia berkata dengan asap yang memenuhi mulutnya, “Kakak ketiga sebentar lagi datang. Kamu harusnya udah tahu apa yang boleh dan enggak boleh dikatakan. Tujuan kita malam ini untuk membuat kakak ketiga senang. Apakah kamu sudah jelas? Edric bagaimana dengan hal yang kamu katakan?”
“Ada di bawah, aku akan menyuruhnya segera naik. Kak Dylan jangan khawatir, rencana yang sudah kami atur akan membuat kakak ketiga senang.”
Setelah itu, banyak pesan masuk tanpa henti di bawahnya tetapi Brenda tidak membacanya. Dia hanya langsung memblokir grup tersebut.
Brenda tidak peduli apa yang orang lain katakan dan pikirkan.
Setelah Austin keluar dari kamar mandi, dia lagi-lagi hanya menutupi tubuh bawahnya dengan handuk dan memperlihatkan dadanya yang kokoh. Wajah Brenda menjadi merah saat melihatnya.
Dia dengan canggung menindukkan kepalan dan mengusap ponselnya, sementara Austin duduk tepat di sampingnya dan menyalakan TV. Panas tubuh pria itu mengalir ke arahnya, membuat tubuh Brenda ikut panas.
Rasa malu dan canggung seperti itu membuat Brenda tidak tahan.
Brenda tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berbicara. Dia ingin mencoba mengalihkan rasa panas di tubuhnya.
“Aku mau pergi ke Dracania besok. Pinjamanku sebelumnya di sekolah udah lunas semua, jadi butuh konfirmasi akhir. Aku bakal langsung pulang kalau udah selesai. Kalau kamu mau makan, kamu bisa masak sendiri atau makan di luar kalau kamu enggak mau masak. Mungkin paling lambat lusa aku pulang.”
Austin menjawab dengan suara dalam, “Aku tahu.”
Setelah itu Brenda bangkit dan pergi ke kamar untuk mengemasi barang bawaannya.
Itu hanya perjalanan singkat, jadi Brenda tidak membawa banyak barang. Dia hanya memasukkan beberapa pakaian ganti dan pouch make up nya.
Brenda sedang berdiri membungkuk di tempat tidur. Tidak tahu kapan Austin masuk, pria itu tiba-tiba memeluknya dari belakang. Brenda bisa merasakan nafas panas di belakang lehernya. Pakaian yang berada di tangannya langsung jatuh, tangannya tiba-tiba melunak.
Tawa rendah pria itu membuat Brenda merasa sangat malu.
Bagian tubuh Brenda yang paling sensitif adalah telinganya dan Austin yang belum lama menikah dengan dirinya sudah dapat memahami sesitivitas tubuhnya dengan sangat cepat. Brenda masih ragu, sepertinya sebelum menikah dengannya, pria itu sudah sangat berpengalaman. Pada saat itu, Brenda sudah ditekan di tempat tidur olehnya.
Kali ini Brenda tidak menolak. Bagaimanapun juga mereka adalah suami istri. Bahkan jika dia belum terbiasa dengan hal semacam itu, tetap saja memuaskan nafsu suami merupakan tanggung jawabnya sebagai seorang istri.
Apalagi tubuhnya juga sudah bereaksi.
Austin menatap wanita kecil yang berada di bawahnya. Alisnya segera mekar dengan lembut. Kulitnya dipenuhi dengan warna merah muda. Matanya yang cerah seperti dilapisi oleh lapisan kabut yang tipis. Bulu matanya sedikit bergetar. Saat Austin menciumnya, dia seperti akan melayang.
Wanita kecil ini benar-benar luar biasa.
….
Setelah Brenda turun dari pesawat, dia naik taksi dan menelepon Austin jika dia sudah sampai.
“Aku udah sampai di Dracania, sekarang mau pergi ke sekolah.”
Suasana di ujung telepon sangat sunyi.
Austin berkata dengan suara lebih rendah dan dingin dari biasanya.
“Yah, hati-hati.”
Karena Austin tidak banyak bicara, jadi Brenda menutup telepon.
Setelah taksi melaju selama beberapa saat, ada beberapa kemacetan lalu lintas di depan mereka. Butuh waktu 20 menit untuk melewati kemacetan tersebut. Setelah melewati kemacetan, pengemudi di depan berkata, “Ternyata ada pengkawalan. Aku tidak tahu pria besar mana yang akan keluar.”
Setelah mendengar ucapan sopir tersebut, Brenda melirik ke luar. Terlihat deretan mobil hitam melaju dengan lancar di jalan. Mobil-mobil lain hanya bisa menunggu dengan sabar.
Sebuah mobil melaju dengan cepat dan saat jendelanya diturunkan, sosok yang akrab bagi Brenda melintas.
Brenda merasa sangat terkejut untuk sesaat, kemudian dia menendang jauh-jauh pikirannya. Bagaimana mungkin pria itu adalah Austin? Dia pasti salah lihat.
Saat ini dia berada di Dracania dan mobil yang barusan lewat adalah mobil seorang pria besar yang tidak dikenalnya, bukan suaminya yang bekerja di sebuah lokasi konstruksi.
Brenda menggelengkan kepalanya kemudian dia terkekeh. Apa yang sebenarnya dia pikirkan?
Setelah meninggalkan sekolah, Brenda langsung pergi ke apartemen yang disewa Rara dan tidur di sore hari sambil menunggu Rara meneleponnya setelah pulang kerja untuk bertemu dengannya.
Tempat pertemuan mereka ternyata adalah hotel kelas atas di Dracania.
Saat Brenda baru saja memasuki lobi hotel, beberapa staf hotel di depannya dengan tergesa-gesa melewatinya dengan hati-hati dan penuh hormat, seolah-olah hendak menyambut orang besar.
Kemudian Brenda melihat ke belakang dan benar saja, dia melihat banyak mobil mewah terparkir di depan pintu lobi hotel.
Brenda tidak terlalu peduli, jadi dia hanya berjalan ke lift dan menunggu lift terbuka dengan tenang untuk naik ke atas.
Pada saat ini, beberapa pemuda yang baru saja masuk dari luar berbicara dan tertawa. Mereka disambut langsung oleh manajer hotel secara pribadi.
Sambil menunggu lift terbuka, Brenda mendengar suara tawa mereka. Dia tidak tahu apa yang mereka bicarakan, jadi dia hanya berdiri dalam diam.
Kemudian orang-orang itu pergi ke lift VIP.
“Hei…aku barusan lihat gadis cantik. Tatapan matanya terlihat sangat polos. Benar-benar membuatku gatal.” Kata Edric Hugo.
Dylan Alaric tersenyum dan berkata, “Masih gatal? Aku akan suruh Oliver Mateo untuk menanyakan tentang dia untukmu. Dia akan menghubungimu nanti.”
Setelah lift berbunyi, mereka keluar dari lift. Dylan mengintruksikan manajer Mateo, “Pergi dan cari tahu siapa gadis barusan.”
Manajer Mateo segera mengangguk dan mengantar pria-pria tersebut ke kamar pribadi mereka.
“Kak Dylan, kenapa kakak ketiga belum datang? Bukankah sudah lebih dari setahun dia belum kembali?”
Namun Dylan menggelengkan kepalanya. Dia mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya. Kemudian dia berkata dengan asap yang memenuhi mulutnya, “Kakak ketiga sebentar lagi datang. Kamu harusnya udah tahu apa yang boleh dan enggak boleh dikatakan. Tujuan kita malam ini untuk membuat kakak ketiga senang. Apakah kamu sudah jelas? Edric bagaimana dengan hal yang kamu katakan?”
“Ada di bawah, aku akan menyuruhnya segera naik. Kak Dylan jangan khawatir, rencana yang sudah kami atur akan membuat kakak ketiga senang.”
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved