Bab 2 Kontrak Pernikahan

by Prilly Latuconsina 09:49,Jun 17,2022
Zea sudah merasa lelah, dia naik ke atas, kemudian mengeluarkan kunci dan memutarnya ke kiri, pikirannya yang kacau langsung terjaga setelah merasakan suasana yang berbeda dari ruangan itu.

Dia mendengar suara panggilan telepon dari dalam melalui celah pintu.

Aron telah kembali.

Haruskah dia memberitahu Aron mengenai penyakit itu? Apakah pria itu akan peduli padanya setelah mengetahuinya?

Zea bertanya pada dirinya sendiri berulang kali, saat dia masih memikirkannya, pintu didorong terbuka olehnya, kemudian dia melihat Aron mendekat dan menatapnya dengan wajah marah.

“Dari mana saja kamu bersenang-senang! Apakah kamu tidak mendengar panggilan sebanyak itu dariku!”

Jika pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan medis disebut bersenang-senang, maka memang tidak ada gunanya memberitahu pria itu mengenai penyakitnya.

Setelah terdiam selama beberapa saat, Zea mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan layar hitam kepada pria di depannya, “Lowbat.”

Zea memiliki 2 ponsel, yang satu untuk urusan kantor dan satunya lagi untuk menunggu pesan ataupun panggilan dari Aron, namun dia telah disiksa oleh perutnya selama 2 hari terakhir, sehingga lupa mencharge ponselnya untuk sementara waktu, oleh karena itu dia tidak dapat menerima panggilan dari Aron.

“Apakah ada hal yang mendesak?” Aron sangat cemas hingga meneleponnya berkali-kali, tidak perlu memikirkan untuk siapa itu.

Tepat setelah mengatakan itu, Aron sudah meraih tangan Zea dan menyeretnya keluar, “Naura terluka, dia kehilangan banyak darah, kamu harus pergi ke rumah sakit denganku!”

Benar saja, kekhawatiran pria itu hanya untuk Naura Kendra.

Hatinya benar-benar dipenuhi dengan rasa sakit.

Naura memiliki kelainan pembekuan darah yang parah dan golongan darahnya langka, kebetulan dia memiliki golongan darah yang sama dengan wanita itu.

Tubuh bagian atas Zea basah karena air hujan, rambutnya yang panjang dan basah berserakan di punggungnya, bibirnya pucat, tangannya sedingin es, namun Aron tidak menyadarinya sama sekali, pria itu menyeretnya dengan tergesa-gesa dan dengan paksa melemparkannya ke kursi belakang.

Aron fokus mengemudi, saat matanya secara tidak sengaja melirik ke kaca spion, dia melihat wajah Zea yang pucat dan seperti tidak dialiri oleh darah.

Dia tanpa sadar mengerutkan kening, “Kenapa wajahmu seputih hantu?”

Pria itu baru menyadarinya …

Zea menarik sudut bibirnya dengan getir, tenggorokannya seperti tersumbat oleh sesuatu, dia melihat ke luar melalui jendela mobil dan menemukan jika hujan senakin deras, bulu matanya sedikit bergetar, tubuhnya meringkuk karena kedinginan.

Aron melirik Zea dengan dingin, melihat wanita itu tidak mengatakan apa-apa, perasaan kesal muncul di hatinya tanpa alasan.

Dia merasa seolah ada yang aneh dari Zea hari ini.

Tapi setelah memikirkannya, dia tersadar kembali jika apa yang terjadi pada wanita itu bukan urusannya, saat ini yang harus dia khawatirkan adalah kesehata Naura.

Saat mobil tiba di rumah sakit, Aron meraih tangan Zea dan menyeretnya keluar, sebelum Zea bisa berdiri tegak, pria itu sudah menariknya, membuatnya mengikuti pria itu dengan langkah terhuyung-huyung.

Aron langsung membawa Zea ke ruang pengambilan darah dan bekata, “Segera ambil darahnya, tidak perlu melakukan pemeriksaan!”

Ada kesedihan di sudut mulut Zea, Aron lebih mempercayai darahnya daripada dirinya sendiri, dia bahkan tidak perlu menyuruhnya melakukan pemeriksaan, apakah dia tidak takut jika sel kanker di tubuhnya akan masih ke tubuh Naura?

Zea tampak sedikit menolak dan bekata, “Aron, aku merasa tidak enak bada hari ini, bisakah aku tidak…”

Pupil Aron sedikit menyipit, ada jejak kemarahan di matanya yang dingin, dia sedikit membungkuk dan menarik dagu Zea dengan satu tangannya, kemudian berkata dengan sangat dingin, “Kamu tidak berhak menolak, kita sudah menandatangani kontrak 4 tahun yang lalu, hitam sudah tertulis di atas putih, kamu harus melakukan kewajibanmu dengan baik!”

Ya … mereka sudah menandatangani kontrak 4 tahun yang lalu, dia harus mendonorkan darah untuk Naura secara gratis bahkan jika dia akan mati.

Ini adalah kesepakatan yang telah Zea tandatangani dengan Aron 4 tahun yang lalu.

Saat itu, Naura mengalami kecelakaan mobil di kota A, dia kehilangan banyak darah karena kecelakaan itu dan tidak dikirim ke rumah sakit tepat waktu, akibatnya wanita itu sangat membutuhkan darah Rh negatif.

Setelah mengetahui kecelakaan Naura, Aron dengan cemas memohon bantuannya.

Zea dengan berani membuat persyaratan pada saat itu, “Jika kamu mau menikahiku, aku akan menyelamatkan Naura.”

Zea masih bisa mengingat keterkejutan di mata Aron dan rasa jijk pria itu padanya yang perlahan muncul dari dasar matanya.

Sejak saat itu, Zea tahu jika mereka berdua tidak bisa hidup bersama dengan bahagia.

Pada saat Aron sangat membutuhkannya di saat yang paling sulit, dia memaksa pria itu untuk tunduk.

Aron terlahir di keluarga Bramasta yang kaya raya, keluarganya jauh lebih unggul daripada keluarga yang lainnya, pria itu memiliki temperamen yang luar biasa dan memiliki banyak kekayaan, dia terbiasa menikmati yang terbaik dari segalanya, orang-orang di sekitarnya dipimpin olehnya, dia belum pernah ditundukkan oleh orang lain selama hidupnya dan diancam oleh keadaan.

Zea tahu jika apa yang paling dibenci Aron adalah dipaksa melakukan sesuatu yang tidak ingin dia lakukan, jadi saat dia melihat pria itu menandatangani “kontrak pernikahan”, tanpa sedikit pun keraguan, dia tahu jika pria itu telah kalah.

Melihat Aron mau melakukan itu untuk Naura, hatinya terasa sangat sakit, namun dia menghibur dirinya sendri dengan mengatakan jika cinta bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, hanya saja tidak ada yang bisa menjamin apakah pria itu bisa memperlakukannya seperti dia memperlakukan Naura.

Sayangnya, apa yang terjadi tidak sesuai dengan harapan Zea, dia tidak pernah membayangkan jika dia akan menerima balasan yang begitu cepat.

Dia secara tidak terduga mengiidap penyakit mematikan, dia benar-benar layak mendapatkannya!

Saat jarum itu masuk ke dalam kulitnya dan darahnya perlahan ditarik keluar, wajah Zea langsung menjadi pucat karena kesakitan, itu benar-benar menyakitkan, bahkan lebih menyakitkan daripada gastroskopi.

Sebelumnya, perawat yang mengambil darah belum pernah melihat wanita yang begitu kurus dan lemah sepertinya, perawat tersebut menatap pergelangan putih Zea dan bertanya dengan suara rendah, “Apakah kamu bisa menahannya?”

Zea menganggukkan kepalanya dengan pusing dan berkata dengan suara serak, “Ya, aku baik-baik saja.”

Perawat tidak berani melanjutkan lagi setelah memompa 600cc karena tangan Zea sudah sangat dingin, tidak seperti suhu tubuh orang normal lagi.

Sesaat sebelum Zea pingsan, Aron bertanya kepada perawat, “Apakah itu cukup? Jika tidak cukup kamu bisa mengambil darahnya lagi.”

Bagaimana Aron bisa menjadi begitu kejam selama bertahun-tahun?

Download APP, continue reading

Chapters

525