Bab 7 Ayo Kita Bercerai
by Prilly Latuconsina
09:50,Jun 17,2022
Tatapan mata Zea sangat kosong, seperti tidak ada keinginan untuk hidup, inilah yang membuat Naufal sangat ketakutan, “Zea, apakah ada sesuatu yang kamu inginkan?”
“Sesuatu yang aku inginkan?” Tatapan kosong di mata Zea menjadi lebih dalam saat ini, wajahnya tiba-tiba menjadi dingin, dia mengulurkan tangan untuk menutupi matanya, telapak tangannya basah, baru saat itulah Zea menyadari jika dia menangis.
“Naufal, selain tidak pernah melihat ibuku, apa lagi yang bisa aku inginkan? Kekayaan, kekuasaan, bahkan orang yang aku cintai selama bertahun-tahu berada di sisiku, semua yang aku inginkan ada di depanku, hanya saja itu berada di luar jangkauan.”
Zea jelas tidak ingin terus melanjutkan topik ini dengan Naufal, dia berbalik dan duduk di sebelah komputer untuk melanjutkan mengerjakan dokumen, kedatangan Naufal hari ini sama sekali tidak bisa membujuknya, Zea telah mengunci dirinya sendiri di ruang kecil yang gelap, di mana dia tidak mengizinkan siapa pun masuk.
“Apakah Aron tahu jika kamu sakit?”
“Dia tidak tahu dan aku tidak ingin dia tahu.” Zea bisa mengurus masalah ini sendiri, dia tidak mau menggunakan penyakitnya untuk menarik simpati orang lain. Selain itu, Aron tidak akan bersimpati padanya, pria itu hanya akan berpikir jika dia tidak akan bisa lagi menjadi bank darah untuk Naura.
Naufal terdiam, pada akhirnya dia hanya bisa menghela nafas dengan suara rendah dan mengeluarkan 2 botol obat dari tasnya dan meletakkannya di atas meja, yang satu adalah botol penghilang rasa akit, satunya lagi adalah botol obat anti kanker.
“Jangan minum kopi, obatnya enak, jangan lupa makan tepat waktu …”
Setelah memberitahu banyak tindakan pencegahan dan menarik napas dalam-dalam, Naufal pergi.
Setelah mendengar suara pintu ditutup, Zea mengangkat matanya untuk melihat 2 botol obat di atas meja, lalu mengeluarkan ponselnya dan melirik pesan teks, namun tidak menemukan apa-apa selain berita tentang pekerjaan.
…..
Aron tidak pulang ke rumah selama setengah bulan, Zea membuang kebiasaan sebelumnya sedikit demi sedikit, tidak ada lagi lampu yang menyala untuknya, tidak lagi memasak dan menunggunya kembali, hanya saja dia masih tidak bisa melepaskan kebiasaan melihat ponselnya tengah mallah.
Zea pikir dia bisa menghilangkan perasaannya terhadap Aron sekaligus, tapi perasaan ini seperti bibit beracun yang menembus ke dalam hatinya, mereka tidak akan pernah tahu betapa menakutkannya hal itu, pada saat bibit beracun tersebut bereaksi, pohon yang menjulang tinggi menghalangi semua cahaya, jika ingin berhenti, dia harus menebang dan mencabut pohon tersebut sampai ke akarnya. Itu adalah sesuatu yang tumbuh di hatinya dan itu melibatkan perasaan yang paling lembut, memikirkannya saja membuta hati Zea hancur.
Zea membuka kontak ponselnya yang hanya ada nama Aron saja, kemudian dia menekannya.
Zea menelepon Aron 3 kali berturut-turut, namun pria itu tidak menjawab panggilannya, ini adalah hal biasa yang sudah sering terjadi, tidak perlu merasa kecewa. Kecuali rasa dingin di hati Zea, satu-satunya yang tersisa adalah mati rasa.
Namun Zea terus berjuang tanpa lelah, ini adalah pertama kalinya dia bersikerah sejak pernikahannya.
“Bip … bip …” Aron akhirnya menjawab setelah panggilan keempat, mungkin karena terganggu olehnya.
“Ada apa?”
Suara dingin Aron mencapai telinga Zea.
17 hari tanpa kontak juga baik, setidaknya membuat Zea stabil dan tidak menangis pada Aron.
Suara Zea sedikit serak, “Bisakah kamu meluangkan waktu untuk kembali pada akhir pekan lusa?”
“Kenapa? Aku hanya tidak menyentuhmu selama setengah bulan, kamu sudah gatal ingin kusentuh? Dasar jalang!”
Tubuh Zea menegang.
Orang yang jatuh cinta terlebih dulu dan yang paling mencintai ditakdirkan untuk tidak bahagia, apalagi Aron tidak pernah mencintainya.
Zea dengan sabar berkata, “Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu, itu adalah sesuatu yang selalu kamu inginkan, bisakah kamu pulang?”
Aron tidak menjawab pertanyaan Zea, namun tiba-tiba terdengar suara lain dari ujung telepon, jika mendengarkan dengan seksama, dia tahu jika itu adalah suara Naura. Zea tidak bisa mendengar apa yang wanita itu katakan, dia hanya bisa mendengar suara magnetik Aron yang berkata, “Tidurlah yang nyenyak, aku akan menemanimu.”
Jendela kamar sepertinya tidak ditutup, jika tidak bagaimana dia bisa merasa sangat dingin?
Zea tiba-tiba merasakan sesak di dadanya, dia kesulitan bernapas, dia memegangi dadanya dan menghela napas dengan terengah-engah, seperti ikan yang dibuang ke daratan, berada di ambang kematian.
Zea mengerang, perutnya seperti diremas, ada darah yang tersedak di tenggorokannya.
Ujung telepon yang lain untuk sesaat menjadi sunyi, setelah itu Aron menjawab, “Apa?”
Zea menelan darah di mulutnya dan berpura-pura bertanya dengan santai, “Aron, jika aku memberitahumu kalau aku sedang sekarat, apakah kau akan merasa kasihan padaku?”
“Hah?” Aron mencibir, suaranya acuh tak acuh dan dingin, “Zea, trik apa yang kamu coba mainkan? Memangnya aku tidka tahu tubuhmu? Penyakit apa yang bisa kamu derita? Neurosis atau paranioa?”
Hati Zea seketika seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan rasa sakitnya terus meningkat, sungguh kalimat yang konyol, mungkin kesakitannya sama sekali tidak layak disebutkan kepada Aron, tapi dia memang menderita neurosis dan tidak pernah melupakannya selama 16 tahun .
Sebelum Zea sempat mengatakan sesuatu lagi, dia mendengar Naura membujuknya, “Aron, mungkin dia merindukanmu, kamu pulanglah dan temui dia.”
Zea mendengar itu dengan jelas, dia tiba-tiba menjadi jijik dan merasa bodoh karena telah mengajukan pertanyaan yang mempermalukan dirinya sendiri, hingga harus membuat selingkuhan Aron mengasihaninya dan membujuk suaminya untuk pulang.
Aron telah bersenang-senang dengan Naura selama lebih dari setengah bulan, bagaimana dia bisa berharap suaminya akan pulang?
Zea memikirkan kehidupannya selama 4 tahun terakhir, dia menertawakan dirinya sendiri.
Tidak tahu kapan panggilan itu ditutup, dia hanya mengangkat ponselnya dengan tangannya yang kaku dan perlahan meletakannya saat layar ponselnya sudah hitam.
Zea menarik napas tajam, darah menetes dari sudut bibirnya, dia mengulurkan tangan untuk menyekanya, tangannya terasa lengket karena darah tersebut, namun dia mengabaikannya dan mengambil ponselnya lagi dan mengirim pesan teks ke Aron.
“Ayo kita bercerai.”
“Sesuatu yang aku inginkan?” Tatapan kosong di mata Zea menjadi lebih dalam saat ini, wajahnya tiba-tiba menjadi dingin, dia mengulurkan tangan untuk menutupi matanya, telapak tangannya basah, baru saat itulah Zea menyadari jika dia menangis.
“Naufal, selain tidak pernah melihat ibuku, apa lagi yang bisa aku inginkan? Kekayaan, kekuasaan, bahkan orang yang aku cintai selama bertahun-tahu berada di sisiku, semua yang aku inginkan ada di depanku, hanya saja itu berada di luar jangkauan.”
Zea jelas tidak ingin terus melanjutkan topik ini dengan Naufal, dia berbalik dan duduk di sebelah komputer untuk melanjutkan mengerjakan dokumen, kedatangan Naufal hari ini sama sekali tidak bisa membujuknya, Zea telah mengunci dirinya sendiri di ruang kecil yang gelap, di mana dia tidak mengizinkan siapa pun masuk.
“Apakah Aron tahu jika kamu sakit?”
“Dia tidak tahu dan aku tidak ingin dia tahu.” Zea bisa mengurus masalah ini sendiri, dia tidak mau menggunakan penyakitnya untuk menarik simpati orang lain. Selain itu, Aron tidak akan bersimpati padanya, pria itu hanya akan berpikir jika dia tidak akan bisa lagi menjadi bank darah untuk Naura.
Naufal terdiam, pada akhirnya dia hanya bisa menghela nafas dengan suara rendah dan mengeluarkan 2 botol obat dari tasnya dan meletakkannya di atas meja, yang satu adalah botol penghilang rasa akit, satunya lagi adalah botol obat anti kanker.
“Jangan minum kopi, obatnya enak, jangan lupa makan tepat waktu …”
Setelah memberitahu banyak tindakan pencegahan dan menarik napas dalam-dalam, Naufal pergi.
Setelah mendengar suara pintu ditutup, Zea mengangkat matanya untuk melihat 2 botol obat di atas meja, lalu mengeluarkan ponselnya dan melirik pesan teks, namun tidak menemukan apa-apa selain berita tentang pekerjaan.
…..
Aron tidak pulang ke rumah selama setengah bulan, Zea membuang kebiasaan sebelumnya sedikit demi sedikit, tidak ada lagi lampu yang menyala untuknya, tidak lagi memasak dan menunggunya kembali, hanya saja dia masih tidak bisa melepaskan kebiasaan melihat ponselnya tengah mallah.
Zea pikir dia bisa menghilangkan perasaannya terhadap Aron sekaligus, tapi perasaan ini seperti bibit beracun yang menembus ke dalam hatinya, mereka tidak akan pernah tahu betapa menakutkannya hal itu, pada saat bibit beracun tersebut bereaksi, pohon yang menjulang tinggi menghalangi semua cahaya, jika ingin berhenti, dia harus menebang dan mencabut pohon tersebut sampai ke akarnya. Itu adalah sesuatu yang tumbuh di hatinya dan itu melibatkan perasaan yang paling lembut, memikirkannya saja membuta hati Zea hancur.
Zea membuka kontak ponselnya yang hanya ada nama Aron saja, kemudian dia menekannya.
Zea menelepon Aron 3 kali berturut-turut, namun pria itu tidak menjawab panggilannya, ini adalah hal biasa yang sudah sering terjadi, tidak perlu merasa kecewa. Kecuali rasa dingin di hati Zea, satu-satunya yang tersisa adalah mati rasa.
Namun Zea terus berjuang tanpa lelah, ini adalah pertama kalinya dia bersikerah sejak pernikahannya.
“Bip … bip …” Aron akhirnya menjawab setelah panggilan keempat, mungkin karena terganggu olehnya.
“Ada apa?”
Suara dingin Aron mencapai telinga Zea.
17 hari tanpa kontak juga baik, setidaknya membuat Zea stabil dan tidak menangis pada Aron.
Suara Zea sedikit serak, “Bisakah kamu meluangkan waktu untuk kembali pada akhir pekan lusa?”
“Kenapa? Aku hanya tidak menyentuhmu selama setengah bulan, kamu sudah gatal ingin kusentuh? Dasar jalang!”
Tubuh Zea menegang.
Orang yang jatuh cinta terlebih dulu dan yang paling mencintai ditakdirkan untuk tidak bahagia, apalagi Aron tidak pernah mencintainya.
Zea dengan sabar berkata, “Ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu, itu adalah sesuatu yang selalu kamu inginkan, bisakah kamu pulang?”
Aron tidak menjawab pertanyaan Zea, namun tiba-tiba terdengar suara lain dari ujung telepon, jika mendengarkan dengan seksama, dia tahu jika itu adalah suara Naura. Zea tidak bisa mendengar apa yang wanita itu katakan, dia hanya bisa mendengar suara magnetik Aron yang berkata, “Tidurlah yang nyenyak, aku akan menemanimu.”
Jendela kamar sepertinya tidak ditutup, jika tidak bagaimana dia bisa merasa sangat dingin?
Zea tiba-tiba merasakan sesak di dadanya, dia kesulitan bernapas, dia memegangi dadanya dan menghela napas dengan terengah-engah, seperti ikan yang dibuang ke daratan, berada di ambang kematian.
Zea mengerang, perutnya seperti diremas, ada darah yang tersedak di tenggorokannya.
Ujung telepon yang lain untuk sesaat menjadi sunyi, setelah itu Aron menjawab, “Apa?”
Zea menelan darah di mulutnya dan berpura-pura bertanya dengan santai, “Aron, jika aku memberitahumu kalau aku sedang sekarat, apakah kau akan merasa kasihan padaku?”
“Hah?” Aron mencibir, suaranya acuh tak acuh dan dingin, “Zea, trik apa yang kamu coba mainkan? Memangnya aku tidka tahu tubuhmu? Penyakit apa yang bisa kamu derita? Neurosis atau paranioa?”
Hati Zea seketika seperti ditusuk oleh ribuan jarum dan rasa sakitnya terus meningkat, sungguh kalimat yang konyol, mungkin kesakitannya sama sekali tidak layak disebutkan kepada Aron, tapi dia memang menderita neurosis dan tidak pernah melupakannya selama 16 tahun .
Sebelum Zea sempat mengatakan sesuatu lagi, dia mendengar Naura membujuknya, “Aron, mungkin dia merindukanmu, kamu pulanglah dan temui dia.”
Zea mendengar itu dengan jelas, dia tiba-tiba menjadi jijik dan merasa bodoh karena telah mengajukan pertanyaan yang mempermalukan dirinya sendiri, hingga harus membuat selingkuhan Aron mengasihaninya dan membujuk suaminya untuk pulang.
Aron telah bersenang-senang dengan Naura selama lebih dari setengah bulan, bagaimana dia bisa berharap suaminya akan pulang?
Zea memikirkan kehidupannya selama 4 tahun terakhir, dia menertawakan dirinya sendiri.
Tidak tahu kapan panggilan itu ditutup, dia hanya mengangkat ponselnya dengan tangannya yang kaku dan perlahan meletakannya saat layar ponselnya sudah hitam.
Zea menarik napas tajam, darah menetes dari sudut bibirnya, dia mengulurkan tangan untuk menyekanya, tangannya terasa lengket karena darah tersebut, namun dia mengabaikannya dan mengambil ponselnya lagi dan mengirim pesan teks ke Aron.
“Ayo kita bercerai.”
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved