Bab 11 Tidak Peduli Tentang Kematiannya
by Prilly Latuconsina
09:52,Jun 17,2022
Air mata Zea tidak bisa berhenti mengalir saat ini, sama sekali tidak ada suara di luar, dia tidak tahu apakah Aron mendengar apa yang dia katakan, tapi satu hal yang dia tahu pasti, pria itu tidak pernah peduli padanya, tidak akan pernah peduli tentang kematiannya.
Zea berhenti, dia menyeka air mata di wajahnya, tubuhnya merosot ke bawah panel pintu, dia meringkuk di lantai dengan gigi terkatup, mencegah dirinya menangis.
Masa muda, cinta dan pernikahannya semua dimulai dan diakhiri dengan pria itu.
Aron, aku menyukaimu selama 16 tahun, tapi kenapa kamu selalu menggertakku seperti ini hanya karena aku menyukaimu?
Zea merintih kesakitan, dia belum sarapan tadi pagi, hanya minum segelas susu, saat ini dia lapar, perutnya sakit sekali.
Zea merangkak ke kamar mandi dengan sisa tenaga yang dia miliki, membuka toilet dan memuntahkan air asam, rasa sakit seperti membakar tenggorokannya.
Setelah muntah, perutnya masih berkedut, Zea tahu jika dia tidak boleh muntah lagi, atau dia akan melihat darah yang keluar, oleh karena itu, dia menutup mulutnya dengan erat dan mengerang kesakitan.
Zea kembali ke kamar dan membuka laci untuk mengeluarkan 2 botol obat, dia hanya bisa mengandalkan ini selama 3 hari ke depan.
Tidak ada air di dalam kamarnya, jadi dia hanya bisa pergi ke kamar mandi untuk minum obat dengan air keran.
Tenggorokannya lebih tipis dari orang biasa, membuat obat yang dia minum tersangkut di tenggorokannya.
Tenggorokannya perlahan berubah menjadi sangat pahit, Zea berusaha untuk menelan obat yang tersangkut itu.
Sambil menahan mual, pada saat yang sama, dia harus menelan 4 pil secara paksa.
Setelah menelan obat, Zea muntah tak terkendali, membuat obat yang baru saja dia telan seolah kembali ke tenggorokannya.
Dia menutup mulutnya dengan paksa, rasa pahit terus menyebar di mulutnya.
Zea meringkuk di tempat tidur, memegang selimut dan menunggu siang dan malam.
Cuaca yang awalnya panas, kini telah berubah mnejadi musim dingin, sangat dingin hingga membuat orang membeku.
Pupil mata Zea mengambang, saat cahaya menjadi gelap, dia mulai bersembunyi di bawah selimut seperti kura-kura.
Guntur terdengar di luar, kilatan petir menyambar, cahaya petir langsung menerangi seluruh kamar tidur melalui jendela.
Kamar tidur yang telah Zea atur dengan hangat pada hari kerja, ternyata sangat menakutkan saat ini. Cahaya dan bayangan di jendela bertabrakan bersamaan dengan kilatan petir dan guntur yang jatuh bersama, “Tarrrr!!!” sebuah suara seolah merobek seluruh langit.
“Ah!” Zea menjerit sambil mencengkeram selimut, tubuhnya sudah dipenuhi dengan keringat dingin.
Di malam badai petir yang gelap, Zea tidak bisa berpikir jernih, saat seseorang jatuh ke dalam ketakutan, mereka akan selalu memiliki pikiran liar di kepala, memikirkan monster yang muncul di langit dan ingin menelannya, memikirkan monster tersebut akan menariknya, Zea tidak berani bergerak, hanya bisa memeluk dirinya sendiri dengan lebih erat.
“A … ron …”
“Aron …”
“Aron!” Zea memanggil nama pria itu dari yang awalnya gemetar hingga keras, seolah dia ingin mencungkil pria itu dari hatinya.
Namun tidak ada yang menjawab panggilannya, hanya guntur yang teredam yang bisa terdengar dari luar.
Seolah dia telah ditinggalkan, tanpa ada yang menginginkan dan mengingatnya.
Zea mulai menangis lagi, dia tidak tahu apakah itu air mata fisik atau mental.
…..
Setelah mengunci pintu, Aron meninggalkan vila Panorama, bunyi bip terdengar dari ponselnya, dia mengeluarkan ponselnya dan membuka ramalan cuaca, setelah membukanya, dia melihat jika malam ini akan ada badai petir.
Aron memasukkan ponselnya kembali, dia tahu jika Naura sangat takut dengan suara guntur, sedangkan Zea, dia sama sekali tidak peduli apakah wanita itu takut atau tidak.
Aron segera mengendarai mobil ke rumah Naura, namun tanpa sadar dia malah memikirkan Zea, hatinya gelisah, seolah jiwanya telah direnggut.
Aron benci dikendalikan, dia mencengkeram kemudi, sambil menunggu lampu hijau di persimpangan, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak meninju roda kemudi.
…..
Naura baru saja sakit, wajahnya sedikit kuyu, namun saat dia melihat Aron mendorong pintu, matanya langsung berbinar karena terkejut.
Wajah kecil Naura yang sebelumnya pucat menjadi lebih bersemangat karena kedatangan Aron, “Aron, kamu sudah makan?”
“Belum.”
“Kalau begitu aku akan memasak untukmu, setelah itu kita bisa makan bersama.” Aron membeli rumah ini untuk Naura, semua bahan-bahan makanan di lemari es juga dibeli olehnya, semuanya adalah bahan berkualitas tinggi.
Aron menyaksikan Naura sibuk di dapur, entah kenapa, pemandangan di matanya beralih ke orang lain, pergantian tersebut berangsur-angsur menjadi lebih jelas, itu adalah Zea.
Aron ingat jika selama ini, Zea selalu memasak untuknya dan menunggunya kembali untuk makan bersama, namun dia sama sekali tidak pernah mencicipi masakan wanita itu.
Saat sedang memasak, Naura merasa seperti ditatap oleh seseorang, dia menoleh dan melihat Aron berdiri di luar dapur, “Aron, kamu tunggu di ruang tamu saja dulu, kamu tidak akan tahan dengan asapnya.”
Naura dan Aron sudah saling kenal sejak kecil, mereka semua tahu apa yang disukai dan tidak disuaki satu sama lain, tidak ada seorang pun di dunia ini yang mengenal Aron lebih baik daripada Naura, ini saja tidak bisa dibandingkan dengan Zea.
Aron mengangguk dan berbalik ke ruang tamu, dia menyalakan TV yang sedang menampilkan acara komedi paling popular saat ini, musik latar dan tawa terus terdengar, tapi Aron sama sekali tidak merasa itu lucu.
Matanya memang menatap TV, namun kepalanya tidak bisa berhenti memikirkan Zea lagi, memikirkan mata merah wanita itu karena menangus dan wajahnya yang seperti kertas tua yang usang, hatinya entah kenapa berkedut.
Saat meninggalkan kamar wanita itu, Aron juga mendengar erangan zea dan suara tangisan wanita itu dari celah pintu.
Wanita itu berkata dia sekarat …
Aron jelas tidak peduli, tapi kenapa hatinya tiba-tiba seperti diremas oleh sebuah tangan dan ditusuk oleh ribuan jarum? Rasa sakitnya terus mengalir melalui darah dan menyebar ke setiap sudut tubuhnya, membuat alisnya berkerut.
Aron memijat pelipisnya, langkah kakinya tanpa sadar mencapai pintu.
Saat Naura keluar dengan sup yang baru saja dia buat, dia mencium bau asap yang menyengat, dia mengikuti bau itu dan melihat seorang pria berbaring di sofa, dengan lengan baju yang tergulung, memperlihatkan lengan pria itu yang kuat.
Sebatang rokok terselip di antara jari-jari Aron yang panjang, pria itu menundukkan kepalanya dan menarik napas, kepulan asap menutupi wajah tampannya, membuat Naura tidak bisa melihat emosi di wajahnya.
Zea berhenti, dia menyeka air mata di wajahnya, tubuhnya merosot ke bawah panel pintu, dia meringkuk di lantai dengan gigi terkatup, mencegah dirinya menangis.
Masa muda, cinta dan pernikahannya semua dimulai dan diakhiri dengan pria itu.
Aron, aku menyukaimu selama 16 tahun, tapi kenapa kamu selalu menggertakku seperti ini hanya karena aku menyukaimu?
Zea merintih kesakitan, dia belum sarapan tadi pagi, hanya minum segelas susu, saat ini dia lapar, perutnya sakit sekali.
Zea merangkak ke kamar mandi dengan sisa tenaga yang dia miliki, membuka toilet dan memuntahkan air asam, rasa sakit seperti membakar tenggorokannya.
Setelah muntah, perutnya masih berkedut, Zea tahu jika dia tidak boleh muntah lagi, atau dia akan melihat darah yang keluar, oleh karena itu, dia menutup mulutnya dengan erat dan mengerang kesakitan.
Zea kembali ke kamar dan membuka laci untuk mengeluarkan 2 botol obat, dia hanya bisa mengandalkan ini selama 3 hari ke depan.
Tidak ada air di dalam kamarnya, jadi dia hanya bisa pergi ke kamar mandi untuk minum obat dengan air keran.
Tenggorokannya lebih tipis dari orang biasa, membuat obat yang dia minum tersangkut di tenggorokannya.
Tenggorokannya perlahan berubah menjadi sangat pahit, Zea berusaha untuk menelan obat yang tersangkut itu.
Sambil menahan mual, pada saat yang sama, dia harus menelan 4 pil secara paksa.
Setelah menelan obat, Zea muntah tak terkendali, membuat obat yang baru saja dia telan seolah kembali ke tenggorokannya.
Dia menutup mulutnya dengan paksa, rasa pahit terus menyebar di mulutnya.
Zea meringkuk di tempat tidur, memegang selimut dan menunggu siang dan malam.
Cuaca yang awalnya panas, kini telah berubah mnejadi musim dingin, sangat dingin hingga membuat orang membeku.
Pupil mata Zea mengambang, saat cahaya menjadi gelap, dia mulai bersembunyi di bawah selimut seperti kura-kura.
Guntur terdengar di luar, kilatan petir menyambar, cahaya petir langsung menerangi seluruh kamar tidur melalui jendela.
Kamar tidur yang telah Zea atur dengan hangat pada hari kerja, ternyata sangat menakutkan saat ini. Cahaya dan bayangan di jendela bertabrakan bersamaan dengan kilatan petir dan guntur yang jatuh bersama, “Tarrrr!!!” sebuah suara seolah merobek seluruh langit.
“Ah!” Zea menjerit sambil mencengkeram selimut, tubuhnya sudah dipenuhi dengan keringat dingin.
Di malam badai petir yang gelap, Zea tidak bisa berpikir jernih, saat seseorang jatuh ke dalam ketakutan, mereka akan selalu memiliki pikiran liar di kepala, memikirkan monster yang muncul di langit dan ingin menelannya, memikirkan monster tersebut akan menariknya, Zea tidak berani bergerak, hanya bisa memeluk dirinya sendiri dengan lebih erat.
“A … ron …”
“Aron …”
“Aron!” Zea memanggil nama pria itu dari yang awalnya gemetar hingga keras, seolah dia ingin mencungkil pria itu dari hatinya.
Namun tidak ada yang menjawab panggilannya, hanya guntur yang teredam yang bisa terdengar dari luar.
Seolah dia telah ditinggalkan, tanpa ada yang menginginkan dan mengingatnya.
Zea mulai menangis lagi, dia tidak tahu apakah itu air mata fisik atau mental.
…..
Setelah mengunci pintu, Aron meninggalkan vila Panorama, bunyi bip terdengar dari ponselnya, dia mengeluarkan ponselnya dan membuka ramalan cuaca, setelah membukanya, dia melihat jika malam ini akan ada badai petir.
Aron memasukkan ponselnya kembali, dia tahu jika Naura sangat takut dengan suara guntur, sedangkan Zea, dia sama sekali tidak peduli apakah wanita itu takut atau tidak.
Aron segera mengendarai mobil ke rumah Naura, namun tanpa sadar dia malah memikirkan Zea, hatinya gelisah, seolah jiwanya telah direnggut.
Aron benci dikendalikan, dia mencengkeram kemudi, sambil menunggu lampu hijau di persimpangan, dia tidak bisa menahan diri untuk tidak meninju roda kemudi.
…..
Naura baru saja sakit, wajahnya sedikit kuyu, namun saat dia melihat Aron mendorong pintu, matanya langsung berbinar karena terkejut.
Wajah kecil Naura yang sebelumnya pucat menjadi lebih bersemangat karena kedatangan Aron, “Aron, kamu sudah makan?”
“Belum.”
“Kalau begitu aku akan memasak untukmu, setelah itu kita bisa makan bersama.” Aron membeli rumah ini untuk Naura, semua bahan-bahan makanan di lemari es juga dibeli olehnya, semuanya adalah bahan berkualitas tinggi.
Aron menyaksikan Naura sibuk di dapur, entah kenapa, pemandangan di matanya beralih ke orang lain, pergantian tersebut berangsur-angsur menjadi lebih jelas, itu adalah Zea.
Aron ingat jika selama ini, Zea selalu memasak untuknya dan menunggunya kembali untuk makan bersama, namun dia sama sekali tidak pernah mencicipi masakan wanita itu.
Saat sedang memasak, Naura merasa seperti ditatap oleh seseorang, dia menoleh dan melihat Aron berdiri di luar dapur, “Aron, kamu tunggu di ruang tamu saja dulu, kamu tidak akan tahan dengan asapnya.”
Naura dan Aron sudah saling kenal sejak kecil, mereka semua tahu apa yang disukai dan tidak disuaki satu sama lain, tidak ada seorang pun di dunia ini yang mengenal Aron lebih baik daripada Naura, ini saja tidak bisa dibandingkan dengan Zea.
Aron mengangguk dan berbalik ke ruang tamu, dia menyalakan TV yang sedang menampilkan acara komedi paling popular saat ini, musik latar dan tawa terus terdengar, tapi Aron sama sekali tidak merasa itu lucu.
Matanya memang menatap TV, namun kepalanya tidak bisa berhenti memikirkan Zea lagi, memikirkan mata merah wanita itu karena menangus dan wajahnya yang seperti kertas tua yang usang, hatinya entah kenapa berkedut.
Saat meninggalkan kamar wanita itu, Aron juga mendengar erangan zea dan suara tangisan wanita itu dari celah pintu.
Wanita itu berkata dia sekarat …
Aron jelas tidak peduli, tapi kenapa hatinya tiba-tiba seperti diremas oleh sebuah tangan dan ditusuk oleh ribuan jarum? Rasa sakitnya terus mengalir melalui darah dan menyebar ke setiap sudut tubuhnya, membuat alisnya berkerut.
Aron memijat pelipisnya, langkah kakinya tanpa sadar mencapai pintu.
Saat Naura keluar dengan sup yang baru saja dia buat, dia mencium bau asap yang menyengat, dia mengikuti bau itu dan melihat seorang pria berbaring di sofa, dengan lengan baju yang tergulung, memperlihatkan lengan pria itu yang kuat.
Sebatang rokok terselip di antara jari-jari Aron yang panjang, pria itu menundukkan kepalanya dan menarik napas, kepulan asap menutupi wajah tampannya, membuat Naura tidak bisa melihat emosi di wajahnya.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved