Bab 15 Sudah Berapa Lama Kita Saling Mengenal?
by Prilly Latuconsina
09:53,Jun 17,2022
Melihat Zea berjalan sendirian, semua reporter yang ragu-ragu barusan bergegas memegang mikrofon mereka dan menanyakan segala macam pertanyaan yang rumit.
Tubuh kurus Zea terperangkap dalam kerumunan, dia merasa tubuhnya terus menerus didorong dan ditarik, kepalanya yang sakit dan tubuhnya yang demam sudah membuatnya tidak nyaman, apalagi ditambah dengan berbagai pertanyaan taja dari orang-orang ini, memberi ilusi seperti akan memakannya hidup-hidup.
Dalam kekacauan ini, tiba-tiba, “Buk!”, Zea tidak tahu kamera siapa yang mengenai dahinya, ujung yang tajam menusuk kulitnya, membuat celah kecil.
Darah merah cerah mengalir dari dahi ke matanya, Zea harus menutup mata karena cahaya dari berbagai kamera yang menyilaukan, dia tidak bisa membuka matanya sampai terbiasa dengan rangsangan di matanya.
Para reporter di depannya sepertinya tidak melihat jika dia terluka, masih terus mendorongnya , salah satu reporter bahkan mengangkat mikrofon dan menanyakan sesuatu yang tidak relevan, “Nona Bonita, aku dengar awalnya Tuan Bramasta memiliki tunangan 4 tahun yang lalu dan kamu memisahkan mereka, apakah itu benar?”
Begitu suara reporter itu jatuh, ada keributan di sekitar, Zea dan Aron tidak pernah tampil bersama sejak mereka menikah 4 tahun yang lali, semua orang berspekulasi jika hubungan antara keduanya adalah karena pernikahan mereka, tapi tidak ada yang mengira jika di baliknya ada kejutan yang begitu besar …
Zea ternyata adalah seorang pelakor? Orang ketiga adalah eksisstensi yang “tidak bisa mati”.
Zea mengulurkan tangannya untuk menyeka darah di daahinya, wajahnya yang kurus seukuran telapak tangan menunjukkan senyum yang cerah ke kamera itu, senyum di sudut mulutnya meluas ke atas, menunjukkan jika matanya sangat dingin dan mengerikan.
Semua tindakan kecil Zea akan menjadi besar di depan wartawan, jika dia tidak menjawab, itu artinya dia setuju, jika dia tertawa, dia dianggap mengejek dan tidak menghormati orang lain, sungguh tidak tahu malu.
Tepat saat mereka hendak mengajukan pertanyaan lainnya, Zea tiba-tiba berdiri di tempat terbuka dan berlutut, dengan lututnya yang ditekuk, dia masih menegakkan punggungnya, seolah ingin menunjukkan jika tidak akan yang bisa menghancurkannya.
Para reporter tertegun sejenak, kemudian mereka langsung heboh, Zea, Nona Muda dari keluarga Bonita, benar-benar berlutut di depan kamera!
Akibatnya, berbagai judul popular muncul satu per satu di platform dan berita utama.
“Zea Bonita berlutut dan meminta maaf pada tunangan suaminya”.
“Zea Bonita berlutut untuk ayahnya yang seorang pembunuh”.
“Zea Bonita sebenarnya adalah seorang pelakor, dia berlutut di jalan untuk memohon pengampunan.”
…..
Semua kamera diarahkan pada Zea, mengambil gambar saat dia berlutut.
“Nona Bonita, sekarang keluarga Bonita menghadapi kebangkrutan, apakah Tuan Bramasta akan menceraikanmu?” Seorang reporter mengajukan pertanyaan tajam lainnya.
Lampu kilat difokuskan pada wajah Zea, mencoba menangkap ekspresi halusnya, tapi, setelah membidik untuk waktu yang lama, Zea tetap tanpa ekspresi.
Ada banyak orang di sekitar, tapi mata Zea tampak kosong, rasa kesepian juga datang dari segala arah, seolah akan melahapnya.
Awan gelap di atas kepalanya semakin tebal dan berat, seolah hujan akan datang kapan saja, setelah beberapa guntur, tetesan hujan seukuran kacang jatuh di ujung hidung Zea, bulu matanya sedikit bergetar.
Saat para reporter melihat jika hujan akan turun, mereka segera pergi satu per satu, mencari tempat untuk berteduh dari hujan, meninggalkan Zea yang masih berlutut di tempat.
Hujan deras membasahi wajah Zea, pakaiannya basah, membuat tubuhnya menjadi sangat dingin.
Aron berdiri tidak jauh di belakangnya, mengawasi Zea yang sedang berlutut seperti boneka di tengah hujan, saat Hendra membawa pengawal yang dia minta, orang-orang berhamburan .
Para pengawal membentuk lingkaran untuk mengelilingin Zea dan mencegah para penonton mendekat.
Hendra tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, jadi dia berdiri di samping Aron dan bertanya, “Kenapa Nona Bonita berlutut, berapa lama dia akan berlutut?”
“Tidak lama, hanya setengah jam.”
Hendra melirik Aron, sepertinya dia menyuruh wanita itu untuk berlutut yang entah alasannya apa dia tidak tahu.
Jika Aron sudah menyuruh Zea untuk berlutut selama setengah jam, maka itu adalah setengah jam, tidak akan kurang atau lebih.
Hendra menatap wanita yang sedang berlutut di tengah hujan itu, dia tiba-tiba merasa kasihan untuknya.
Kerabatnya tidak tahu jika Zea sedang berlutut di sini, sekelompok orang bergegas ke arah Zea dengan sampah yang sudah mereka persiapkan, meskipun saat ini sedang hujan deras.
Tiba-tiba, sebuah kaleng hijau langsung dilemparkan dan mengenai luka di dahi Zea, cairan kekuningan mengalir di seluruh wajahnya.
Setelah udara membeku selama beberapa detik, suara seorang wanita datang dengan tajam dari antara kerumunan.
“Zea, ayahmu pantas mati, seluruh keluargamu adalah sampah!”
“Kamu sangat menjijikan, saat ayahmu sedang mendapat masalah, kamu malah menghilang selama 4 hari dan bermesraan dengan seorang pria.”
“Tidak ada hal baik yang dimiliki oleh keluarga Bonita, kematian Yusmin saja tidak cukup, dia telah menghilangkan banyak nyawa.”
“ … ”
Untuk sementara, suasana di sekitar Zea memanas untuk sementara waktu, tidak pedudi apa yang ada di tangan mereka, mereka melemparkannya ke arah Zea.
Saat ini, Zea seperti tikus yang hendak menyeberang jalan, semua orang berteriak padanya, harga diri dan martabat di pundahnya hancur sedikit demi sedikit.
Kekacauan di sekitar membuat tubuh kurus Zea bergoyang ke kanan dan ke kiri, perut, kepala dan lututnya sangat sakit, seluruh tubuhnya terasa tidak nyaman.
Mata Zea masih kosong, bibirnya yang biru tertutup erat, dia mengambil napas dalam-dalam, udara yang dingin memasuki dadanya, punggungnya yang tegak perlahan-lahan membungkuk tak terkendali.
Aron mengerutkan kening, mata segelap tinta, tidak ada yang bisa memahami pikirannya, Hendra yang berdiri di sampingnya bertanya dengan hati-hati, “Tuan Bramasta, apakah dia butuh bantuan?”
Hujan saat ini benar-benar deras, tanah yang tadinya kering kini penuh dengan genangan air.
Tetesan hujan jatuh, menyebabkan riak, hanya dengan melihat Zea berlutut di tanah, Hendra bisa merasakan kedinginan wanita itu.
Aron mengerucutkan bibirnya yang tipis, tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia melirik wanita itu dan entah kenapa dia merasa Zea sedang menangis, dia selalu tidak peduli dengan air mata, tapi entah kenapa suasana hati Aron saat ini seperti hujan di langit.
Aron melirik arlojinya, ini sudah setengah jam, tidak lebih maupun kurang, kemudian dia mengulurkan tangannya, “Beri aku payung.”
Hendra tertegun sejenak dan dengan cepat membuka payung di tangannya, sebelum menyerahkannya pada Aron.
Aron memegang payung dan berjalan perlahan ke dalam hujan, hujan seukuran kerikil jatuh di payung, menimbulkan suara khas, temperamen yang dimiliki Aron menarik orang yang lewat untuk meliriknya.
Aron berdiri di depan Zea, memegang payung untuk melindungi wanita itu dari hujan. Pada saat ini, Zea sedikit bereaksi, wanita itu mengangkat kepalanya dengan saksama, seolah dia melihat orang lain melalui dirinya.
Keduanya saling memandang, yang satu berdiri, yang satunya lagi berlutut, Zea serendah lumpur, sedangkan Aron menjulang tinggi.
Setelah hujan menetes ke mata Zea, dia bertanya dengan suara serak, “Apakah waktunya sudah selesai?”
“Ya, kamu bisa bangun sekarang.”
Namun Zea sama sekali tidak bergerak setelah mendengar ucapan Aron, itu bukan karena dia tidak mau bangun, melainkan dia tidak bisa bangun sama sekali, tubuhnya sudah sangat lemah, dia dikurung selama 4 hari tanpa makan dan minum, sekarang berlutut di tengah hujan lebat selama setengah jam, bahkan Zea sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa bertahan.
Udara dingin menyerang lututnya, seolah dia telah berlutut di papan yag penuh dengan jarum dan jarum tersebut tersangkut di celah-celah tulangnya, Zea tidak bisa menahan batuk, dia batuk darah satu teguk.
“Aron, sudah berapa tahun kita saling mengenal?”
Aron bertanya-tanya apakah Zea telah membekukan otanya, mengapa wanita itu tiba-tiba menanyakan pertanyaan ini padanya, tapi dia masih menjawab , “6 tahun.”
Zea menggelengkan kepalanya, tiba-tiba sebuah kalimat muncul dari mulutnya, “Ini bukan 6 tahun, tapi 16 tahun.”
Dalam cuaca yang hangat pada musim semi saat itu, Zea tidak ingin apa-apa, hanya ingin pria ini mengingatnya dengan baik dan mencintainya, dia sudah mencintai pria ini selama 16 tahun.
Pertemuan mereka 6 tahun yang lalu, atau pernikahan yang terpaksa dilakukan oleh Aron selama 4 tahun yang lalu, itu adalah apa yang telah Zea rencanakan selama 10 tahun.
Hanya saja, Zea tidak tahu jika endingnya akan seperti ini, 6 tahun yang lalu, dia mungkin tidak pernah menduga jika Aron akan begitu kejam padanya.
Tubuh kurus Zea terperangkap dalam kerumunan, dia merasa tubuhnya terus menerus didorong dan ditarik, kepalanya yang sakit dan tubuhnya yang demam sudah membuatnya tidak nyaman, apalagi ditambah dengan berbagai pertanyaan taja dari orang-orang ini, memberi ilusi seperti akan memakannya hidup-hidup.
Dalam kekacauan ini, tiba-tiba, “Buk!”, Zea tidak tahu kamera siapa yang mengenai dahinya, ujung yang tajam menusuk kulitnya, membuat celah kecil.
Darah merah cerah mengalir dari dahi ke matanya, Zea harus menutup mata karena cahaya dari berbagai kamera yang menyilaukan, dia tidak bisa membuka matanya sampai terbiasa dengan rangsangan di matanya.
Para reporter di depannya sepertinya tidak melihat jika dia terluka, masih terus mendorongnya , salah satu reporter bahkan mengangkat mikrofon dan menanyakan sesuatu yang tidak relevan, “Nona Bonita, aku dengar awalnya Tuan Bramasta memiliki tunangan 4 tahun yang lalu dan kamu memisahkan mereka, apakah itu benar?”
Begitu suara reporter itu jatuh, ada keributan di sekitar, Zea dan Aron tidak pernah tampil bersama sejak mereka menikah 4 tahun yang lali, semua orang berspekulasi jika hubungan antara keduanya adalah karena pernikahan mereka, tapi tidak ada yang mengira jika di baliknya ada kejutan yang begitu besar …
Zea ternyata adalah seorang pelakor? Orang ketiga adalah eksisstensi yang “tidak bisa mati”.
Zea mengulurkan tangannya untuk menyeka darah di daahinya, wajahnya yang kurus seukuran telapak tangan menunjukkan senyum yang cerah ke kamera itu, senyum di sudut mulutnya meluas ke atas, menunjukkan jika matanya sangat dingin dan mengerikan.
Semua tindakan kecil Zea akan menjadi besar di depan wartawan, jika dia tidak menjawab, itu artinya dia setuju, jika dia tertawa, dia dianggap mengejek dan tidak menghormati orang lain, sungguh tidak tahu malu.
Tepat saat mereka hendak mengajukan pertanyaan lainnya, Zea tiba-tiba berdiri di tempat terbuka dan berlutut, dengan lututnya yang ditekuk, dia masih menegakkan punggungnya, seolah ingin menunjukkan jika tidak akan yang bisa menghancurkannya.
Para reporter tertegun sejenak, kemudian mereka langsung heboh, Zea, Nona Muda dari keluarga Bonita, benar-benar berlutut di depan kamera!
Akibatnya, berbagai judul popular muncul satu per satu di platform dan berita utama.
“Zea Bonita berlutut dan meminta maaf pada tunangan suaminya”.
“Zea Bonita berlutut untuk ayahnya yang seorang pembunuh”.
“Zea Bonita sebenarnya adalah seorang pelakor, dia berlutut di jalan untuk memohon pengampunan.”
…..
Semua kamera diarahkan pada Zea, mengambil gambar saat dia berlutut.
“Nona Bonita, sekarang keluarga Bonita menghadapi kebangkrutan, apakah Tuan Bramasta akan menceraikanmu?” Seorang reporter mengajukan pertanyaan tajam lainnya.
Lampu kilat difokuskan pada wajah Zea, mencoba menangkap ekspresi halusnya, tapi, setelah membidik untuk waktu yang lama, Zea tetap tanpa ekspresi.
Ada banyak orang di sekitar, tapi mata Zea tampak kosong, rasa kesepian juga datang dari segala arah, seolah akan melahapnya.
Awan gelap di atas kepalanya semakin tebal dan berat, seolah hujan akan datang kapan saja, setelah beberapa guntur, tetesan hujan seukuran kacang jatuh di ujung hidung Zea, bulu matanya sedikit bergetar.
Saat para reporter melihat jika hujan akan turun, mereka segera pergi satu per satu, mencari tempat untuk berteduh dari hujan, meninggalkan Zea yang masih berlutut di tempat.
Hujan deras membasahi wajah Zea, pakaiannya basah, membuat tubuhnya menjadi sangat dingin.
Aron berdiri tidak jauh di belakangnya, mengawasi Zea yang sedang berlutut seperti boneka di tengah hujan, saat Hendra membawa pengawal yang dia minta, orang-orang berhamburan .
Para pengawal membentuk lingkaran untuk mengelilingin Zea dan mencegah para penonton mendekat.
Hendra tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, jadi dia berdiri di samping Aron dan bertanya, “Kenapa Nona Bonita berlutut, berapa lama dia akan berlutut?”
“Tidak lama, hanya setengah jam.”
Hendra melirik Aron, sepertinya dia menyuruh wanita itu untuk berlutut yang entah alasannya apa dia tidak tahu.
Jika Aron sudah menyuruh Zea untuk berlutut selama setengah jam, maka itu adalah setengah jam, tidak akan kurang atau lebih.
Hendra menatap wanita yang sedang berlutut di tengah hujan itu, dia tiba-tiba merasa kasihan untuknya.
Kerabatnya tidak tahu jika Zea sedang berlutut di sini, sekelompok orang bergegas ke arah Zea dengan sampah yang sudah mereka persiapkan, meskipun saat ini sedang hujan deras.
Tiba-tiba, sebuah kaleng hijau langsung dilemparkan dan mengenai luka di dahi Zea, cairan kekuningan mengalir di seluruh wajahnya.
Setelah udara membeku selama beberapa detik, suara seorang wanita datang dengan tajam dari antara kerumunan.
“Zea, ayahmu pantas mati, seluruh keluargamu adalah sampah!”
“Kamu sangat menjijikan, saat ayahmu sedang mendapat masalah, kamu malah menghilang selama 4 hari dan bermesraan dengan seorang pria.”
“Tidak ada hal baik yang dimiliki oleh keluarga Bonita, kematian Yusmin saja tidak cukup, dia telah menghilangkan banyak nyawa.”
“ … ”
Untuk sementara, suasana di sekitar Zea memanas untuk sementara waktu, tidak pedudi apa yang ada di tangan mereka, mereka melemparkannya ke arah Zea.
Saat ini, Zea seperti tikus yang hendak menyeberang jalan, semua orang berteriak padanya, harga diri dan martabat di pundahnya hancur sedikit demi sedikit.
Kekacauan di sekitar membuat tubuh kurus Zea bergoyang ke kanan dan ke kiri, perut, kepala dan lututnya sangat sakit, seluruh tubuhnya terasa tidak nyaman.
Mata Zea masih kosong, bibirnya yang biru tertutup erat, dia mengambil napas dalam-dalam, udara yang dingin memasuki dadanya, punggungnya yang tegak perlahan-lahan membungkuk tak terkendali.
Aron mengerutkan kening, mata segelap tinta, tidak ada yang bisa memahami pikirannya, Hendra yang berdiri di sampingnya bertanya dengan hati-hati, “Tuan Bramasta, apakah dia butuh bantuan?”
Hujan saat ini benar-benar deras, tanah yang tadinya kering kini penuh dengan genangan air.
Tetesan hujan jatuh, menyebabkan riak, hanya dengan melihat Zea berlutut di tanah, Hendra bisa merasakan kedinginan wanita itu.
Aron mengerucutkan bibirnya yang tipis, tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia melirik wanita itu dan entah kenapa dia merasa Zea sedang menangis, dia selalu tidak peduli dengan air mata, tapi entah kenapa suasana hati Aron saat ini seperti hujan di langit.
Aron melirik arlojinya, ini sudah setengah jam, tidak lebih maupun kurang, kemudian dia mengulurkan tangannya, “Beri aku payung.”
Hendra tertegun sejenak dan dengan cepat membuka payung di tangannya, sebelum menyerahkannya pada Aron.
Aron memegang payung dan berjalan perlahan ke dalam hujan, hujan seukuran kerikil jatuh di payung, menimbulkan suara khas, temperamen yang dimiliki Aron menarik orang yang lewat untuk meliriknya.
Aron berdiri di depan Zea, memegang payung untuk melindungi wanita itu dari hujan. Pada saat ini, Zea sedikit bereaksi, wanita itu mengangkat kepalanya dengan saksama, seolah dia melihat orang lain melalui dirinya.
Keduanya saling memandang, yang satu berdiri, yang satunya lagi berlutut, Zea serendah lumpur, sedangkan Aron menjulang tinggi.
Setelah hujan menetes ke mata Zea, dia bertanya dengan suara serak, “Apakah waktunya sudah selesai?”
“Ya, kamu bisa bangun sekarang.”
Namun Zea sama sekali tidak bergerak setelah mendengar ucapan Aron, itu bukan karena dia tidak mau bangun, melainkan dia tidak bisa bangun sama sekali, tubuhnya sudah sangat lemah, dia dikurung selama 4 hari tanpa makan dan minum, sekarang berlutut di tengah hujan lebat selama setengah jam, bahkan Zea sendiri tidak tahu bagaimana dia bisa bertahan.
Udara dingin menyerang lututnya, seolah dia telah berlutut di papan yag penuh dengan jarum dan jarum tersebut tersangkut di celah-celah tulangnya, Zea tidak bisa menahan batuk, dia batuk darah satu teguk.
“Aron, sudah berapa tahun kita saling mengenal?”
Aron bertanya-tanya apakah Zea telah membekukan otanya, mengapa wanita itu tiba-tiba menanyakan pertanyaan ini padanya, tapi dia masih menjawab , “6 tahun.”
Zea menggelengkan kepalanya, tiba-tiba sebuah kalimat muncul dari mulutnya, “Ini bukan 6 tahun, tapi 16 tahun.”
Dalam cuaca yang hangat pada musim semi saat itu, Zea tidak ingin apa-apa, hanya ingin pria ini mengingatnya dengan baik dan mencintainya, dia sudah mencintai pria ini selama 16 tahun.
Pertemuan mereka 6 tahun yang lalu, atau pernikahan yang terpaksa dilakukan oleh Aron selama 4 tahun yang lalu, itu adalah apa yang telah Zea rencanakan selama 10 tahun.
Hanya saja, Zea tidak tahu jika endingnya akan seperti ini, 6 tahun yang lalu, dia mungkin tidak pernah menduga jika Aron akan begitu kejam padanya.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved