Bab 13 Seluruh Dunianya Telah Terbalik

by Prilly Latuconsina 09:52,Jun 17,2022
Zea dikurung di kamar selama 3 hari, dia tidak bisa keluar dan juga menghubungi siapa pun untuk meminta bantuan karena dia meninggalkan ponselnya di luar.

Dia masih bisa melewati hari pertama, tapi semakin lama, tubuhnya terasa semakin tidak nyaman.

Air keran di kamar mandi belum disaring, tapi dia benar-benar haus dan tidak bisa menahannya, jadi mau tidak mau dia hanya bisa minum air keran jika haus dan memakan tisu toilet saat lapar, juga minum obat anti kanker dan pereda nyeri saat perutnya terasa sakit.

Untuk menjaga kekuatan fisiknya, Zea hanya terus berbaring di tempat tidur, keringat dingin di tubuhnya dari basah hingga kering berulang kali, wajahnya saat ini sudah pucat dan mirip dengan dinding di belakangnya, saat cahaya menerangi, dia merasa seperti sudah transparan.

Zea menjalani 3 hari dengan begitu lama, dia belum pernah menjalani hari yang begitu sulit seperti saar ini, terutama di malam hari, dia berbaring dalam kegelapan, seolah waktu berhenti.

Zea memaksa menutup matanya, seluruh pikirannya kacau, pasien kanker sangat lemah, sedikit kecerobohan bisa membuat tubuh memanas dan demam, dia menyentuh kepalanya, tanpa termometer, dia tetap bisa merasa jika suhu tubuhnya naik.

Matanya yang sudah kering dan sakit berkedip-kedip, namun tidak bisa tertidur, seiring berjalannya waktu, pikiran Zea menjadi semakin kacau, seperti mesin jahit yang kehilangan kendali.

Pada saat ini, satu-satunya hal yang membuatnya sedikit memiliki harapan adalah ucapan Aron, pria itu mengatakan jika dia bisa keluar setelah 3 hari dikurung.

Hanya saja, kapan saat itu tiba?

Zea menggosok selimut yang menutupi tubuhnya, lalu menariknya lagi, membungkus tubuhnya erat-erat seperti kepompong, meskipun tubuhnya sudah terbungkus selimut, namun dia masih merasa kedinginan, seolah pori-pori di seluruh tubuhnya mengeluarkan udara dingin, jari-jari kakinya meringkuk karena kedinginan.

Perutnya terasa sangat sakit, bahkan organ-organ lain di sekitarnya terasa kram, seolah terinfeksi oleh sel kanker dan membusuk bersama lambungnya.

…..

Saat ini, Zea mengerahkan seluruh tenaganya yang tersisa untk melawan rasa sakitnya.

Apa yang tidak Zea ketahui adalah seluruh dunianya telah terbalik.

Perusahaan Bonita mengalami krisis besar, sahamnya jatuh, hilangnya Zea membuat seluruh orang di perusahaan panik.

Yusmin juga mendapat malasah, proyek real estat yang baru-baru ini dia investasikan tiba-tiba berubah menjadi tambang batu bara, gunung batu bara tersebut runtuh dan mengubur 32 pekerja hidup-hidup, 10 orang mengalami luka ringan, 15 luka berat dan 7 orang meninggal.

Karena penambangan ilegal dan juga menyebabkan korban, Yusmin entah akan ditembak mati atau harus masuk penjara.

Bahkan jika seluruh keluarga Bonita dibawa untuk menyelamatkannya, mereka tetap tidak bisa menyelamatkannya. Zea yang telah ditahan selama 3 hari, berubah dari putri keluarga Bonita menjadi putri seorang penjahat dalam semalam, seorang orang juga memakinya di internet.

Berita tersebut menyebar ke telinga semua orang hanya dalam 1 hari, Aron melihat jika segala sesuatunya hampir berkembang, dia ingin menjemput Zea untuk menonton pertunjukkan yang bagus ini.

Pengadilan akan mengadili Yusmin pada pukul 10 pagi, Aron akan membawa Zea untuk melihat hukuman mati ayahnya dengan kepalanya sendiri, pada saat itu, ekspresi Zea pasti sangat menarik untuk dilihat.

Awalnya Aron ingin menjemput Zea setelah 3 hari, tapi dia tidak menjemputnya sampai jam 7 pagi pada hari keempat.

Aron mengemudi dengan senyum bahagia di sudut mulutnya, saat ini suasana hatinya sangat baik.

Setelah sampai di vila, Aron langsung menuju kamar tidur, seluruh vila sangat sunyi, seperti tidak ada orang lain di sini.

Kunci di tangannya bergoyang, Aron menundukkan kepalanya dan melihat satu per satu, dia akhirnya menemukan kunci kamar tidur di ujung gantungan kunci.

Aron memasukkan kunci dan memutarnya berlawanan dengan jarum jam 2 kali, setelah mendengar bunyi klik, pintu terbuka, dia menekan handle pintu dan perlahan mendorong pintu ke dalam.

Ruangan di dalam sangat gelap, semua tirai menutupi jendela, menghalangi cahaya dari luar, dia melihat sekeliling dan akhirnya menemukan Zea di sudut tempat tidur, meringkuk seperti bola.

Aron menyalakan lampu, membuat wanita di tepat tidur sedikit bergetar, dia sedikit mengerutkan kening.

Apa yang wanita itu lakukan, kenapa dia tidak bersuara saat dirinya masuk?

“Zea.” Aron berjalan mendekat dan mengangkat selimut, Zea yang telah dia kurung selama hampir 4 hari sangat pucat dan kuyu, bibirnya biru, seluruh tubuhnya terlihat seperti barang rapuh, seolah hanya dengan menyentuhnya, dia akan hancur.

Aron belum pernah melihat Zea begitu lemah seperti saat ini, hatinya seperti diremas, rasa sakitnya tidak bisa dijelaskan.

“Bangun, tidak usah berpura-pura mati!” Begitu jari Aron menyentuh lengan Zea, dia baru menyadari jika tubuh wanita itu sedingin es.

Aron panik, dia membungkuk dan menggendong Zea, tubuh wanita itu jauh lebih ringan dari 3 hari yang lalu, ternyata berat badannya bisa turun begitu banyak hanya karena tidak makan selama hampir 4 hari.

Aron merasa seperti menggendong seorang anak kecil di lengannya, hanya tulang yag tersisa di sekujur tubuh dan kepala yang keras.

Cahaya di luar sedikit menyilaukan, membuat bulu mata Zea berkedip, mata indah itu terbuka, terlihat kosong dan tidak bernyawa.

Zea akhirnya berhasil melewatinya.

Zea sedikit mengangkat kepalanya dan menatap dagu Aron, bibirnya yang tipis, hidung, mata, dia menyapu sedikit demi sedikit.

Air mata yang telah Zea tahan selama hampir 4 hari ini langsung jatuh tanpa terkendali, Aron bisa merasakannya, saat dia menundukkan kepalanya, wanita itu menatapnya dengan mata kabur.

Zea sering menatap Aron tanpa mengalihkan pandangannya, dalam tatapan itu, ada kasih sayang yang dalam, dulu Aron selalu merasa itu menjijikan, tapi sekarang, mata Zea sepertinya telah kehilangan cahayanya, di dalamnya gelap gulita, tidak peduli beapa kali melihatnya, Aron tidak dapat menemukan kasih sayang itu lagi untuknya.

Jantung Aron berdetak kencang, seperti dipukul oleh palu, membuatnya tercekik dan terus-menerus merasa kesakitan.

Zea mengalami dehidrasi parah dan tersiksa oleh penyakitnya, penampilannya seperti bunga layu, dia bahkan tidak memiliki kekuatan untuk berbicara, dia berjuang untuk mengeluarkan 2 kata, “Ke mana?”

Aron membawa Zea ke tempat parkir, “Rumah sakit.”

“Aku tidak mau pergi ke rumah sakit.” Sejak kecil, Zea tidak suka pergi ke rumah sakit, baginya rumah sakit adalah awal dari kematian ibunya, ibunya meninggak di dalamnya, adapun alasan lain, dia pasti tidak akan bisa menyembunyikan penyakitnya dari Aron jika pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan.

Aron menatap Zea dengan dingin, “Apakah kamu ingin mati?”

Zea terbatuk beberapa kali dan menyentuh perutnya, dia memegang perutnya erat-erat, kemudian berkata dengan mata gemetar, “Ayo … pergi ke Biro Urusan Sipil untuk bercerai.”

“Kamu masih ingin menceraikanku?”

Pada saat ini, wajah Aron sudah sedingin es, matanya yang tajam menyapu wajah Zea seperti pisau yang tak terhitung jumlahnya.

Zea tidak bisa menghindari tatapan matanya, dia menelan ludah dengan susah payah, setelah tenggorokannya sedikit basah, dia berkata dengan suara seak, “Lalu? Apakah menurutmu aku tidak bisa hidup tanpamu? Aku bisa hidup tanpamu, Aron lihatlah, aku masih baik-baik saja setelah kamu mengurungku selama 4 hari.”

Aron mengerutkan bibir tipisnya, dia awalnya berdiri di dekat pintu belakang, setelah mendengar ucapan Zea, dia melangkahkan kaki panjangnya ke kursi co-pilot, menggendong Zea dengan satu tangan, tangannya yang lain menarik pintu mobil dan melemparkan wanita itu ke dalam.

“Karena kamu baik-baik saja, maka ikut aku ke tempat lain.” Aron awalnya ingin membawa Zea ke rumah sakit, tapi sepertinya itu tidak perlu, karena wanita itu baik-baik saja.

Aron bertindak kasar dan sama sekali tidak peduli dengan perasaan Zea, dia melemparkan wanita itu ke bawah, membuat kepala Zea membentur kemudi secara langsung hingga berdengung.

Aron mengitari bagian depan mobil dan masuk ke kursi pengemudi, kemudian membanting pintu hingga membuat mobil bergetar.

Zea meringkuk seperti bola kecil di kursi mobil, dia tampak kesakitan, wajahnya sangat pucat dan ekspresinya sedikit mengerikan.

Aron seperti orang gila, terlepas dari apakah Zea duduk tegak atau tidak, dia langsung menarik sabuk pengaman dan mengikatnya di sana, kemudian menginjak pedal gas buntuk berbalik dan pergi.

Zea tidak tahu ke mana Aron akan membawanya, mobil melaju dengan sangat cepat, pemandangan di jalan melintas, dia besar di Panama, jadi akrab dengan rute kota, Zea melihat tanda-tanda dari sisi jalan.

Apakah Aron akan membawanya ke pengadilan pidana?

Kenapa pria itu membawanya ke situ? Apakah Aron akan mengajukan gugatan cerai padanya? Tapi kasus perceraian tidak bisa langsung ke pengadilan dan apa hubungannya perceraian dengan kejahatan?

Zea merasa sangat bingung, dia terus memikirkan alasan Aron membawanya ke sana, tapi rasa sakit di kepalanya membuatnya tidak bisa mendapatkan jawaban apa-apa.

Zea melihat ke samping, langit di luar jendela berkabut, awan gelap menggantung di atas langit, seolah itu akan runtuh kapan saja.

Untuk memberi Zea kekuatan supaya bisa menonton pertunjukkan berikutnya, Aron memarkir mobilnya di sebuah cafe untuk membeli sarapan, dia tidak lupa mengunci mobilnya saat keluar.

Zea tersenyum pahit, bahkan dalam kondisi tubuhnya saat ini yang tidak memungkinkan dia untuk melarikan diri, pria itu tidak mempercayainya.

Saat Aron datang dengan secangkir bubur, mata Zea linglung, dia tidak bereaksi untuk waktu yang lama sampai pria itu berkata, “Makan.”

Zea mengulurkan tangannya untuk mengambil bubur, kehangatan dari bubur tersebut mengalir di tangannya, Zea menundukkan kepalanya dan mengambil sesendok bubur.

Dia harus mengakui jika ini adalah bubur terenak yang pernah dia makan dalam hidupnya, begitu hangat dan manis.

Air mata berlinang di bola matanya, Zea tersadar dan membarahi dirinya sendiri di dalam hati, “Zea, apakah kamu begitu bodoh? Kamu lupa jika pria itu telah menghinamu, bahkan mengurungmu di kamar selama 4 hari, bagaimana kamu masih bisa menangis untuknya?”

Tapi pria itu adalah Aron yang telah dia sukai selama 16 tahun, sebuah manisan buah dapat ditukar dengan orang yang tulus, namun Zea tidak dapat melupakannya selama bertahun-tahun.

Perut Zea penuh dengan tisu toilet sehingga kembung, itu membuatnya menjadi mual dan ingin muntah setelah makan beberapa suap bubur.

Aron yang sedang mengemudi meliriknya, “Kenapa, itu tidak sesuai dengan seleramu sebagai Nona Bonita?”

Dengan nada penuh sarkasme, Zea menggertakkan giginya dan menutup mulutnya, menelan muntahan yang telah sampai di tenggorokannya, ada bau asam di seluruh mulutnya, Zea bahkan tidak berani memuka mulutnya, takut jika membukanya, dia akan muntah.

Ini sangat menyakitkan …

Zea perlahan bersandar di kursi, memejamkan matanya dengan bibir mengerucut.

Bubur di tangannya semakin dingin, jika Aron benar-benar peduli dengannya, pria itu pasti tidak akan bertanya tentang bubur, sebaliknya akan menanyakan tentang kondisinya.

Zea mendekap bubur itu di dadanya, hanya saja bubur dingin tersebut tidak bisa lagi menghangatkannya.

Setelah tiba di pengadilan, Aron memarkir mobilnya di basement.

Zea mengulurkan tangannya untuk mendorong pintu mobil, tapi setelah mendorong beberapa saat, dia tidak bisa membukanya, akhirnya Aron yang membukakan pintu dan menyeret tangannya untuk keluar dari mobil.

“Dasar jalang tidak berguna!”

Zea mengerutkan bibirnya tanpa mengatakan apa-apa.

Kali ini, Zea sedikit lebih patuh, Aron mengambil bubur di tangannya dan melemparkannya ke dalam tempat sampah.

Zea mengikuti pandangannya dan menundukkan kepalanya seolah tidak ada yang terjadi, rambut panjangnya yang berserakan menutupi wajahnyaa, membuat emosi di wajahnya sulit untuk dilihat.

Entah kasus apa yang akan divonis hari ini, ada banyak orang yang menonton di depan pintu masuk pengadilan, lebih dari seusin mobil polisi diparkir di depan pintu, membuat orang lain tidak berani mendekat.

Selain mobil polisi, Zea juga melihat mobil reporter, membuat rasa tidak nyaman di hatinya semakin lama semakin kuat.

Zea tidak memiliki banyak kekuatan di kakinya, Aron memeluk pinggangnya, terlihat intim, naun sebenarnya pria itu menyeretnya ke depan.

Beberapa orang yang bermata tajam mengenali Zea dan menunjuk ke arahnya untuk beberapa saat, melontarkan segala macam kalimat yang tidak menyenangkan.

Jarak Zea lumayan jauh, jadi dia tidak bisa mendengar dengan jelas, hanya dapat mendengar 1 kalimat dengan samar-samar.

“Ayahnya akan ditembak mati, tapi bisa-bisanya dia masih bersenang-senang dengan seorang pria, dasar tidak tahu malu!”

Satu-satunya kekuatan di tubuh Zea langsung seperti direnggut, dia sangat lemah dan menggantung tubuhnya pada pria itu, betisnya kaku seperti kram.

Zea mengangkat kepalanya dengan susah payah payah dan menatap Aron, ada seringai tipis di sdut mulutnya, matanya seperti biasa, dingin dan menghina, dengan ekspresi yang tidak bisa dia mengeti.

“Sebenarnya untuk apa kamu membawaku ke sini?” Zea menggertakkan giginya, dia sebenarnya sudah mendapat jawaban samar-samar dalam hatinya, tapi jawaban itu membuat sekujur tubuhnya menggigil kedinginan.

“Kamu akan tahu setelah masuk, kenapa kamu panik?”

“Aku tidak mau masuk, Aron tolong lepaskan aku, aku mau pulang!”

Zea tampak seperti orang sekarat barusan, tapi sekarang dia berjuang dengan panik, matanya penuh dengan ketakutan, seperti orang gila.

“Zea, sepertinya kamu sudah menebaknya.” Aron melingkarkan lengannya di pinggang Zea, langkah kakinya semakin cepat, senyum di mulutnya juga menjadi semakin ironis, “Aku sudah tidak sabar, kira-kira seperti apa ekspresimu nanti?”

Download APP, continue reading

Chapters

525