Bab 2 Pria Tak Tau Malu

by Leong Sanchez 17:05,Apr 22,2021
“Siap!” Davion berlari ke kamar mandi tanpa ragu-ragu sedetik pun.

Segera, baskom berisi air hangat untuk cuci kaki bersuhu sedang dibawa untuk Mirana oleh Davion.

“Nona Floria, ini untuk kakimu.” Davion berjongkok di depan kaki ramping Mirana dan meletakkan baskom tersebut.

Mirana melepaskan sepatu hak tingginya, mengangkat sepasang kaki ramping di depan mata Davion, dan berkata dengan nada merendahkan: "Kamu cuci kakiku."

“Kamu mau aku mencucinya untukmu?” Davion memandangi sepasang kaki ramping di depannya selama dua detik.

Melihat ekspresi Davion, mulut kecil Mirana sedikit terangkat, dan dengan dingin menghinanya, "Kenapa, gak mau? Pergi saja ana kalau gak mau!"

“Oke, tentu saja aku mau!” Davion mengangguk penuh semangat, dengan senyuman di wajahnya, dan ada sedikit kegembiraan di hatinya. Tampaknya kerja kerasnya selama sebulan ini tidak sia-sia. Ini akan jadi yang pertama. kontak fisik dengan istrinya, dan itu perintah langsung dari istrinya!

Ekspresi Davion berubah dari bingung menjadi senyum lebar penuh semangat di wajahnya. Mirana bisa melihat hal ini dengan jelas. Di mata Mirana, dia bisa melihat tujuan sebenarnya dari orang ini. Dia akan melakukan apa saja demi uang!

Laki-laki, bukan tidak takut miskin, tapi takut letoy!

Dalam pandangan Mirana, Davion adalah tipe pria yang letoy, oleh karena itu pria seperti ini harus sangat dipermalukan! Dia sengaja mengangkat kaki rampingnya yang halus, seolah-olah memerintahkan Davion untuk "mencucinya".

Davion memandangi sepasang kaki ramping milik isitrinya. Stoking sutra hitam ditarik dengan lembut oleh tangannya, dengan sedikit tarikan, stoking itu meluncur ke bawah mengikuti kaki lurusnya yang panjang, tanpa ada halangan apa pun Davion bisa menarik stoking istrinya dengan mudah.

Stoking sutra hitam ini meninggalkan aroma yang samar. Setelah sudah terlepas sepenuhnya, kaki ramping nan mulus terlihat di depan Davion. Kulitnya terasa sangat halus dan lembut, seolah-olah direndam pakai susu setiap harinya. Terlihat sangat putih dan mulus, layaknya sebuah karya seni, seperti sebuah permata tiada tara, tidak terlihat ada cacat sedikitpun.

Mirana bersandar di sofa, dia bisa dengan jelas merasakan sepasang tangan yang kasar menggosok telapak kakinya, membersihkan kulit matinya dan memberikan rasa nyaman. Mirana memandang Davion yang sedang mencuci kakinya di depannya, rasa jijik di matanya menjadi lebih besar lagi, Dia tidak pernah berpikir bahwa seorang pria akan begitu murahan hanya untuk mendapatkan uang, sangat menjijikan!

Mirana baru saja akan menendang Davion pergi dan membuatnya terguling, tapi sebuah panggilan telepon mengganggu apa yang akan dia lakukan barusan.

Yang menelepon adalah Sekretaris Luna dari perusahaan. Mirana menjawab panggilan itu. Entah apa yang dikatakan oleh Sekretaris Luna selama panggilan barusan, tapi yang pasti itu membuat alis Mirana sampai berkerut.

"Katakan padanya, jangan banyak bermimpi! Aku adalah Mirana Floria, bukan orang biasa yang bisa diinjak-injak begitu saja!"

Setelah Mirana selesai berbicara, dia melempar teleponnya ke samping dan bersandar di sofa lagi, jari-jarinya memijat pelipisnya sendiri, dia merasa sedikit kesal dan bahkan lupa menendang Davion pergi.

Pada saat ini, rasa hangat dan nyaman perlahan merambat ke atas dari telapak kaki Mirana dan sepanjang kaki yang lurus sempurna ini. Kehangatan yang nyaman ini membuat suasana hati Mirana yang mudah tersinggung jadi sedikit lebih tenang, wajahnya yang penuh amarah tadi akhirnya jadi tenang.

Davion meletakkan sepasang kaki ramping istrinya di dalam baskom air hangat dan menggosoknya dengan sangat hati-hati.Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke atas, melihat alis yang berkerut di wajah Mirana, istrinya tercinta, karena sebuah panggilan yang barusan diangkatnya. Jiwa buas dari seekor binatand di dalam diri Davion terbangun.

Siapa yang sudah menyinggung perasaan istrinya! Siapa yang berani!

Ini adalah pertama kalinya Davion melihat Mirana seperti tadi, dia telah mengenal wanita di depannya sejak Davion masih berusia lima tahun.

Ketika dia berusia lima tahun, Davion dan ibunya hampir mati kedinginan di jalan pada musim dingin. Mirana turun dari mobil ayahnya dan menyerahkan mantel katun dan uang tunai sebesar 1.4 juta kepada Davion. Mantel katun ini memungkinkan Davion dan ibunya melewati musim dingin, Davion membeli obat penurun demam untuk ibunya seharga 200 ribu.

Ketika Davion berusia tujuh tahun, dia keracunan makanan disebabkan oleh makan makanan busuk dari tempat sampah. Badan amal dari Keluarga Floria mendanai dan menyelamatkan enam anak gelandangan, termasuk Davion.

Ketika Davion berusia sepuluh tahun, dia terdaftar di sekolah yang didirikan oleh Keluarga Floria, dan ibunya mendapatkan pekerjaan sebagai pembersih di sekolah tersebut.

Hingga Davion berusia empat belas tahun, ibunya didiagnosis menderita tumor ganas, agar tidak membuat Davion sedih, ibunya meninggalkan catatan bunuh diri dan melompat dari lantai tujuh.

Dalam catatan bunuh diri, ibunya memberi tahu Davion bahwa dia tidak perlu dibuatkan kuburan untuk dirinya sendiri, tetapi dia harus membalas kebaikan Keluarga Floria. Tanpa Keluarga Floria, Davion akan mati di jalan ketika dia masih berusia lima tahun, belum lagi dia bisa sekolah juga karena Keluarga Floria.

Keluarga Floria menyelamatkan nyawa Davion dua kali. Davion telah bersumpah di dalam hatinya bahwa dalam hidupnya, dia akan membalas kebaikan Keluarga Floria. Ketika dia berusia lima tahun, gadis yang memberinya mantel katun itu terlihat seperti malaikan, sekarang malaikat itu tinggal di hati Davion.

Dalam ingatan Davion, selalu ada senyum manis di wajah wanita ini, dia belum pernah melihatnya mengerutkan kening seperti tadi.

Davion menggosok telapak kaki Mirana, dia tahu setiap titik vital tubuh manusia, untuk menghilangkan kelelahan Mirana, bahkan seorang tukang pijat profesional tidak dapat menandingi kemampuannya.

Sebelum dia menyadarinya, seluruh tubuh Mirana sudah terkulai lemas, dia bersandar dengan santai di sofa yang besar, dia memang sangat lelah, rasa ngantuk akhirnya datang seiring dengan kenyamanan yang dirasakan di kakinya.

Mirana sedang berbaring di sofa empuk, posisinya saat ini membuat kemeja putih di depannya sedikit menekuk, di antara kancing kemeja bajunya dan karena posisinya saat ini, Davion menyipitkan matanya kearah lubang yang menekuk diantara kancing bajunya, sekilas terlihat perut bagian bawah dari Mirana yang datar. Jika dilihat lebih keatas, terlihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam.

Mirana sama sekali tidak menyadari hal ini. Kenyamanan yang terasa dari telapak kakinya dan rasa ngantuk yang berat membuatnya tertidur. Dia menghembuskan nafas dengan teratur. Rambut hitamnya yang acak-acakan tersebar di sandaran sofa, terlihat sangat cantik seperti putri tidur dari negeri dongeng.

Davion dengan hati-hati terus memijat kaki Mirana. Jika orang biasa tetap dalam posisi jongkok selama lebih dari 15 menit, kaki mereka akan menjadi mati rasa dan mulai kesemutan. Davion sudah berjongkok selama lebih dari setengah jam sebelum dengan lembut akhirnya mengeringkan sepasang kaki ramping milik Mirana, dia perlahan-lahan meletakkannya di sofa, dan mencari handuk lain untuk menutupi Mirana.

Download APP, continue reading

Chapters

2220