Bab 6 Seseorang Ingin Membunuh Mirana Floria
by Leong Sanchez
17:06,Apr 22,2021
Panti Asuhan Ivy Kota Bestheda.
Anak-anak yang polos sedang bermain-main di halaman hijau, di halaman, Elena Silvonen yang mengenakan gaun putih panjang, sedang duduk bersila dengan rambut panjang terurai di belakangnya, warna gelap yang sangat kontras bertolak belakang dengan gaun putihnya, dia memakai mahkota bunga yang dibuat untuknya oleh anak-anak, gaun putih ini terbentang cukup lebar di halaman, layaknya seorang putri di hutam.
“Kak Elena, aku juga ingin permen!” Seorang anak kecil berlari ke arah Elena dan tersenyum padanya.
“Dodit, kamu gak boleh makan permen lagi.” Elena mengulurkan lengan rampingnya dan mengusap kepala Dodit, tatapannya penuh dengan kasih sayang.
Seorang wanita tua dengan rambut abu-abu membungkuk dan berjalan dari samping dengan senyum lembut padanya, "Elena, kamu terlalu memanjakan anak-anak disini."
Senyuman manis terlihat di wajah Elena, secantik bunga-bunga yang bermekaran di musim semi, "Dekan Grace, aku sangat senang jika melihat anak-anak disini juga senang, ngomong-ngomong, yang bernama Davion, apakah dia sudah datang?"
“Baru saja datang.” Dekan Grace menunjuk ke samping gazebo yang dibuat dari kayu, Davion duduk di sana sendirian, duduk dengan tenang.
Dekan Grace melihat kondisi Davion dan menghela nafas, dan ada ekspresi kasihan yang terlihat di matanya, "Hei, anak itu tidak akan bisa hidup dengan tenang, waktu itu, ibunya bunuh diri dengan melompat dari gedung agar tidak membebaninya, dia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian tersebut. "
Tatapan Elena mengikuti kemana arah jari-jari Dekan Grace berada, dia melihat sosok Davion, dari pria ini, dia bisa melihat aura sedih dari dirinya, tatapannya kosong, sepertinya ada banyak hal yang disembunyikan olehnya, Elena tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, tetapi setiap kali dia mencoba untuk bicara dengannya, dia selalu merasa dirinya pasti akan langsung ditolak.
Elena berasal dari keluarga kaya, dia sangat cantik, perilakunya juga sangat anggun, dia sudah seperti dewi di dalam hati semua orang, ditambah dengan kebaikannya yang tidak pernah meminta imbalan juga, dia juga yang membiayai Panti Asuhan Ivy, yang membuat kebaikannya semakin tak terhitung jumlahnya.
Sebulan yang lalu, Elena bertemu dengan Davion, ketika dia melihat Davion duduk sendirian di gazebo terus-menerus, dia pikir pria ini hanya berpura-pura bertingkah seperti itu agar dikasihani.
Tapi sekarang, Elena tidak berpikir seperti itu lagi, dia mendengar kisah sebenarnya dari Dekan Grace, dan dia juga mengerti akhirnya kenapa dia selalu berada di gazebo, itu karena dia dan ibunya membuatnya bersama.
"Davion, dia anak yang baik, dia baru saja memberiku 40 juta, tidak peduli seberapa keras aku mencoba untuk menolak, dia bersikeras untuk memberikannya kepadaku, kehidupannya juga tidak terlalu baik tetapi dia masih ingin melakukan sesuatu untuk panti asuhan ini." Dekan Grace menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, "Dulu, jika panti asuhan ini didanai oleh orang baik sepertimu, mungkin aku tidak akan menyaksikan ibunya mati."
Pandangan Elena tertuju pada Davion, dia mengenakan pakaian yang biasa-biasa saja, tapi dia tetap menyumbangkan 40 juta untuk panti asuhan ...
“Kak Davion, ayo bermain bersama!” Seorang gadis berusia tiga tahun berlari ke depan Davion dan berkata dengan suara imutnya, memegangi kaki Davion dengan tangan kecilnya.
“Oke, Nana ingin main apa.” Davion mengangkat gadis kecil itu, melemparkannya dan menangkapnya, dengan senyum lebar di wajahnya.
Senyum Davion yang tulus dari hati hanya akan muncul di dua tempat, pertama, di depan Mirana, dan kedua, di panti asuhan.
“Nana mau diangkat lebih tinggi.” Gadis kecil itu terkekeh, matanya yang besar menyipit menjadi garis kecil, seperti bulan sabit.
Elena, yang sedang duduk di halaman, tidak bisa menahan senyum ketika dia melihat senyum Davion yang tulus dari hatinya, dia bisa melihat dengan jelas bahwa pria ini sangat menyukai anak-anak ini, tidak seperti orang lain pada umumnya, yang hanya berpura-pura menyukai anak kecil hanya untuk cari muka.
Davion bermain dengan gadis kecil itu sebentar, telepon di sakunya tiba-tiba berdering, Davion melirik panggilan dan ternyata dari pemuda tampan kemarin, dia meletakkan Nana di tanah dan membiarkan Nana bermain sendiri, lalu berjalan ke samping dan mengangkatnya telepon "Ada apa?"
Suara pemuda tampan di telepon itu sedikit serius, "Bos, aku mendapat kabar bahwa ada seorang pembunuh yang akan melakukan sesuatu pada istrimu hari ini."
"Pembunuh!" Davion mengucapkan satu kata dengan sangat serius.
Pada saat ini, melalui telepon, pemuda tampan itu bisa merasakan punggungnya sudah merinding, meskipun dia tidak tahu mengapa bosnya ini sangat peduli dengan wanita paling kaya di Kota Bestheda, dia sudah tahu bahwa para pembunuh itu sudah pasti akan mati!
Keheningan terjadi sekitar beberapa detik, lalu Davion berbicara lagi, "Oke, aku tahu, kamu tidak usah mengirim siapa pun untuk bertindak, aku akan menyelesaikan urusan ini sendiri."
Davion menutup teleponnya, mengangkat kepalanya sedikit, melihat ke langit di atas kepalanya, dan bergumam: "Beberapa orang, apakah tidak apa-apa?"
Pada awalnya, Davion ingin mengejar Mirana secara terbuka dan jujur, lagipula dengan statusnya, tidak peduli dari sudut pandang manapun, kombinasi dirinya dan Mirana hanya bisa dianggap sebagai mimpi.
Tetapi Davion mendapat berita secara tidak sengaja bahwa seseorang ingin mengambil nyawa Mirana, dan identitas pihak lain masih belum diketahui sehingga Davion cukup cemas untuk beberapa saat.
Davion tahu bahwa itu bukan karena musuhnya memiliki status yang terlalu tinggi, tapi sebaliknya, status mereka terlalu rendah untuk diselidiki, bagaimanapun, mereka pasti berhubungan dengan orang-orang di tingkat atas di dunia.
Davion tidak punya pilihan selain diam-diam melindungi Mirana, dan perlahan menyelidiki siapa yang ingin membunuh Mirana, dan menjadi suami yang baik, meskipun Davion tahu bahwa Mirana terus memandang rendah dirinya, dia masih menikmati kehidupan seperti itu, selama dia bisa melihat istrinya yang cantik seperti malaikat, dia sudah puas, dia membawa cahaya kehidupan pada dunia ini pada titik terendah dalam hidupnya, ternyata dunia ini tidak sekejam yang dirasakannya.
Setelah mengetahui bahwa pembunuhnya telah diberangkatkan, Davion berpamitan dengan Dekan Grace, tetap dengan kaos putih polos dan celana pantainya, bersama sendal jepit yang dipakainya, dia pergi menuju Perusahaan Floria.
Melihat Davion akan pergi, Elena berjalan di depan Davion, dan berkata kepada Davion dengan santai, "Apakah kamu ingin aku memberikan tumpangan untukmu?"
Elena ingin berhubungan dengan pria ini lebih dekat, cintanya pada anak-anak dan cintanya untuk keluarganya membuat Elena terpesona, Elena ingin mengenalnya lebih dalam dan lebih dekat dengannya.
"Tidak perlu." Davion melambaikan tangannya dan menolak, dia tidak mengatakan sepatah kata pun kepada Elena, dia bahkan tidak menatap Elena sedetik pun.
Elena melihat punggung Davion menjauh, penampilannya yang pendiam membuat mata indah Elena menunjukkan rasa kehilangan.
Perusahaan Floria terletak di pusat Kota Bestheda, dapat dibilang sebagai gedung paling mencolok di seluruh kota, gedung dengan 22 lantai itu melambangkan kekayaan Keluarga Floria yang sangat besar.
Di lantai tertinggi Perusahaan Floria, di kantor CEO, Mirana menutup telepon ayahnya dan pada saat yang sama mengetahui situasi sekarang ini dari ayahnya.
Mirana tidak tahu mengapa ada seseorang yang ingin membunuhnya, memang dia sering bermasalah dengan banyak orang, tapi bisa dibilang masalah Mirana hanya dalam bidang bisnis, jika dipikir dengan seksama, semua orang mungkin memang ingin mengambil nyawanya, bagaimanapun, pertempuran di bidang bisnis bisa dibilang cukup keras, yang kalah bisa kehilangan segalanya, orang kaya bisa langsung jadi miskin hanya dalam semalam dan akhirnya mengakhiri hidupnya dengan lompat dari atap gedung.
Anak-anak yang polos sedang bermain-main di halaman hijau, di halaman, Elena Silvonen yang mengenakan gaun putih panjang, sedang duduk bersila dengan rambut panjang terurai di belakangnya, warna gelap yang sangat kontras bertolak belakang dengan gaun putihnya, dia memakai mahkota bunga yang dibuat untuknya oleh anak-anak, gaun putih ini terbentang cukup lebar di halaman, layaknya seorang putri di hutam.
“Kak Elena, aku juga ingin permen!” Seorang anak kecil berlari ke arah Elena dan tersenyum padanya.
“Dodit, kamu gak boleh makan permen lagi.” Elena mengulurkan lengan rampingnya dan mengusap kepala Dodit, tatapannya penuh dengan kasih sayang.
Seorang wanita tua dengan rambut abu-abu membungkuk dan berjalan dari samping dengan senyum lembut padanya, "Elena, kamu terlalu memanjakan anak-anak disini."
Senyuman manis terlihat di wajah Elena, secantik bunga-bunga yang bermekaran di musim semi, "Dekan Grace, aku sangat senang jika melihat anak-anak disini juga senang, ngomong-ngomong, yang bernama Davion, apakah dia sudah datang?"
“Baru saja datang.” Dekan Grace menunjuk ke samping gazebo yang dibuat dari kayu, Davion duduk di sana sendirian, duduk dengan tenang.
Dekan Grace melihat kondisi Davion dan menghela nafas, dan ada ekspresi kasihan yang terlihat di matanya, "Hei, anak itu tidak akan bisa hidup dengan tenang, waktu itu, ibunya bunuh diri dengan melompat dari gedung agar tidak membebaninya, dia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian tersebut. "
Tatapan Elena mengikuti kemana arah jari-jari Dekan Grace berada, dia melihat sosok Davion, dari pria ini, dia bisa melihat aura sedih dari dirinya, tatapannya kosong, sepertinya ada banyak hal yang disembunyikan olehnya, Elena tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, tetapi setiap kali dia mencoba untuk bicara dengannya, dia selalu merasa dirinya pasti akan langsung ditolak.
Elena berasal dari keluarga kaya, dia sangat cantik, perilakunya juga sangat anggun, dia sudah seperti dewi di dalam hati semua orang, ditambah dengan kebaikannya yang tidak pernah meminta imbalan juga, dia juga yang membiayai Panti Asuhan Ivy, yang membuat kebaikannya semakin tak terhitung jumlahnya.
Sebulan yang lalu, Elena bertemu dengan Davion, ketika dia melihat Davion duduk sendirian di gazebo terus-menerus, dia pikir pria ini hanya berpura-pura bertingkah seperti itu agar dikasihani.
Tapi sekarang, Elena tidak berpikir seperti itu lagi, dia mendengar kisah sebenarnya dari Dekan Grace, dan dia juga mengerti akhirnya kenapa dia selalu berada di gazebo, itu karena dia dan ibunya membuatnya bersama.
"Davion, dia anak yang baik, dia baru saja memberiku 40 juta, tidak peduli seberapa keras aku mencoba untuk menolak, dia bersikeras untuk memberikannya kepadaku, kehidupannya juga tidak terlalu baik tetapi dia masih ingin melakukan sesuatu untuk panti asuhan ini." Dekan Grace menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, "Dulu, jika panti asuhan ini didanai oleh orang baik sepertimu, mungkin aku tidak akan menyaksikan ibunya mati."
Pandangan Elena tertuju pada Davion, dia mengenakan pakaian yang biasa-biasa saja, tapi dia tetap menyumbangkan 40 juta untuk panti asuhan ...
“Kak Davion, ayo bermain bersama!” Seorang gadis berusia tiga tahun berlari ke depan Davion dan berkata dengan suara imutnya, memegangi kaki Davion dengan tangan kecilnya.
“Oke, Nana ingin main apa.” Davion mengangkat gadis kecil itu, melemparkannya dan menangkapnya, dengan senyum lebar di wajahnya.
Senyum Davion yang tulus dari hati hanya akan muncul di dua tempat, pertama, di depan Mirana, dan kedua, di panti asuhan.
“Nana mau diangkat lebih tinggi.” Gadis kecil itu terkekeh, matanya yang besar menyipit menjadi garis kecil, seperti bulan sabit.
Elena, yang sedang duduk di halaman, tidak bisa menahan senyum ketika dia melihat senyum Davion yang tulus dari hatinya, dia bisa melihat dengan jelas bahwa pria ini sangat menyukai anak-anak ini, tidak seperti orang lain pada umumnya, yang hanya berpura-pura menyukai anak kecil hanya untuk cari muka.
Davion bermain dengan gadis kecil itu sebentar, telepon di sakunya tiba-tiba berdering, Davion melirik panggilan dan ternyata dari pemuda tampan kemarin, dia meletakkan Nana di tanah dan membiarkan Nana bermain sendiri, lalu berjalan ke samping dan mengangkatnya telepon "Ada apa?"
Suara pemuda tampan di telepon itu sedikit serius, "Bos, aku mendapat kabar bahwa ada seorang pembunuh yang akan melakukan sesuatu pada istrimu hari ini."
"Pembunuh!" Davion mengucapkan satu kata dengan sangat serius.
Pada saat ini, melalui telepon, pemuda tampan itu bisa merasakan punggungnya sudah merinding, meskipun dia tidak tahu mengapa bosnya ini sangat peduli dengan wanita paling kaya di Kota Bestheda, dia sudah tahu bahwa para pembunuh itu sudah pasti akan mati!
Keheningan terjadi sekitar beberapa detik, lalu Davion berbicara lagi, "Oke, aku tahu, kamu tidak usah mengirim siapa pun untuk bertindak, aku akan menyelesaikan urusan ini sendiri."
Davion menutup teleponnya, mengangkat kepalanya sedikit, melihat ke langit di atas kepalanya, dan bergumam: "Beberapa orang, apakah tidak apa-apa?"
Pada awalnya, Davion ingin mengejar Mirana secara terbuka dan jujur, lagipula dengan statusnya, tidak peduli dari sudut pandang manapun, kombinasi dirinya dan Mirana hanya bisa dianggap sebagai mimpi.
Tetapi Davion mendapat berita secara tidak sengaja bahwa seseorang ingin mengambil nyawa Mirana, dan identitas pihak lain masih belum diketahui sehingga Davion cukup cemas untuk beberapa saat.
Davion tahu bahwa itu bukan karena musuhnya memiliki status yang terlalu tinggi, tapi sebaliknya, status mereka terlalu rendah untuk diselidiki, bagaimanapun, mereka pasti berhubungan dengan orang-orang di tingkat atas di dunia.
Davion tidak punya pilihan selain diam-diam melindungi Mirana, dan perlahan menyelidiki siapa yang ingin membunuh Mirana, dan menjadi suami yang baik, meskipun Davion tahu bahwa Mirana terus memandang rendah dirinya, dia masih menikmati kehidupan seperti itu, selama dia bisa melihat istrinya yang cantik seperti malaikat, dia sudah puas, dia membawa cahaya kehidupan pada dunia ini pada titik terendah dalam hidupnya, ternyata dunia ini tidak sekejam yang dirasakannya.
Setelah mengetahui bahwa pembunuhnya telah diberangkatkan, Davion berpamitan dengan Dekan Grace, tetap dengan kaos putih polos dan celana pantainya, bersama sendal jepit yang dipakainya, dia pergi menuju Perusahaan Floria.
Melihat Davion akan pergi, Elena berjalan di depan Davion, dan berkata kepada Davion dengan santai, "Apakah kamu ingin aku memberikan tumpangan untukmu?"
Elena ingin berhubungan dengan pria ini lebih dekat, cintanya pada anak-anak dan cintanya untuk keluarganya membuat Elena terpesona, Elena ingin mengenalnya lebih dalam dan lebih dekat dengannya.
"Tidak perlu." Davion melambaikan tangannya dan menolak, dia tidak mengatakan sepatah kata pun kepada Elena, dia bahkan tidak menatap Elena sedetik pun.
Elena melihat punggung Davion menjauh, penampilannya yang pendiam membuat mata indah Elena menunjukkan rasa kehilangan.
Perusahaan Floria terletak di pusat Kota Bestheda, dapat dibilang sebagai gedung paling mencolok di seluruh kota, gedung dengan 22 lantai itu melambangkan kekayaan Keluarga Floria yang sangat besar.
Di lantai tertinggi Perusahaan Floria, di kantor CEO, Mirana menutup telepon ayahnya dan pada saat yang sama mengetahui situasi sekarang ini dari ayahnya.
Mirana tidak tahu mengapa ada seseorang yang ingin membunuhnya, memang dia sering bermasalah dengan banyak orang, tapi bisa dibilang masalah Mirana hanya dalam bidang bisnis, jika dipikir dengan seksama, semua orang mungkin memang ingin mengambil nyawanya, bagaimanapun, pertempuran di bidang bisnis bisa dibilang cukup keras, yang kalah bisa kehilangan segalanya, orang kaya bisa langsung jadi miskin hanya dalam semalam dan akhirnya mengakhiri hidupnya dengan lompat dari atap gedung.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved