Bab 12 Aku Sangat Ahli Memijat
by Leong Sanchez
17:08,Apr 22,2021
"Tidak apa, beberapa kalimatmu memang benar." Davion menghela napas, "Jika kamu tidak mengerti, kamu bisa pura-pura untuk mengerti akan hal itu, tetapi jika kamu tidak tahu bagaimana cara memahaminya, kamu tidak bisa memaksakannya, itu tidak akan ada artinya."
Kata-kata Davion membuat wajah Edward, ibu dan anak itu sangat kesal dan malu, mereka rasanya ingin mencari tempat untuk menutupi wajah mereka.
“Ayo pulang!” Astolfo menepuk meja, bangkit berdiri dan membawa putranya pergi.
Mirana terkejut dan sangat puas dengan apa yang dilakukan Davion barusan, beberapa etika dari Prancis memang sangat sakral, hanya sedikit orang yang tahu cara makan yang benar, ada terlalu banyak aturan dan regulasi dalam urusan makan, bisa memahami dan menjelaskannya hanya ada beberapa orang yang bisa melakukan hal tersebut.
Mirana cukup puas dengan apa yang baru saja dilihatnya, Davion memang sengaja membuat Edward dan ibunya panas, tiba-tiba rasa benci akan dirinya sudah tidak terlalu besar lagi.
Ayah Sabo dan ayah Edward juga tidak berbincang lama, setelah makan dan ngobrol singkat mereka berpisah.
Dalam perjalanan pulang, sikap Mirana terhadap Davion terlihat lebih santai, dia duduk di kursi utama dan melihat kearah Davion yang duduk di sebelahnya, "Bagaimana kamu bisa tahu bahasa Prancis? Seharusnya hanya sedikit orang yang bisa mengerti bahasa itu kan? Lagipula, etika makan yang benar juga tidak banyak orang yang ingin tahu."
Davion terkekeh, "Aku pernah menjadi pelayan di restoran Prancis, jadi aku paham beberapa patah kata, karena aku sudah kesal dengan sikap Edward tadi, jadi aku ingin membalasnya."
Setelah Mirana mendengar penjelasannya, dia mengangguk dan tidak berkata apa-apa lagi, Davion bisa paham bahasa Prancis juga cukup mengejutkan, tapi penjelasannya bisa diterima.
Ketika keduanya kembali ke rumah, Davion melihat bahwa Lina sedang memasang beberapa sistem alarm, dia juga tahu bahwa Lina adalah pengawal Mirana.
Mirana bersandar di sofa, tangan putihnya memegang dahinya, memikirkan apa yang sudah terjadi di restoran barusan, sudut mulutnya tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum kecil.
"Nona Floria, cuci kakimu dulu."
Suara Davion terdengar di telinga Mirana, dia sudah berinisiatif membawa baskom berisi air hangat untuk merendam dan mencuci kakinya, saat memijat Mirana kemarin, Davion menemukan bahwa Mirana memiliki banyak penyakit tersembunyi di dalam tubuhnya, itu semua karena kelelahan, Davion mampu mengobati penyakit dalam tubuh Mirana melalui pijatan melalui titik-titik vitalnya.
Mirana melihat pria di depannya dan mengerutkan kening, kemarin dia ingin mempermalukan Davion dan meminta Davion untuk mencuci kakinya, tetapi hari ini dia tidak ingin melakukan hal itu lagi, dia baru saja akan berbicara dan bertanya kepada Davion untuk menyiapkan air hangat untuk merendam kakinya, sebelum dia sempat bicara dia sudah merasakan kaki kecil nan halus miliknya sudah dipegang oleh dua buah tangan besar dan kasar.
Davion dengan lembut menyentuh sepasang kaki putih mulus di tangannya, setiap kali dia melihatnya, itu benar-benar terlihat seperti sebuah karya seni, kakinya putih mulus, sangat lembuh seperti layaknya kulit bayi, kakinya terlihat merah mempesona.
Davion dengan lembut memijak titik vital di telapak kaki Mirana.
Mirana ada perasaan seperti tersengat arus listrik dari telapak kakinya, melihat tangan Davion yang agak kasar, Mirana mengerutkan alis indahnya, dan berkata dengan tidak senang: "Kenapa kamu cuma memencet-mencet secara asal?"
“Ini bukan dipencet sembarangkan Nona Floria, ini sedang dipijat.” Davion menggelengkan kepalanya dan menekankan nadanya secara spesifik, “Dalam tubuhmu sedang ada penyakit yang nakal, itu karena kamu sangat kurang tidur dengan nyenyak, membuatmu jadi gampang marah, merasakan rasa sakit saat menstruasi akhir-akhir ini, pijatan ini bisa menghilangkan segalanya."
Davion sambil bicara, tangannya tidak berhenti sama sekali, terus memijat sepasang kaki indah di depan matanya.
Mirana ingin mengatakan sesuatu, dia sudah membuka mulutnya tapi tidak bisa mengatkan apa-apa, karena dia tahu betul bahwa yang dikatakan oleh Davion benar, dia tidak pernah dapat tidur yang nyenyak, mudah marah, juga mengalami sakit saat menstruasi, Mirana memikirkannya kemarin, tadi malam dia bisa tidur dengan sangat nyenyak, mungkinkah karena pijatan dari orang di depannya ini?
Tetapi pada akhirnya, Mirana tetap ingin mengatakan sesuatu padanya, bagaimanapun, Davion adalah suaminya secara legal dan sah, bisa memijat dengan benar bukanlah sesuatu yang bisa disombongkan.
Nada bicara Mirana sedikit tidak enak di dengar: "Darimana kamu belajar semua ini?"
Davion menjawabnya perlahan "Aku kan dari keluarga yang menderita sengasara, normal kan aku harus melakukan segala sesuatunya sendiri?"
Wajah cantik Mirana sedikit berubah, dan dia tidak berbicara lagi.
Setelah dipijat Davion, rasa kantuk perlahan-lahan muncul lagi, Mirana menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin digendong oleh pria ini lagi ke kamar tidurnya.
“Sudah, kamu bole pergi dan buang airnya.” Mirana menarik kembali kaki rampingnya, memakai sandal rumahnya, lalu berjalan menuju kamar tidur di lantai atas.
Beberapa hari ini adalah tanggal menstruasinya, setiap malam Mirana menyeduh segelas teh dengan brown sugar untuk meredakan sakit diperutnya.
Mirana menyeduh teh untuk dirinya, mulut kecilnya menyesap teh dari gelas antik di tangannya, saat dia hendak meminumnya, tiba-tiba dia terdiam, dia belum menyadarinya sebelumnya, tetapi sepertinya perut bagian bawahnya sudah tidak sakit lagi! Sejak kemarin, dia tidak merasakan sakit sama sekali!
“Apa mungkin pijatannya benar-benar berhasil?” Mirana melihat ke luar kamar dengan tatapan bingung, Davion sedang mengepel lantai sebelum tidur.
kembali ke kamarnya, Davion melihat ada panggilan tak terjawab di ponselnya, panggilan ini berasal dari seorang pemuda tampan kenalannya, Davion meneleponnya kembali.
"Bos, koki keluarga kerajaan Prancis memintaku untuk memberitahumu, dia bilang dia telah mempelajari semua teknik memasak yang telah kamu ajarkan sebelumnya, dia setidaknya ingin memberi hormat padamu sebagai gurunya secara langsung."
“Kita bicarakan itu nanti, aku sedang sangat sibuk akhir-akhir ini.” Davion menjawab dengan tergesa-gesa dan menutup telepon.
Malam pun berlalu, keesokan paginya, Davion bangun dan bersiap untuk membersihkan kamarnya terlebih dahulu seperti biasa, dia melihat Mirana tidak terburu-buru seperti biasa, dia masih bisa membuat segelas teh dulu untuk dirinya, duduk bersantai di sofa dan menikmatinya perlahan.
“Nona Floria, bukankah kamu harus ke kantor hari ini?” Davion mengambil kain lap miliknya dan dengan hati-hati mengelap meja marmer di depan Mirana.
Mirana meletakkan cangkir tehnya, melirik Davion yang seperti biasa memakai kaos putih polos, dan berkata "Tidak kerja hari ini, ada temanku datang, jadi kamu harus pergi keluar hari ini."
“Teman mana?” Davion tersenyum datar.
Mirana mengangkat alis tebalnya "Apakah itu ada hubungannya denganmu? Urusi saja urusanmu sendiri, aku tidak ingin melihatmu ada di rumah sampai siang nanti."
“Oh.” Davion menjawab dengan sedikit rasa frustrasi, dia melipat kain di tangannya, mengembalikannya ke tempat asalnya, kemudian berjalan keluar rumah.
Melakukan peregangan di bawah terik matahari pagi, Davion berkata pada dirinya sendiri setelah melihat sekeliling beberapa saat, dia pergi.
Davion membawa beberapa mainan dan datang ke Panti Asuhan Ivy, ketika anak-anak melihat Davion, mereka semua langsung berkerumun dan langsung berseru pada Davion untuk meminta mainan.
Davion melihat anak-anak ini dengan penuh perhatian di matanya, ketika dia masih kecil, dia berharap ada mainan yang bisa dimainkan olehnya.
“Dekan Grace, apakah kamu tahu apa yang dia lakukan?” Elena, dengan gaun putih yand dipakainya, rambutnya dikuncir ‘pony tail’ kali ini, dia terlihat lebih cerah dan polos kali ini, wajahnya tidak memakai riasan apapun tapi sudah terlihat sangat cantik.
Saat Elena melihat Davion, tubuh Elena menjadi lebih bersemangat tanpa alasan yang jelas.
Kata-kata Davion membuat wajah Edward, ibu dan anak itu sangat kesal dan malu, mereka rasanya ingin mencari tempat untuk menutupi wajah mereka.
“Ayo pulang!” Astolfo menepuk meja, bangkit berdiri dan membawa putranya pergi.
Mirana terkejut dan sangat puas dengan apa yang dilakukan Davion barusan, beberapa etika dari Prancis memang sangat sakral, hanya sedikit orang yang tahu cara makan yang benar, ada terlalu banyak aturan dan regulasi dalam urusan makan, bisa memahami dan menjelaskannya hanya ada beberapa orang yang bisa melakukan hal tersebut.
Mirana cukup puas dengan apa yang baru saja dilihatnya, Davion memang sengaja membuat Edward dan ibunya panas, tiba-tiba rasa benci akan dirinya sudah tidak terlalu besar lagi.
Ayah Sabo dan ayah Edward juga tidak berbincang lama, setelah makan dan ngobrol singkat mereka berpisah.
Dalam perjalanan pulang, sikap Mirana terhadap Davion terlihat lebih santai, dia duduk di kursi utama dan melihat kearah Davion yang duduk di sebelahnya, "Bagaimana kamu bisa tahu bahasa Prancis? Seharusnya hanya sedikit orang yang bisa mengerti bahasa itu kan? Lagipula, etika makan yang benar juga tidak banyak orang yang ingin tahu."
Davion terkekeh, "Aku pernah menjadi pelayan di restoran Prancis, jadi aku paham beberapa patah kata, karena aku sudah kesal dengan sikap Edward tadi, jadi aku ingin membalasnya."
Setelah Mirana mendengar penjelasannya, dia mengangguk dan tidak berkata apa-apa lagi, Davion bisa paham bahasa Prancis juga cukup mengejutkan, tapi penjelasannya bisa diterima.
Ketika keduanya kembali ke rumah, Davion melihat bahwa Lina sedang memasang beberapa sistem alarm, dia juga tahu bahwa Lina adalah pengawal Mirana.
Mirana bersandar di sofa, tangan putihnya memegang dahinya, memikirkan apa yang sudah terjadi di restoran barusan, sudut mulutnya tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum kecil.
"Nona Floria, cuci kakimu dulu."
Suara Davion terdengar di telinga Mirana, dia sudah berinisiatif membawa baskom berisi air hangat untuk merendam dan mencuci kakinya, saat memijat Mirana kemarin, Davion menemukan bahwa Mirana memiliki banyak penyakit tersembunyi di dalam tubuhnya, itu semua karena kelelahan, Davion mampu mengobati penyakit dalam tubuh Mirana melalui pijatan melalui titik-titik vitalnya.
Mirana melihat pria di depannya dan mengerutkan kening, kemarin dia ingin mempermalukan Davion dan meminta Davion untuk mencuci kakinya, tetapi hari ini dia tidak ingin melakukan hal itu lagi, dia baru saja akan berbicara dan bertanya kepada Davion untuk menyiapkan air hangat untuk merendam kakinya, sebelum dia sempat bicara dia sudah merasakan kaki kecil nan halus miliknya sudah dipegang oleh dua buah tangan besar dan kasar.
Davion dengan lembut menyentuh sepasang kaki putih mulus di tangannya, setiap kali dia melihatnya, itu benar-benar terlihat seperti sebuah karya seni, kakinya putih mulus, sangat lembuh seperti layaknya kulit bayi, kakinya terlihat merah mempesona.
Davion dengan lembut memijak titik vital di telapak kaki Mirana.
Mirana ada perasaan seperti tersengat arus listrik dari telapak kakinya, melihat tangan Davion yang agak kasar, Mirana mengerutkan alis indahnya, dan berkata dengan tidak senang: "Kenapa kamu cuma memencet-mencet secara asal?"
“Ini bukan dipencet sembarangkan Nona Floria, ini sedang dipijat.” Davion menggelengkan kepalanya dan menekankan nadanya secara spesifik, “Dalam tubuhmu sedang ada penyakit yang nakal, itu karena kamu sangat kurang tidur dengan nyenyak, membuatmu jadi gampang marah, merasakan rasa sakit saat menstruasi akhir-akhir ini, pijatan ini bisa menghilangkan segalanya."
Davion sambil bicara, tangannya tidak berhenti sama sekali, terus memijat sepasang kaki indah di depan matanya.
Mirana ingin mengatakan sesuatu, dia sudah membuka mulutnya tapi tidak bisa mengatkan apa-apa, karena dia tahu betul bahwa yang dikatakan oleh Davion benar, dia tidak pernah dapat tidur yang nyenyak, mudah marah, juga mengalami sakit saat menstruasi, Mirana memikirkannya kemarin, tadi malam dia bisa tidur dengan sangat nyenyak, mungkinkah karena pijatan dari orang di depannya ini?
Tetapi pada akhirnya, Mirana tetap ingin mengatakan sesuatu padanya, bagaimanapun, Davion adalah suaminya secara legal dan sah, bisa memijat dengan benar bukanlah sesuatu yang bisa disombongkan.
Nada bicara Mirana sedikit tidak enak di dengar: "Darimana kamu belajar semua ini?"
Davion menjawabnya perlahan "Aku kan dari keluarga yang menderita sengasara, normal kan aku harus melakukan segala sesuatunya sendiri?"
Wajah cantik Mirana sedikit berubah, dan dia tidak berbicara lagi.
Setelah dipijat Davion, rasa kantuk perlahan-lahan muncul lagi, Mirana menggelengkan kepalanya, dia tidak ingin digendong oleh pria ini lagi ke kamar tidurnya.
“Sudah, kamu bole pergi dan buang airnya.” Mirana menarik kembali kaki rampingnya, memakai sandal rumahnya, lalu berjalan menuju kamar tidur di lantai atas.
Beberapa hari ini adalah tanggal menstruasinya, setiap malam Mirana menyeduh segelas teh dengan brown sugar untuk meredakan sakit diperutnya.
Mirana menyeduh teh untuk dirinya, mulut kecilnya menyesap teh dari gelas antik di tangannya, saat dia hendak meminumnya, tiba-tiba dia terdiam, dia belum menyadarinya sebelumnya, tetapi sepertinya perut bagian bawahnya sudah tidak sakit lagi! Sejak kemarin, dia tidak merasakan sakit sama sekali!
“Apa mungkin pijatannya benar-benar berhasil?” Mirana melihat ke luar kamar dengan tatapan bingung, Davion sedang mengepel lantai sebelum tidur.
kembali ke kamarnya, Davion melihat ada panggilan tak terjawab di ponselnya, panggilan ini berasal dari seorang pemuda tampan kenalannya, Davion meneleponnya kembali.
"Bos, koki keluarga kerajaan Prancis memintaku untuk memberitahumu, dia bilang dia telah mempelajari semua teknik memasak yang telah kamu ajarkan sebelumnya, dia setidaknya ingin memberi hormat padamu sebagai gurunya secara langsung."
“Kita bicarakan itu nanti, aku sedang sangat sibuk akhir-akhir ini.” Davion menjawab dengan tergesa-gesa dan menutup telepon.
Malam pun berlalu, keesokan paginya, Davion bangun dan bersiap untuk membersihkan kamarnya terlebih dahulu seperti biasa, dia melihat Mirana tidak terburu-buru seperti biasa, dia masih bisa membuat segelas teh dulu untuk dirinya, duduk bersantai di sofa dan menikmatinya perlahan.
“Nona Floria, bukankah kamu harus ke kantor hari ini?” Davion mengambil kain lap miliknya dan dengan hati-hati mengelap meja marmer di depan Mirana.
Mirana meletakkan cangkir tehnya, melirik Davion yang seperti biasa memakai kaos putih polos, dan berkata "Tidak kerja hari ini, ada temanku datang, jadi kamu harus pergi keluar hari ini."
“Teman mana?” Davion tersenyum datar.
Mirana mengangkat alis tebalnya "Apakah itu ada hubungannya denganmu? Urusi saja urusanmu sendiri, aku tidak ingin melihatmu ada di rumah sampai siang nanti."
“Oh.” Davion menjawab dengan sedikit rasa frustrasi, dia melipat kain di tangannya, mengembalikannya ke tempat asalnya, kemudian berjalan keluar rumah.
Melakukan peregangan di bawah terik matahari pagi, Davion berkata pada dirinya sendiri setelah melihat sekeliling beberapa saat, dia pergi.
Davion membawa beberapa mainan dan datang ke Panti Asuhan Ivy, ketika anak-anak melihat Davion, mereka semua langsung berkerumun dan langsung berseru pada Davion untuk meminta mainan.
Davion melihat anak-anak ini dengan penuh perhatian di matanya, ketika dia masih kecil, dia berharap ada mainan yang bisa dimainkan olehnya.
“Dekan Grace, apakah kamu tahu apa yang dia lakukan?” Elena, dengan gaun putih yand dipakainya, rambutnya dikuncir ‘pony tail’ kali ini, dia terlihat lebih cerah dan polos kali ini, wajahnya tidak memakai riasan apapun tapi sudah terlihat sangat cantik.
Saat Elena melihat Davion, tubuh Elena menjadi lebih bersemangat tanpa alasan yang jelas.
Xi'an Perfect Planet Internet Technology Co., Ltd. (西安完美星球网络科技有限公司) © 2020 www.readmeapps.com All rights reserved